Bagian 02: Abi's Room

2.1K 73 6
                                    

———

"Mas Abi,"

Lelaki itu mengangkat pandangannya. Tatapan sayu Arazella bertemu dengan netra gelap Abiya. Arazella tidak punya daya; tampak lemah—seperti yang diinginkan kakak sulungnya. Menyadari hal itu, ujung bibir Abiya terangkat—terlihat kejam.

"Ara sudah kenyang, Mas." Sambung Arazella, mengutarakan keinginan hatinya sembari memelintir beberapa jemari—gugup.

"Ara boleh kembali kekamar?" Kali ini tampak ragu. Arazella menunduk, lalu merutuki ucapannya. Tidak ada tanggapan dari Abiya. Ini menjadi sinyal yang buruk.

Detik berikutnya, Arazella memekik kaget, kala Abiya tanpa pertanda mengangkat tubuhnya yang kecil menaiki tangga menuju lantai dua. Kedua lengan Arazella secara spontan bertaut pada leher Abiya. Arazella mendengus pelan. Sudah menjadi kebiasaan lelaki itu untuk bertindak semaunya.

Beberapa langkah, Arazella akan terbebas dari Abiya. Rasanya sangat lega. Tetapi hal itu tak berselang lama. Arazella membulatkan matanya kala Abiya melewatkan dua pintu dari kamarnya. "Mas Abi, pintu kamar Ara yang itu." Tunjuk Arazella pada kusen pintu berwarna pink.

"Kamu tidur di kamar Mas." Final. Ucapan Abiya tidak dapat diganggu gugat. Arazella menatap nanar pada sekeliling ruangan bernuansa hitam kelam. Dari setiap ruangan yang ada di rumah megah itu, Arazella paling menakuti kamar Abiya—begitupun dengan pemiliknya.

Badan kecil Arazella meringsut pelan, kala ia dicampakkan pada kasur empuk bernilai ratusan juta. Situasi semakin menjadi-jadi saat Abiya membuka kemejanya dengan gerakan sensual yang disengaja. Lalu bergabung, memeluk Arazella erat dengan tubuh polosnya.

Deru napas keduanya memenuhi ruangan untuk beberapa saat. Kemudian Abiya berpindah mulai menyesap leher telanjang Arazella, sedangkan gadis itu meliuk pelan menahan desahannya. Abiya tidak peduli, ia meninggalkan jejak adalah kesukaannya.

Arazella hampir saja kehabisan akal untuk mencegah perbuatan tercela Abiya tanpa kembali menyinggung amarah lelaki itu. Hingga akhirnya Arazella teringat pesan pada pesan Arrando yang dapat menghentikan Abiya.

"M-Mas Abi," Cicit Arazella, dengan seperempat keberaniannya.

"Jangan mengganggu kesenangan Mas, Ara." Semakin liar, Abiya mengambil posisi diatas Arazella, seakan-akan sedang menimpa tubuh adiknya.

"M-Mas Abi, dengerin Ara sebentar ya." Ujar gadis belia itu kembali. Sembari tangan mungilnya mengusap punggung terbuka Abiya dengan sangat lembut. Biasanya, melalui taktik seperti ini kakak lelakinya itu akan luluh.

Voila! Benar saja, Abiya lantas melunak, "Okay, fine. Kamu mau ngomong apa, Ara?" ia mengangkat kepalanya menunggu perkataan Arazella selanjutnya.

"Mas Ando tadi titip pesan ke Ara, Mas." Arazella tak mampu meninggikan pandangannya, ia tengah ditatap dengan seksama oleh Abiya. "Besok pagi-pagi banget kami harus pergi kerumah Aunty Cherly. Soalnya Mbak Cilla mau menikah hari Selasa, Mas." Abiya tak bergeming, lelaki itu pun tak menampilkan ekspresi apapun. "Undangannya Ara letakin diatas meja ruang tamu ya Mas." Sambung Arazella, menguatkan pernyataannya.

Tanpa diduga, Abiya menjatuhkan tubuh kekarnya disamping kanan Arazella. Lalu merengkuh lebih erat badan mungil adiknya itu. "Siapa yang nyuruh kamu pergi berduaan sama Ando?"

Arazella menengadah, menatap lebih jauh pada raut wajah kakaknya itu. "M-maaf Mas Abi, T-tapi kemarinkan...,"

"Mas ikut." Putus lelaki itu tanpa memberi celah untuk digugat. "Sekarang kamu tidur." Perintah Abiya selanjutnya, lantas menuntun kepala Arazella untuk berbaring didadanya. Gadis itu menurut, ia tidak ingin memancing pertikaian yang membawanya kembali pada situasi yang sulit.

The Bad BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang