BAB 1 - Awal pertemuan

4 1 2
                                    

"Pokoknya kamu harus mau dijodohkan sama anak rekan kerja papa. Dia cantik, baik, pintar dan lulusan universitas luar negeri. Pokoknya bibit, bebet dan bobotnya bagus dan itu yang terbaik untukmu, Rizkan!" kata seorang lelaki bernama Hendro Wicaksono, pemilik perusahaan besar yang mempunyai kekuasaan dimana-mana dan merupakan ayah Rizkan.

"Tapi aku sama sekali tidak mengenalnya, Pah!" tolak Rizkan pada permintaan ayahnya.

"Kan nanti bisa sambil kenalan, biar nanti Papa minta dia untuk menemui kamu ya?" kata Hendro.

"Tapi, Pah?"

"Pokoknya tidak ada penolakan lagi, kamu akan tetap Papa jodohkan. Usiamu itu sudah dua puluh lima tahun dan selama itu pula kamu ga pernah bawa seorang gadis pun pulang ke rumah untuk dikenalkan ke Papa sebagai pacarmu. Kamu masih normal kan, Riz?" tanya ayahnya yang takut anaknya bermasalah.

"Enak aja, aku masih seratus persen normal kali. Cuma ya memang belum ada yang cocok aja, kan hati gak bisa sembarangan. Aku pernah patah hati kok." Rizkan menjawab sambil melihat meja di depannya.

"Syukurlah, kalau kamu masih normal. Tapi kamu harus inget kalau Papa juga semakin lama semakin menua dan mumpung Papa masih kuat untuk menggendong cucu Papa nanti, kamu gak kasihan sama Papa karena belum tau rasanya menggendong anak kamu?" Hendro menggunakan jurus ampuhnya agar Rizkan tak lagi bisa menolak perjodohan darinya.

"Terserah, Papa! Aku mau istirahat." jawab Rizkan yang sudah lelah karena selalu dipaksa untuk menerima perjodohan dari orang tuanya hingga ia memutuskan untuk pergi ke kamarnya.

"Hei, Papa belum selesai bicara." panggil Hendro yang tak digubris oleh Rizkan yang tetap melangkah menuju kamarnya yang lumayan lama tak ia datangi.

"Dasar anak itu, tapi akhirnya dia mau kujodohkan juga. Aku harus segera mengabari calon besanku, hihi" Hendro senang karena karena akhirnya anak semata wayangnya itu setuju untuk dijodohkan.

***

Bruuugh ...

Gadis itu tak sengaja menabrak seorang lelaki yang baru saja keluar dari mobil dengan pakaian rapi di trotoar karena saat berlari ia tak memperhatikan situasi yang ada di depannya, sehingga membuat kertas-kertas yang dibawanya berhamburan di udara.

"Maaf!" raut wajah gadis itu tampak ketakutan dengan penampilan lusuh dan rambutnya yang agak berantakan karena berlari tadi. Setelah meminta maaf dan mengambil kertas-kertas itu, ia langsung kembali berlari meninggalkan Rizkan yang hanya bisa terdiam sambil memperhatikan orang yang menabraknya barusan.

"Dasar, Cewek aneh!" gumam Rizkan. Ia segera melanjutkan berjalan menuju sebuah kafe.

---

Saat siang hari, Rizkan tengah menikmati hangatnya secangkir kopi cappucino yang ia pesan di sebuah kafe langganannya karena suasananya yang membuatnya tenang setelah bekerja. Terdengar lantunan musik yang membantu merilekskan pikiran dari masalah.
Saat mengalihkan pandangannya keluar jendela, ia tak sengaja melihat ada seorang gadis yang sepertinya tak asing baginya tengah dihadang oleh tiga orang berpakaian preman. Ia pun memilih segera menghampiri mereka,

"Hei, lepaskan dia!" ucap Rizkan lantang pada ketiga preman itu, setelah berada tepat di belakang mereka.

"Siapa kamu? Gak usah ikut campur urusan orang kalau mau selamat!" ujar salah satu preman itu memperingati saat Rizkan berusaha membantu gadis itu.
Bukannya surut, tapi justru Rizkan melayangkan pukulan keras di hidung preman itu hingga mengeluarkan darah.

Kedua temannya yang melihat temannya dipukuli menjadi emosi dan berniat memukul Rizkan juga, tetapi tangan Rizkan lah yang lebih dulu mendarat di wajah mereka berdua hingga akhirnya mereka memilih untuk pergi meninggalkan mereka tapi masih dengan menatap tajam pada gadis aneh itu.

"Terima kasih, Pak. Terima kasih karena telah menolong saya. Jika tidak ada bapak, ntah bagaimana nasib saya?" gadis itu tersenyum sambil mengeluarkan air mata dan ia tak ingat bahwa orang yang menolongnya saat ini adalah orang yang tadi ia tabrak.

"Siapa namamu?" tanya Rizkan.

"Adinda Flora tapi panggil saja saya Flo, Pak." jawab gadis itu.

"Ok." kata Rizkan sambil membelakangi Flo dan berniat untuk pergi.

"Tunggu sebentar, Pak!" suara gadis itu menghentikan langkah kaki Rizkan.

"Apakah bapak mempunyai info lowongan pekerjaan untuk saya? Saya bisa melakukan apa saja kok, Pak." gadis itu melanjutkan ucapannya.

"Apa saja?" Rizkan memastikan.

"Iya, Pak. Apa saja, kalau bisa yang ada fasilitas tempat tinggal soalnya saya baru saja di usir dari kos-kosan karena telat membayar sewanya." gadis itu mengangguk bersemangat.

"Baik. Besok, kamu datang ke alamat ini jam tujuh pagi dengan berpakaian rapi, jangan terlambat!" jawab Rizkan sambil menyerahkan sebuah kartu nama yang terdapat alamat yang dia maksud.

"Baik, Pak. Sekali lagi terima kasih." gadis itu tak henti-hentinya menundukkan kepalanya sambil berterimakasih.
Rizkan berlalu meninggalkannya begitu saja dan memasuki mobilnya untuk kembali bekerja.

***

Keesokan harinya, Rizkan dibuat terkejut karena terdapat gadis cantik yang sedang berdiri di depan pintu apartemen tempat tinggalnya. Rambutnya tergerai rapi, wajah yang tampak segar dengan riasan tipis yang digunakannya dan penampilan yang rapi. Rupanya gadis itu adalah gadis yang kemarin meminta pekerjaan padanya, penampilannya saat ini sangat berbanding terbalik dengan yang ia temui kemarin, jauh lebih cantik dan menawan.
Ia segera mempersilahkan untuk masuk setelah beberapa detik terdiam karena penampilannya dan ia juga memberitahu bahwa pekerjaan yang ditawarkan padanya adalah asisten rumah tangga di apartemennya ini, Flo ternyata menerimanya dengan senang hati.

"Kamu bersihkan tempat ini sebersih dan serapi mungkin, kecuali ruangan itu kamu tidak boleh masuk dan kamu silahkan tinggal di kamar yang itu. Dapur dan kamar mandi ada di belakang. Mengerti? Saya mau ke kantor sekarang." ujar Rizkan sambil menunjuk beberapa ruangan yang dia maksud.

"Baik, Pak." sahut Flo.

"Rizkan, panggil saya Rizkan karena usia kita sepertinya tidak jauh berbeda." sanggah Rizkan.

"Baik, Pak. Eh, Rizkan." Flo menjawab ragu.

Seperti biasa Rizkan langsung pergi tanpa menjawab dan Flo segera menuju kamar yang menjadi tempat tinggalnya selama ia bekerja di sini dan merapikan barang-barang bawaannya.
Flo melihat ruangan itu agak berantakan, ya tidak heran sih karena apartemen sebesar ini hanya ditinggali oleh seorang pemuda yang jelas bukan dari orang kalangan biasa.
Flo memperhatikan setiap detail dan barang yang ada di ruangan itu, terdapat sebuah foto besar berbingkai yang terdapat tiga orang di sana. Sepertinya itu keluarga dia.
Setelah meniliti setiap sudut ruangan, dia mengambil sapu yang ada di dapur untuk mulai bekerja. Ia bebersih sambil bersenandung kecil karena ia mendapatkan tempat tinggal sekaligus pekerjaan.

Sedangkan Rizkan yang hendak menuju kantornya mendapatan beberapa kendala. Mulai dari ban mobilnya yang kempes, jalanan macet yang membuatnya malas untuk pergi bekerja.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 30, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Riz And FloTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang