"KALO lo mau punya banyak temen dan disegani sama semua orang. Lo harus punya ekskul di sekolah ini. Lo harus kreatif. Jangan cuman diem aja di dalem kelas terus gamau bersosialisasi. "
Kata-kata itu masih aku ingat sejak tiga tahun yang lalu. Disaat semuanya belum berubah sama sekali. Disaat tidak ada seorang pun yang ingin berteman denganku. Mungkin, tidak pernah terpikirkan olehku akan kehilangan dirinya. Karena aku yang terlalu membuatnya tidak ingin dekat denganku. Hingga akhirnya ia pergi begitu saja, tanpa memikirkan dampak nya terhadapku.
Ku pikir ia akan pergi, namun dia kembali.
***
Bandung, tahun pertama sekolah.Cuaca hari ini sangatlah panas. Meskipun Bandung, tetap saja hari ini adalah hari ter-panas yang aku rasakan. Kuncir dua dengan pita berwarna - warni menghiasi rambut sebahu ku. Acara penerimaan siswa baru akan dilakukan hari ini. Jujur saya, aku sangat sulit dalam berorganisasi ataupun beradaptasi dengan murid lainnya. Aku termasuk orang pendiam. Namun bagaimana lagi, aku harus beradaptasi dengan sekolah baru ini.
Tas berwarna merah ini menjadi peganganku sedari tadi. Rasa gugup mulai menghantuiku. Aku takut dengan saat-saat seperti ini. Apalagi jika harus bersosialisasi, rasanya sangatlah sulit dari rumus matematika manapun. Mataku berkeliling mencari seseorang. Ia memerintahkan agar aku menunggunya di depan mading. Tapi, sudah hampir setengah jam ia belum datang juga.
"Putri Stella Raisa. Sini!"panggil seorang wanita yang sudah menggunakan seragam sekolah ini. Ia adalah kakak kandungku. Natasha Adriana.
"Kak, apa acara nya masih lama? Aku sudah malu dikuncir dua seperti ini. Kapan dimulainya? Sudah hampir jam sepuluh pagi."gerutuku kepada Natasha. Aku tahu dia yang menyusun semua agenda penerimaan siswa baru ini.
"Kamu yang sabar dong. Kenalan aja dulu sama temen-temen kamu yang gemesin itu. Lagipula dari dulu masih aja sama ya. Kamu itu emang ratunya males bersosialisasi. " ledek Naatasha dengan tertawa.
"Males aja bersosialisasi. Bukan bakatku."singkatku dengan jutek.
Semua kericuhan berhenti seketika seorang lelaki yang sepertinya juga dalam masa orientasi sekolah itu menuju kearah lapangan. Semua orang memperhatikannya, termasuk diriku. Apakah dia artis sebelumnya? Atau dia idola disekolah ini? Tidak mungkin. Bahkan dia memakai atribut MOPDB seperti ku.
"Namanya Aldi Arkana. Dia tidak naik kelas. Jangan sampai kamu naksir sama dia. Pokoknya dia itu anak paling susah dibilangin di sekolah ini. Dan dia juga ----" kata Natasha mulai bercerita.
"MINGGIR LO SEMUA."Kata Aldi dengan berteriak. Pandangan lelaki itu sangatlah sangar sekali. Dan semakin membuatku takut untuk bersosialisasi di sekolah ini.
"Itu bukan seberapa. Masih sekitar 1% dari sikap aslinya Aldi. Tenang aja, dia sebenernya baik kok. Tapi sayangnya belum pernah ada orang yang dibaikin sama dia. "
Aku menganga tidak percaya. "Mati banget gue kalo nanti bisa sekelas sama dia. Sikapnya sangar gitu. Mainannya senggol bacok kali ya?"
Acara dimulai dengan pidato sambutan kepala sekolah yang menurutku sama sekali tidak ada pentingnya. Berbicara hanya untuk dirinya sendiri tanpa memikirkan pikiran para siswa yang mendengarkan pidatonya dengan baik. Panas matahari mulai membuatku lelah. Ku perhatikan sekelilingku mulai sibuk dengan dunia mereka sendiri.
"Hai.." sapaku dengan tersenyum. Namun sama sekali mereka tidak membalas.
Begitu berat untuk bersosialisasi di sekolah ini.
Sambutan anggota OSIS serta pengenalan diri mereka satu per satu. Aku memperhatikannya dengan seksama hingga seseorang tiba-tiba saja melemparkanku sebuah kertas dengan tulisan yang bisa dikatakan sangatlah jelek jika dibandingkan denganku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Indivisible [1/1 selesai ]
Teen FictionAldi menghampiriku dengan tatapan tidak bisa diartikan. "Kalo lo mau punya banyak temen dan disegani sama semua orang. Lo harus punya ekskul di sekolah ini. Lo harus kreatif. Jangan cuman diem aja di dalem kelas terus gamau bersosialisasi." Katanya...