SPECIAL CHAPTER

139 17 6
                                    


"Your soul is a wave to my soul"


Walau sudah menikah, hidup Irene masih sama seperti sebelumnya. Hal yang membedakan hanya ia tak lagi tidur sendirian, dia sudah tinggal bersama suami dan dua anaknya, selebihnya sama saja. Ah ya, satu lagi yang berbeda. Sekarang ia lebih sering memasak. Jika sebelumnya di rumah orang tuanya, ia hanya bisa makan dan jika di rumah Jisoo pun ia hanya memerintah atau memesan dari luar sekarang ia lebih sering menyiapkan makan bersama suami atau anak-anaknya. Bukan karena tuntutan suaminya tapi karena lebih baik ia yang memasak dibanding harus makan masakan suaminya, yang mana anak kembarnya pun lebih memilih makan nasi dan kimchi saja.


Irene merebahkan diri di tempat tidur Somi, sementara putri sambungnya itu sibuk melipat baju. Terhitung sudah enam belas hari Irene berstatus sebagai seorang istri sekaligus seorang ibu. Irene menatap deretan pakaian di lemari Somi, manik matanya menangkap dress putih milik Bona. Ia menopang dagunya dan menatap Somi.

"Aku dengar kau membeli dress putih itu dari Bona"


"Itu dress yang kau pakai ke pesta temanmu itu kan?" Lanjut Irene.


"Hm, aku suka dress itu" balas Somi masih sibuk memasukan pakaian ke dalam lemari.


"Sepertinya memang begitu, kau bahkan memakainya ke pernikahan Jinwoo samchon" ucap Irene.


Shit, gadis yang baru saja menginjak usia dua puluh tahun itu diingatkan kembali dengan fakta jika cinta pertamanya memang sudah berakhir. Somi memang sengaja memakai dress itu walau sebelumnya ia sempat berdebat dengan ayahnya karena pakaiannya terkesan tidak sopan dan terlalu terang untuk acara pernikahan; sebenarnya ia ingin menunjukan jika perasaannya belum berakhir. She did fall hard for him.


"Aku sengaja memakai warna putih karena aku masih belum terima jika dia menikah" balas Somi asal.


"Sesekali pergilah main keluar, kau hebat dalam hal "flirting". Tapi kenapa susah sekali untuk move on? Why?"


"No one like him"


"Iya, tapi dia sudah menikah. Bahkan istrinya sudah melahirkan"


Somi berbalik menatap Irene.


"Ibu tahu dari mana?"


"Ayahmu yang mengatakannya"


Sebenarnya Somi tidak begitu terkejut, wajar saja istrinya Jinwoo melahirkan. Jinwoo dan istrinya dewasa dan sehat. Tapi, di sisi lain Somi masih setengah tidak percaya, itu artinya dia memang harus segera melenyapkan perasaan yang tidak seharusnya ia miliki.


"Kau pernah berkencan dengan seseorang?"


"Ani"


"Jatuh cinta selain dengan Jinwoo samchon?"


"Tidak pernah"


"Itu artinya kau perlu banyak-banyak bertemu pria, amati; jangan asal jatuh cinta. Usia mu baru dua puluh tahun. Hidupmu masih panjang jangan disia-siakan"


"Masih ingat dengan nasehat ayahmu kan?" Ucap Irene.


"Untuk tidak hidup seperti ayah yang dulu" balas Somi.


"Kau mau ke klub malam akhir pekan ini?" Tanya Irene.


"Kita pergi berdua?"


"Kau pikir ayahmu akan mengizinkan? Mustahil" balas Irene


"Ajak Hyunsuk"


"Lebih mustahil lagi Hyunsuk pergi ke klub malam. Dia pasti dia lebih memilih live streaming game"


"Bagus, itu menghasilkan uang"


"Ajak Bona" ucap Irene.


"Benar juga"

=================

Sesuai rencana, Somi pergi ke klub malam bersama Bona dan Jisoo. Irene baru pulang dari mengantar ibunya ke rumah saudara mereka, dan suaminya masih sibuk di studionya bahkan sampai hampir jam sepuluh malam dia belum keluar dari sana. Irene bosan, ia masuk ke kamar Hyunsuk yang memang sudah terbuka, karena Somi tidak menutupnya setelah merampok jaket kulit milik saudara kembarnya itu.

"Mau pesan makanan?" Tanya Irene berjalan ke arah Hyunsuk.


"Ne" balas Hyunsuk masih dari depan komputernya.


Irene mendekat ke arah Hyunsuk agar putranya itu memilih menu.


"Oh mianhae, kau sedang live? kenapa tidak bilang" ucap Irene menjauh dari sorot kamera.


"Gwenchana" balas Hyunsuk masih melihat layar dekstop.


"Mereka bilang ibu cantik" ucap Hyunsuk mendongak menatap Irene.


"Annyeonghaseyo, gomawo yeorobun..." Irene menatap ke kamera dan melambaikan tangannya dan tertawa.


"Aku mau jjampong dan kepiting ini" ucap Hyunsuk.


"Ok"


Irene pergi meninggalkan Hyunsuk dengan aktivitasnya dan langsung ke studio untuk menghampiri Mino lagi. Dia bisa mati bosan jika Somi tidak di rumah. Hyunsuk dan Mino sibuk dengan pekerjaan mereka.

Irene hendak masuk ke studio, studio yang sebelumnya tenang kini penuh dengan suara Marvin Gaye yang menyanyikan lagu Got To Give It Up, ia membuka pintu dan mendapati seorang pria dengan sleeveless shirt hitam dan celana jeans, menjepit rokok di jari tangan kanannya tengah menari kecil mengikuti musik. Irene tidak bisa untuk tidak tersenyum.


"What are you doing right now?? Recreate Eric Knox's scene?"


Mino tersenyum dan mengangguk.


"looks sexy tho" ucap Irene lalu duduk di sofa dan tersenyum menggoda suaminya.


Mino mendekatinya, memindah rokoknya ke tangan kiri dan mengulurkan tangan kanannya mengajak Irene ikut menari. Dia menerima uluran tangannya dan ikut menari kecil.

Perempuan itu memeluk suaminya, dan tertawa lagi masih sambil mengikuti gerakan tubuh suaminya.

"Ige mwoya?"

"Just groovin'" balas Mino tertawa kecil, Irene tidak bisa berhenti tertawa.

Irene mencium bahu Mino.

"Kau belum mandi?"

"Belum"

"Ya!"

"Siapa yang menyuruhmu menciumnya?" Ucap Mino menertawakan istrinya.

Belum ada satu menit, Irene berhenti menari.

"Sudahlah, pergi mandi sekarang"

"Hmm"



Mino dan Irene sedang duduk di ruang tengah menonton acara TV ketika pesanan makanan datang. Mino keluar menerima pesanan sementara Irene sibuk menelfon Hyunsuk yang masih berada di kamarnya.


Hyunsuk membantu Irene membuka bungkus makanan sementara Mino mengambil minum ke dapur.


"Tadi nenekmu membawakan galbi untukmu" ucap Irene pada Hyunsuk.


"Kenapa tidak memberitahuku sebelumnya? Tahu begitu aku tidak membeli kepiting"


"Ambil sana, aku yang makan kepiting ini"


"Okay" balas Hyunsuk tersenyum dan langsung berlari ke dapur.


"Di mana Somi?" Tanya Mino


"Pergi dengan Bona dan Jisoo"


"Pergi ke klub malam" ucap Hyunsuk bersamaan dengan Irene tapi dengan jawaban yang berbeda.


"Pergi ke klub malam dengan Jisoo dan Bona, kau tidak perlu khawatir" ucap Irene.


"Dia tidak minta izin padaku" Mino mulai menaikkan suaranya.


"Aku yang menyuruhnya" balas Irene, membuat Hyunsuk dan Mino menatapnya.


"Alasannya? Dia anak perempuan, bagaimana bisa kau membiarkannya pergi party tanpa pengawasan?" ucap Mino.


Hyunsuk berhenti makan, ia menurunkan sumpit, tentu saja dia mulai khawatir jika orang tuanya bertengkar.


"Dia pergi dengan dua orang wanita dewasa, kau jangan paranoid terus seperti itu. Dia sudah dua puluh tahun"


"Tetap saja dia perempuan.."


"Ayah jangan marah, Somi tidak pergi sendiri ada bibi Jisoo dan bibi Bona yang menjaganya"


"Aku tidak marah, perbedaan pendapat seperti ini wajar"


"Aku akan katakan alasannya nanti, sekarang nikmati saja makananmu" ucap Irene seraya mengusap punggung Mino.


"Kau juga" ucap Irene pada Hyunsuk.

==============

Hyunsuk sudah kembali ke kamar, Irene sedang mengeringkan rambutnya di kamar sementara Mino duduk di sofa ruang tengah yang selesai ia bersihkan.

Setelah selesai Irene menarik buku sketsa di mejanya, ia baru mengambilnya dari meja belajar Somi. Ia beranjak dari kursi dan berjalan masuk ke studio Mino lalu mengambil dua botol bir kemudian menuruni tangga menuju ruang tengah menghampiri suaminya.

Perempuan itu memberikan sebotol bir pada Mino yang duduk bersandar di sofa.


"Kenapa kau menyuruhnya ke klub malam?"


"Tentu saja untuk bersenang-senang, dia harus banyak menjalin pertemanan dan belajar membaca karakter orang. Ada Jisoo di sana, dia bisa menjaga Somi dan Bona"


"Lagi pula, aku yakin ada orang lain yang mengawasi dan menjaga mereka. Kekasih Bona sangat protective"


"Dan Somi terobsesi dengan Jinwoo, kau tidak menyadari itu?" Tanya Irene.


"Itu dulu sebelum Jinwoo menikah"


"Kau yakin?"


"Hm"


"Aku baru menyadarinya beberapa hari yang lalu ketika aku mencium perfume milik Jinwoo saat kita berkunjung ke rumahnya. Wanginya sama persis dengan milik Somi"


"Mungkin kebetulan mereka memakai brand yang sama"


"Bisa saja, atau karena Somi memang sengaja memilih wangi yang sama. Tapi bagaimana jika setelah lebih dari satu tahun pria itu menikah dan Somi masih terfokus padanya?" Tanya Irene memberikan buku sketsa yang cukup tebal itu pada Mino.


"Tiga lalu aku tidak sengaja melihatnya di meja ruang baca, aku pikir itu buku sketsa biasa jadi aku membukanya. Ada tanggal di setiap gambar, dan gambar terakhir yang ia buat tertanggal dua puluh tujuh, lima hari yang lalu. Atau mungkin dia membuat gambar baru lagi"

Mino membuka buku sketsa itu dan sebuah foto seseorang yang ia kenal jatuh.

"See"

"ada satu gambar yang mencengangkan" Irene mengambil seketsa itu dan mencari gambar yang ia maksud.


"Gambar ini, dia membuat gambar seperti ini. Dan menariknya dress ini terlihat familiar kan? Dress putih yang ia pakai ke pesta temannya, kita yang mengantarnya waktu itu. Ada tanggalnya di sini"


Mino melihat gambar sepasang pria dan perempuan berciuman. Bahkan dengan detail bulan dan awan.


"Sudah setahun lebih Jinwoo menikah tapi Somi masih seperti ini. Jika bukan obsesi lalu apa?"


Mino membuka lembar demi lembar buku sketsa itu, hampir tidak percaya jika benar Somi yang menggambarnya.

"Dress putih yang mirip dengan gambar itu juga ia pakai ke pernikahan Jinwoo"


"Dress itu milik Bona, dia bahkan membelinya. Bona yang mengatakannya padaku. Dari sekian banyak dress kenapa dia membeli yang bekas, sementara dia bisa membuat yang baru dengan model yang sama"

Kepala Mino seketika pening, ini mulai terasa menakutkan.


"Dia cukup tertutup, temannya hanya beberapa, hal yang ia lakukan itu-itu saja, cara pelampiasan stressnya juga seperti itu. Dia suka meromantisasi kebodohannya" ucap Irene.


"Apa kita biarkan dia kuliah di luar negri saja?" Tanya Mino tiba-tiba.


"Kau yakin? Dia pergi ke klub malam saja kau seperti itu, belagak mau membiarkannya kuliah ke luar negri" balas Irene menarik selimut tipis dari bawah bantal sofa dan membentangkannya.


"Sering-sering ajak dia pergi, jika kau punya kenalan anak seumurannya coba kau kenalkan. Yang dibutuhkan sekarang adalah distraction, dia harus tertarik dulu dengan orang lain"


"Usianya masih dua puluh tahun, kau mau menjodohkannya?"


"Oh Lord, tertarik bukan berarti mereka harus menikah sayang" Irene menjadi kesal sendiri.


"Kau memanggilku apa?" Ucap Mino mulai menggoda Irene, ia mencondongkan badannya ke arah Irene.


"Kembalikan bukunya ke meja belajar di kamar Somi" ucap Irene.


"Kau yang mengambilnya, kau juga yang harus mengembalikan"


"Kau kembalikan, lihat juga apa yang sedang dilakukan Hyunsuk" ucap Irene.


Mino menghembuskan nafas dan beranjak dari duduknya lalu mencium pucuk kepala Irene dan berjalan ke kamar Somi.

Sebenarnya Mino juga bingung terlebih dengan seketsa yang mencengangkan itu. Apakah itu fantasi putrinya atau memang kejadian nyata, apalagi ia tahu bagaimana Somi sangat men-treasure dress putih itu. Tapi baik itu fantasi ataupun kenyataan, dua-duanya sama-sama tidak baik untuk putrinya.


Mino mengetuk pintu kamar Hyunsuk, anak itu masih duduk di depan komputer tapi sibuk bermain game dengan ponsel di tangannya.

"What are you doing boy?"


"Main game" balas Hyunsuk.


"Ayah tidak bertengkar dengan ibu kan?"


"Tidak"


"Untung saja, aku kira kalian bertengkar dan ibu menyuruh ayah tidur di luar"


"Tenang saja, itu tidak akan terjadi"


"Berhenti bermain game setiap hari and get a life son. Bermainlah keluar, olahraga"


"Aku sudah melakukannya yah. Bahkan tanpa party, aku lebih bahagia dari Somi. Aku punya banyak teman"


"Jika kau pergi keluar, ajak kakakmu. Supaya dia tertular bahagia"


"Aku sudah sering mengajaknya, dia selalu bilang sibuk. Mau bagaimana lagi"


"Ya sudah. Cepat selesaikan lalu pergi tidur"


"Ne.."



Mino menghampiri Irene yang bersandar di punggung sofa sambil menonton TV. Ia duduk di sampingnya dan menyandarkan kepalanya ke bahu Irene.


"Menurutmu apa gambar pasangan itu hanya imajinasi Somi atau benar-benar terjadi?" Tanya Mino.


"Jika itu benar-benar terjadi memang apa yang akan kau lakukan?" Irene balik bertanya.


"Jika itu benar terjadi, Jinwoo hyung sudah gila"


"Sebenarnya mau itu hanya imajinasi atau nyata terjadi. Yang harus kita lakukan hanya mencoba menghilangkan obsesi Somi"


"Aku ingin mengajaknya ke psikolog tapi itu terlalu jelas, dia mungkin akan berpikir jika aku menganggapnya sakit" lanjut Irene.


"Pelan-pelan coba kita cari caranya" ucap Mino, Irene mengangguk pelan setuju.


"Cukup soal anak-anak, bagaimana denganmu. Are you happy?"


"Tentu saja" balas Mino.


"Jujur saja, kau merasa kesal karena aku sering menolak untuk melakukannya kan?" Ucap Irene.


"Biasa saja, aku paham maksudmu. Kau juga sering mengatakannya, ada anak-anak di rumah"


"Tapi aku kesal jika kau menolak ciuman atau pelukanku. Itu sedikit berlebihan" lanjut Mino menegakkan tubuhnya lalu meletakan tangan kanannya ke belakang badan Irene.


"Kau juga harusnya sadar kondisi, aku sedang sibuk mengurus banyak hal dan kau tiba-tiba memelukku"


"Ok, noted it. Tapi sekarang kau jauh lebih baik dalam mengekspresikan perasaanmu dibanding dulu"


"Hm, setelah kau mengkritikku habis-habisan di bulan ketiga kita berkencan"


"Hal seperti itu memang harus dikomunikasikan, tujuan kita ke pernikahan kan" balas pria itu menarik kepala Irene dan mencium pelipis kirinya.


Sementara dari lantai dua, Hyunsuk merasa lega. Tentu saja ia takut jika orang tuanya bertengkar, jadi melihat kedua orang tuanya seperti itu membuatnya lega dan dia bisa tidur dengan tenang sekarang.

Mino benar Irene berubah banyak setelah beberapa kali debat kecil hingga besar saat mereka setahun berkencan, dia pun sama.

Irene yang dulu sering bereaksi seperti batu tapi ketika agresif, serigala saja lewat; tapi itu jarang sekali terjadi. Dalam perdebatan perempuan itu harus selalu menang, ia mendominasi semuanya tapi sekarang hal itu sudah berkurang, yang diajak berdebat juga sangat santai jadi dia terbawa ritme.

Perempuan itu dulu tidak suka bermanja-manja dengan pasangannya karena ia merasa harus menjaga harga diri tapi sekarang dia mulai sedikit tidak tahu malu walau ia juga membatasi diri seperti jangan melakukan kontak fisik berlebihan di depan orang lain.

Irene menyandarkan kepalanya di bahu Mino, keduanya menonton TV.

"Kau mau pergi liburan ke mana?" Tanya Mino menarik selimut tipis untuk menutup kakinya.


"Bali? Paris?"


"Jika di Bali apa yang akan kau lakukan?"


"Entahlah, Tidur?"


"Di Paris?"


"Tidur"


"Untuk apa menghabiskan banyak uang untuk tiket pesawat dan hotel hanya untuk tidur? Kau bisa tidur sepuasnya di rumah" balas Mino


"Tapi ada Hyunsuk dan Somi" bisiknya lalu tertawa kecil menggoda Mino.


Mino menatap Irene dan tersenyum menantang.


"Sudah jam satu malam, ayo pindah ke kamar" ucapnya beranjak berdiri dan menarik Irene.


"Gendong aku di punggungmu" ucap Irene tertawa lalu merentangkan kedua tangannya.

==============


Irene dan Mino sudah sibuk di dapur, Irene sibuk mengupas kentang sementara Mino sedang mencuci peralatan makan yang mereka gunakan tadi malam. Hyunsuk masuk ke sana dan menyapa mereka.

"Morning" ucapnya


"Morning"


"Ada yang bisa aku bantu?"


"Potong wortelnya" balas Irene


"Bagaimana? Seperti biasanya, memanjang atau kotak-kotak?"


"Seperti ini" ucap Irene mengambil pisau di tangan Hyunsuk dan memberi contoh.


"Okay"


"Nanti sore aku pergi main basket dengan Jihoon ada sparing basket di kampus"


"Pergilah, ajak Somi kalau dia mau" balas Irene.


"Memang Somi sudah pulang?"


"Katanya dia pulang nanti siang, dia tidur di rumah Bona"


"Ooo...."


"Biar aku yang mengupasnya" ucap Mino pada Irene, tentu saja Irene langsung memberika alat pengupasnya pada Mino. Ia beranjak dari tempat duduknya dan mencari panci.

"Kita sarapan apa?"


"Kari" balas Mino setengah mengejek Hyunsuk karena ia tahu putranya itu tidak suka makan kari. Dulu Hyunsuk bisa makan ramyun ketika yang lain makan kari tapi sekarang apa yang akan dia lakukan.


"Sounds good" ucap Hyunsuk dengan nada ceria tapi dengan menatap jengkel ayahnya.


Hampir setengah jam mereka berkutat di dapur akhirnya sarapan mereka sudah tersaji di meja makan. Seperti biasa Hyunsuk yang memimpin doa, sejak tinggal di sana Irene menjadi lebih religius.

"Selamat makan"

Irene yang memang tidak tahu jika Hyunsuk tidak suka makan kari sibuk dengan makanannya sementara Mino mengunyah makanannya sambil melihat Hyunsuk.

"Bagaimana enak kan?" Tanya Mino.

Hyunsuk mengangguk.

"Hm, rasanya tidak seperti kari biasanya. Rasanya ringan"

"Jangan berlebihan" balas Irene

"Aku tidak berlebihan, aku biasanya mual jika makan kari"

"Kau tidak suka kari?" Tanya Irene, dibalas anggukan oleh Hyunsuk sementara mulutnya sibuk mengunyah.

"Dia tidak bisa makan kari"

"Kenapa kau tidak bilang?" Ucap Irene pada Mino

"Kau sudah menyiapkan bahan-bahannya"

"Lain kali jika aku masak makanan yang kalian tidak suka. Katakan saja"

"Tapi ini enak, aku tidak bohong. Ibu bisa memasak kari ini lagi"

"Jinjja?"

"Ne"

"Lain kali kita makan ini dengan katsu"



Irene baru saja selesai membantu Hyunsuk merapikan pakaiannya, ia turun ke lantai satu dan mendapati Mino tengah tiduran di sofa.

"Wae?"

"Sepertinya aku demam" balas Mino menarik tangan istrinya dan meletakannya di jidatnya.

"Sudah minum obat?"


"Sudah barusan"

Irene membantu mengangkat kepala Mino lalu ia duduk di sampingnya, dan membiarkan Mino menggunakan pahanya sebagai bantal.


"Tidurlah"

Mino baru tidur selama dua puluh menit ketika suara Somi berdenging di telinganya.

"Ssstt..ayahmu sedang sakit"

"Semalam ayah baik-baik saja, wae?"

"Ayahmu kelelahan dan kurang tidur"

Mino bangun dari tidurnya.

"Semalam kau tidak bertindak kelewat batas kan?" Ucapnya.

"Tentu saja tidak, Jisoo eonni sama cerewetnya dengan ayah"


"Lalu itu apa yang kau bawa?" Tanya Irene.


"Ah ya, ini kado pernikahan untuk ibu. Aku, Bona eonni dan Jisoo eonni yang memilihnya" ucap Somi memberikan shopping bag itu pada Irene. Senyum anak itu mengembang.

Hyunsuk yang sudah memakai tshirt dan tas punggung turun dari lantai dua.


"Noona, mau ikut menonton pertandinganku?"


"Di mana?"


"Di SNU"

Irene mengeluarkan kotak ukuran sedang dari shopping bag, ia menarik pitanya dan membuka kotak itu; membuka kertas penutupnya. Irene mengangkat hadiahnya long dress spaghetti strap berwarna peach berbahan lace belahan tinggi. Bukan hanya Irene yang tercengang Mino pun sama. Irene menatap suaminya. Menyuruh Somi hangout dengan Jisoo dan Bona tidak baik untuk jantungnya.


"Segera putuskan Paris atau Bali?" Mino tertawa menggoda Irene. Mino seketika langsung sembuh dari sakitnya.


"Ck"


"Kenapa kau membeli ini?" Ucap Irene pada Somi yang masih sibuk bicara dengan Hyunsuk.


"Karena itu cantik"


"Pakaian macam apa itu? Ibu jangan memakainya itu bukan pakaian, transparant seperti itu"

"Bagaimana bisa kau membeli pakaian semacam itu? Kebanyakan alkohol otakmu semakin tidak sehat" Hyunsuk memulai sesi ceramah rutinnya.


"Ini undergarment, tidak mungkin juga keluar memakainya" balas Irene.


"Kau kebanyakan main game juga otakmu semakin tidak sehat" balas Somi.


"Gameku menghasilkan uang, alkohol yang kau minum menghabiskan uang" balas Hyunsuk.


"Tidak usah berisik aku membelinya dengan uangku sendiri"


Telinga Mino dan Irene mulai pengang.


"Ayo istirahat di atas, mereka berisik sekali" Mino berdiri menarik tangan Irene dan naik ke lantai dua.




THE END

Special chapternya udah dipost ya jangan ditagih lagi

ini ceritanya skip masa satu tahun Minrene dating, someday kalau gw punya waktu bakalan bikin work yang nyeritain masa satu tahun itu, di masa satu tahun itu juga banyak debat dan ribut mereka.

work gw ke depannya bakal di update di akun ini guys, jadi pantengin akun ini terus ja.....









Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 16, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

KATARSIS (SPECIAL CHAPTER)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang