Bagian II

3 0 0
                                    

"Kamu sudah menghubunginya kan?"

"Belum." Jawabku.

Dia menepuk dahinya. Menyayangkan waktunya yang telah digunakan untuk hal yang sia-sia.

"Memang benar keraguan ku saat di jalan tadi, kamu belum benar-benar siap. Jangankan aku, kamu pun ragu dengan keputusanmu sekarang. Terus, kita ke tempat ini hanya untuk menunggu hal yang tidak pasti?"

Memang selalu seperti ini. Pasti dia menceramahi ku jika aku melakukan kesalahan. Dari awal bertemu dengannya pun dilihat dia bukan orang yang pendiam. Senang mengkritik. Itu hobinya. Untungnya aku sudah terbiasa dengan hal ini.

"Oke, baiklah. Mungkin kamu ingin mengenang tempat ini. Tapi jangan lupa sama tujuan awalmu itu. Jangan sampai kamu melewati kesempatan ini. Dia pernah menawarkanmu untuk bertemu sebelumnya tapi kamu malah menolak ajakan itu. Sekarang? Kita ke sini tanpa tahu kejelasan tentang dia ataupun kamu sendiri."

Dia menghela nafas.

Aku masih merenung. Kemana keyakinanku di awal tadi? Ayolah, Amir. Jangan buat kawanmu kecewa. Dia selalu menemanimu sampai sekarang, mendukungmu di segala kondisi. Aku mulai mencoba mengatur perasaanku. Aku menghela nafas.

"Lalu, mau mu gimana, Mir?" Tanyanya.

"Kita tunda besok ya."

***

Seminggu setelah kejadian lalu. Setiap harinya aku merenung di rumah. Sendirian. Dengan suara-suara rumah yang lebih sunyi dari sebelumnya. Hanya aku sendiri. Berbaring di kasur setipis dua jari. Di ruangan yang tidak lebih dari enam petak. Menghirup udara yang tercampur bau sungai dan asap pabrik. Namun tiap hirupan tidak seperti biasanya. Lebih sesak. Lebih sulit untuk menerima kenyataan bahwa kini aku sendiri.

"Amiirr!" Seseorang memanggilku setiap harinya dari luar.

Ya. Itu Adam. Ia menyempatkan sebelum dan setelah bekerja untuk menjenguk ku. Sesekali aku biarkan ia masuk. Meski di dalam kami tidak berbicara apapun. Hari ini aku tidak menjawab panggilannya. Tiga menit kemudian ia pergi, dan meninggalkan bingkisan di depan rumah.

Aku menghargainya. Kutinggalkan sepucuk kertas menjelaskan keadaanku hari ini. Saat aku tidak menginginkannya masuk, aku tuliskan sesuatu untuknya. Seminggu selalu seperti ini. Aku sesak. Lebih sesak daripada tinggal di ruangan enam petak.

Huufftt.

Keesokan harinya tidak ada kemajuan apapun, sama seperti biasanya. Namun kebisingan di luar tidak seperti biasa. Aku penasaran. Memangnya hari ini ada pembagian sembako lagi? Ini kan belum awal bulan.

Aku keluar dari ruangan enam petak ini. Melangkah melihat kerumunan orang dari sumber kebisingan tersebut. Ada apa?

Adam berlari ke arahku.

"Syukurlah kau mau keluar sekarang. Hari ini sangat kacau." Ucap Adam sambil mengatur nafas karena kelelahan

"Kenapa, Dam?" Tanyaku.

"Ada petugas!"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 11, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Bertemu di Pesisir KotaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang