5. BERJALAN LEBIH JAUH

222 31 7
                                    


***

Felix peluk erat sebanyak 20 lembar naskah novel ditangannya dengan erat. Degub jantungnya seolah berlomba didalam rongga dada Felix. Rasa gugup itu buat telapak tangannya terasa dingin. Felix tak ingat kapan ia merasakan perasaan gugup dan antusias secara bersamaan seperti saat ini. Mungkin pernah. Tapi Felix sudah tak ingat lagi kapan itu terjadi.

Namun pagi ini, ia rasakan dua kombinasi rasa itu. Berasamaan saat matanya tatap bangunan penerbit yang karya-karyanya sudah tak asing ia baca. Bahkan di rak buku kamarnya di Jakarta, Felix simpan beberapa karya dari penulis favoritnya.

Dan kini, ia sendiri yang akan membawa naskah novel buatannya yang sudah lama ia tulis dan selesaikan itu untuk ia serahkan draft bagian pertamanya pada salah satu editor penerbit Grahadi. Chan namanya. Teman baru yang lewat Changbin lah ia mengenalnya.

"Ayo, dek!"

Ajak Changbin setelah berhasil parkirkan mobilnya di lahan kosong tak jauh dari kantor penerbit. Changbin minta Felix turun terlebih dahulu karna lelaki itu tak mau buat Felix berjalan terlalu jauh jika mengikutinya mencari lahan parkir.

"Mas" Felix raih tangan Changbin, buat yang lebih tua hentikan langkahnya.

Changbin tolehkan kepala ke belakang, ia bisa lihat mata Felix yang simpan rasa risau itu. Ia beranikan diri untuk tepuk pundak kiri Felix untuk beri si mungil itu ketenangan.

"Ingat kata mas kemarin kan? Apapun yang terjadi, dek Felix hanya perlu lari ke saya. Saya akan sangat senang menangkap dek Felix" Changbin sisipi kalimatnya dengan senyum lembut yang mampu buat Felix kuatkan hatinya.

Si mungil tegakkan kepala sembari bibirnya hembuskan nafas Panjang. Ia tatap Gedung didepannya dengan tatapan lurus. Benar, sekali saja, ia harus perjuangkan dirinya. Apaun hasilnya nanti, ia hanya perlu tau kalau impiannya telah pernah diperjuangkan.

"Ayo, mas!" ucap yakin Felix.

Satu langkah tegap ia ayunkan mulai memasuki Gedung berlantai 5 itu. Sementara di satu langkah dibelakang Felix, Changbin tatap punggung Felix dengan perasaan bangga.

***

Felix duduk tepat didepan Chan yang sejak 7 menit lalu mulai baca baris demi baris naskah novelnya. Berbagai macam ekpresi terlihat dari mimic wajah editor senior itu. Mulai dari kerutkan kening, angkat alis, belalakkan mata, hingga gumanan-gumaman kecil dari bibirnya.

Dibawah meja, kedua tangan Felix saling meremat. Gugup itu mampir lagi. Ia takut berekspektasi tinggi, namun ia tak bisa tahan diri untuk taruh harap.

"Oke!" Chan tutup lembar terakhir naskah Felix. Chan kulum senyumnya ketika ia dapati wajah pucat Felix didepannya. Bisa ia tebak jika Felix tengah gugup setengah mati.

"Jujur, buat saya.."Chan dengan jahil ulur kalimatnya. Ia hampir ledakkan tawanya saat Felix terlihat berkali-kali lebih gugup dari sebelumnya. Tak beda jauh dari Felix, disampingnya pun, Changbin tak kalah gugupnya. Kedua hal itulah yang membuat Chan harus menahan gelinya.

"Saya suka sekali sama konsepnya, alur ceritanya, angle penceritaanya, karakter-karakter tokohnya, dan yang paling saya suka di endingnya. Plot twis. Itu yang jarang sekali saya temui dari penulis-penulis saya" review jujur Chan setelah baca draft 1 naskah Felix dan juga kerangka cerita.

Felix dan Changbin secara bersamaan hembuskan nafas lega mendengar uap Chan. Rasa gugup itu berkurang sedikit. Rasa optimis mulai rasuki relung hati mereka.

"Kalau saya bisa memutuskan sendiri, saya sudah pasti akan meloloskan cerita 'Jika esok masih punya waktu' ini" Chan mengelus tumpukan naskah Felix didepannya yang sangat berharga.

TUTUR BATINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang