pukul dua malam sydney menyusuri trotoar dengan hati kelam. bertelanjang kaki dengan sepatu menggantung di tangan dan pikiran di awang-awang. sudah terhitung tiga jam sejak sydney mematahkan hati pemuda hunter, kakinya sudah kebas berjalan, meminta untuk diistirahatkan, tapi hatinya menolak enggan.
sydney merasa seperti orang paling berdosa di semesta, tapi untuk nathan dan cintanya yang sehalus sutra, maaf sydney tidak bisa terima. bagi seorang sydney yang terlahir dari kasarnya dunia, cinta nathan adalah hal yang tabu untuknya. dan untuk hunter yang sedang berpatah hati, frustasinya sydney tolong dimengerti.
hembusan nafas kasar menjadi lantunan sendu malam. suaranya mengalahkan riaknya sungai. ada sepasang mata di belakang; memerhatikan pundak aruni yang makin lama makin merosot. seperti pohon tanpa akar, dan kapal tanpa jangkar.
takut jika dibiarkan terlalu lama jiwanya akan babak belur, dia bertanya dengan suara lirih. “sudah selesai?”
banyak-banyak dia ambil nafas, menyimpannya dalam paru-paru, dan semoga tidak akan dia buang untuk menghela kasar. dia menghadap belakang, menatap lekat pemuda yang eksistensinya begitu penting dalam hidupnya, kemudian mengangguk.