Anak pertama, Nyawa Genang. Seorang yang perfeksionis, ribet, tapi lucu sih sedikit. Bang Nyawa sudah 25 tahun hidup di dunia, sudah di pastikan seperempat abad ia menghirup yang namanya oksigen lebih lama dari kita sebagai adiknya. Bang Nyawa bekerja di salah satu perusahaan yang cukup besar di tengah ibukota. Jabatan yang mumpuni sebagai laki-laki muda, belum beristri, pekerja keras dan tampan, kata dia. Di gandrungi banyak perempuan tak menggoyahkan imannya sebagai laki-laki setia pada satu wanita, kata dia. Bang Nyawa memacari seorang wanita muda usia satu tahun di bawahnya sejak mereka duduk di bangku sekolah menengah pertama. Namanya, Cinta. Cantik dan sholehah, calon istri idaman. Kak Cinta bekerja sebagai Guru sekolah dasar di sebuah sekolah internasional.
Anak kedua, Bentang Asa. Seorang yang penyayang, romantis, dan sangat ambis. Saking ambisnya dia suka heboh dan tidak sabaran. Terkadang menjengkelkan, tapi aku tetap sayang dia. Bang Bentang aktif berorganisasi, segala macam organisasi pernah ia ikuti. Menjadi sukarelawan adalah salah satu hal mulia yang sering ia jalankan. Di usianya yang beda 3 tahun dari Bang Nyawa, dia berhasil menjadi laki-laki yang sukses dengan caranya sendiri. Bang Bentang adalah laki-laki jomblo, tampan, dan dermawan. Cita-citanya bukan jadi jutawan, tapi laki-laki mapan dan banyak kawan. Mendapatkan istri idaman menurutnya bukanlah cita-cita, tapi tanggung jawabnya sebagai laki-laki yang beriman dan sanggup menjadi imam.
Anak ketiga, Rasi Bintang. Seorang yang hiperaktif, cerdas, dan cerewet. Layaknya google, Teh Rasi tau apapun jawaban yang kita tanyakan. Tidak salah jika dia berhasil menjadi dosen muda di usianya ke 20 tahun di salah satu Universitas ternama, menyambang gelar Strata 2 atau Magister tidak menghalangi apapun yang ingin ia lakukan. Menjadi atlet renang adalah impian terbesarnya dari kecil sampai saat ini. Banyak kejuaraan yang ia pernah ikuti dan berhasil memenangkannya. Katanya, ada kepuasan tersendiri saat ia berada menyatu bersama air, ia bisa mengekspresikan segala perasaan yang di rasa dan menuangkan beban pikirannya dengan tenang.
Anak keempat, Arti Kata. Seorang yang lucu, cerdas, murah senyum, dan baik hati. Bang Arti, suka sekali dengan alat musik. Lebih tepatnya alat musik tradisional, segala macamnya bisa ia mainkan. Suaranya pun tak kalah merdu dari suling bambu. Berbagai lomba menyanyi selalu ia ikuti dan juarai. Bang Arti sekolah di SMA yang populer. Banyak anak berbakat yang menjadi siswa-siswinya. Persaingan yang cukup ketat tidak meruntuhkan mental dan juara umum dari segi akademis yang ia pertahankan. Banyak wanita yang mencoba untuk menarik perhatiannya, tapi ia tidak pernah memedulikannya. Ia hanya fokus pada apa yang lebih penting saat ini sebagai seorang anak yang masih sekolah.
Anak kelima, Lukis Dimensia. Seorang yang ceplas ceplos, jutek, dan apa adanya. Anak bungsu yang di paksa menjadi dewasa karena keadaan yang menuntutnya seperti itu. Harus bisa mengerjakan segalanya sendiri, tidak melulu bergantung pada orang lain. Berada di sekolah yang berhadapan langsung dengan gedung sekolah Bang Arti tidak menjadikan itu suatu keuntungan juga, banyak sekali penggemar Bang Arti yang menitipkan berbagai macam hadiah yang merepotkan. Jika ingin tahu apa yang aku rasakan selama ini, mengesalkan tiap hari membereskan meja yang penuh dengan hadiah. Menanggapi orang-orang yang mengikutiku saja sudah mengganggu, di tambah lagi dengan para penggemar Bang Arti yang selalu membuntuti. Entah apa yang ada di pikiranku saat memilih sekolah ini sebagai sekolah menengah pertamaku, sepertinya aku sedikit menyesalkan. Itulah aku.
Ayah, Waktu Jua. Seorang laki-laki paruh baya yang berhasil mendidik anaknya menjadi kuat dan tidak mudah menangis. Bekerja sebagai pegawai negeri sipil dengan gaji yang tidak begitu besar untuk menghidupi 5 orang anak. Kehidupan yang saat ini serba berkecukupan berhasil kami rasakan atas kerja kerasnya selama ini. Mudah bercanda, dan tidak pernah memaksakan kehendaknya sepihak tanpa mendengarkan pendapat anaknya. Berusaha untuk adil dengan porsi kebutuhan anaknya masing-masing. Karena menurutnya adil tidak selalu sama.
Ibu, Cerita Dia. Seorang wanita paruh baya yang berumur 48 tahun, 2 tahun lebih muda dari suaminya. Wanita yang berhati lembut , lucu, dan mudah tersenyum. Yang tidak pernah mengeluh sedikitpun tentang tugasnya sebagai ibu rumah tangga. Memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya sebagai perawat ketika memiliki anak. Ia tidak ingin melukai hati anak-anaknya karena tidak menemui figur ibu yang seharusnya selalu ada di sampingnya. Melihat tumbuh kembangnya dan mengabadikan setiap momen berharga dalam hidup anaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
PRINCETTA
Teen FictionTentang kisah sebuah keluarga dengan 5 orang anak yang masing-masing punya cerita perjalanan hidupnya, awalnya yang berada dalam fase makan dalam meja yang sama sampai pada akhirnya perlahan menemukan kebahagiaan masing-masing di luar sana. Akankah...