Kedatangan keduanya disambut oleh para maid dan juga bodyguard yang berjejer rapi di sepanjang pintu masuk. Adrianna merasa tertegun dengan tradisi pada keluarga ini. Selama ini dia tinggal bersama Marcus yang tingkat kemewahannya biasa - biasa saja jika dibandingkan dengan Mc. Kenzie yang seorang billionaire.
Demi menyelamatkan hidup Bibi, aku telah hidup terpisah dengan Adrian dan juga kedua orang tua ku. Dan kemewahan seperti ini tak pernah ku rasakan selama 17 tahun ini. Batin Adrianna sedih.
"Memikirkan apa, hum?" Suara bariton yang terdengar seksi telah menggelitik pendengaran, mengusik pikiran Adrianna dari lamunannya sejenak. Adrianna tersenyum sembari memberitahu Adrian bahwa tak ada yang dia pikirkan kecuali kerinduannya pada rumah ini.
"Apa kau masih mengingat semuanya? Kau meninggalkan rumah ini saat usia mu 3 tahun, Adrianna."
"Tentu saja aku ingat." Berpadukan dengan tatapan meremang. Kilau birunya tak lagi bergelombang indah. Keindahan tersebut bergantikan dengan kemelut awan hitam yang siap menumpahkan kemurkaannya atas penderitaan yang telah membelenggunya selama 17 tahun lamanya.
Seolah paham dengan racun yang kini bersarang dalam otak cantik Adrianna. Adrian langsung menselancarkan godaan demi menepis banyaknya kesedihan yang menyelimuti kelembutan wajah Adrianna yang selembut kain sutera.
Sebelah tangannya Adrian terparkir apik pada pundak ramping. "Omong kosong kalau kau masih mengingatnya, Adrianna. Saat itu usia mu masih sangat kecil. Aku yakin kau pun tak lagi mengingat masa - masa itu."
Ditatapnya Adrian dengan tatapan yang tak biasa. "Mana mungkin aku melupakannya, Adrian. Sampai maut menjemput pun ... " Adrianna sengaja menjeda ucapannya. Seketika lidahnya terasa kelu beriringan dengan kilau birunya yang memanas seketika.
"Kesedihan itu sudah sangat lama, Adrianna. Untuk apa kau masih mengingatnya, hum?"
Bibir ranum tersenyum miris. "Aku tak akan pernah bisa lupa pada kejadian waktu itu. Ingatan pada rumah ini melekat kuat di dalam diriku, Adrian. Setiap detik dan juga menitnya terekam jelas di dalam memori ku. Tangisan Mom dan penjemputan paksa oleh Mr. Marcus masih melekat kuat di dalam ingatan ku."
Adrian mendekat lalu, mengusap puncak kepala Adrianna dengan penuh rasa sayang. Seketika tatapannya meremang berselimut penyesalan. "Sorry ... "
"Kenapa harus meminta maaf? Untuk apa kau meminta maaf?" Berpadukan dengan kernyitan.
"Karena harus kau yang melewatkan masa sulit selama 17 tahun ini, Adrianna." Seandainya waktu itu bisa ditukar oleh ku. Aku pun rela aku yang pergi meninggalkan rumah ini. Maaf karena selama 17 tahun ini kau harus menderita atas kesalahan yang sama sekali tidak kau lalukan. Masa kecil kita yang bahagia pun harus terenggut secara paksa. Dan mulai detik ini aku janji Adrianna, bahwa senyuman itu akan selalu ada dibibir mu. Lanjutnya dalam hati.
"Sudahlah, lupakan saja." Berpadukan dengan usapan lembut pada lengan kekar. Bibir pink merona itupun mengulas senyum. Sebuah senyuman yang entah sejak kapan kini bagai candu bagi Adrian. Tidak mau semakin tenggelam ke dalam keintiman yang bisa mengikis habis kendali diri. Dia pun langsung mendorong bahu ramping menuju lift. "Mandilah! Kamar mu ada di atas."
"Lalu, kau mau ke mana?"
"Aku tunggu di ruang santai." Berpadukan dengan tatapan menajam pada Sara. "Antarkan Nona Adrianna! Layani Nona Adrianna layaknya Tuan Puteri."
"Baik, Tuan Muda." Ucap Sara sembari membungkukkan badan.
"Silahkan, Nona Adrianna." Sembari mempersilahkan seorang Adrianna untuk berjalan lebih dulu. Sementara Adrian, tatapannya meremang pada pintu lift yang mulai menutup. Rasa kehilangan menggeliat melalui kilau peraknya. Namun, seketika tersentak ketika Adrianna mengerling berpadukan dengan pintu lift yang menutup rapat.
Entah ini nyata atau perasaan Adrian saja, yang jelas kerlingan Adrianna bagaikan sinyal kuat atas perasaan wanita itu padanya. Shitttt, mikirin apa sih aku ini? Dia itu Adik-ku. Adik kandung ku. Tak seharusnya ku biarkan kegilaan ini menghinggapiku. Kesalnya dalam hati.
Tidak mau semakin tenggelam ke dalam kegilaannya sendiri. Langkah kakinya melenggang pada ruang santai. Adrian terlihat sedang memanjakan tatapannya pada layar laptop memantau perkembangan perusahaan Mc. Kenzie. Sialnya dia pun tak lagi bisa fokus pada layar di depannya ini. Perhatian dan fokusnya hanya berpusat pada satu nama yaitu Adrianna Mc. Kenzie.
Oh, Tuhan kegilaan seperti apakah ini? Batin Adrian sembari mengusap kasar wajahnya berpadukan dengan hembusan nafas lelah. Tidak mau semakin terhimpit di antara perasaan terlarang. Dia pun melenggang menuju taman belakang. Sebelah tangannya terlihat sedang menyandar pada dinding berpadukan dengan tatapan yang tampak kosong menatap pada hamparan bunga mawar yang sedang bermekaran.
Sama sekali tidak ada yang menarik perhatiannya selain aroma dari semerbak mawar yang dapat merileks pikiran. "Apa yang kau lakukan di sini?" Suara yang terdengar sangat meneduhkan membuatnya menolehkan wajahnya berpadukan dengan senyum tipis. "Mom ... "
"Mana Adrianna?"
"Dia ada di atas sedang mandi."
"Lalu, apa yang kau lakukan di sini, Adrian? Kenapa tidak kau temani Adrianna mandi?"
Adrian tersentak hingga memutar bola matanya. "Mommy ... Adrian - Adrianna, bukan Anak kecil lagi. Saat ini Adrianna sudah berusia 20 tahun dan Adrian sudah berusia 25 tahun. Kami berdua sudah remaja, Mom."
Alyne tampak mengulas senyum berpadukan dengan usapan hangat pada lengan sang putra. "Kau benar. Rasanya Mommy ga percaya bahwa Adrianna kembali ke rumah ini lagi setelah 17 tahun lamanya." Nada suara Alyne terdengar bergetar bercampur dengan linangan air mata. Diusapnya bulir - bulir air mata yang mengaliri pipi mulus Alyne. "Masa sulit itu telah terlewati, Mom. Dan sekarang ini Adrianna telah kembali ke tengah - tengah keluarga ini lagi."
"Apa yang kalian berdua lakukan di sini, hum?" Tanya Adelard beriringan dengan langkah kaki mendekat. Melihat kedatangan sang suami, Alyne pun langsung berhambur ke dalam pelukan. "Kita berdua sedang membicarakan tentang, Adrianna."
Adelard langsung membulatkan bola matanya hingga tatapannya pun membeliak seketika. "Apa Adrianna sudah kembali?"
Alyne mengangguk terharu dan bersamaan dengan itu air mata kembali menetes membasahi pipinya yang mulus. "Rasanya aku masih ga percaya bahwa Putri-ku kembali ke rumah ini. Putri-ku telah kembali ke pelukan kita lagi." Ucapnya dengan berlinangan air mata.
"Putri kita telah kembali. Besok harus kita adakan party besar - besaran untuk menyambut kedatangan Putri Mc. Kenzie."
"Hm, kau benar sayang. Aku setuju dengan mu. Kedatangan Putri-ku harus kita sambut dengan sangat istimewa."
"Itu pasti sayang ku. Kemarilah! Peluk Suami-mu ini!"Disuguhi keromantisan yang terasa menusuk ke kedalaman manik perak membuat Adrian menggeliat rasa tak nyaman. Pikirannya pun kembali menggila bahwa kini pemandangan yang sangat indah didepan sana adalah dirinya dan Adrianna.
Ini gila. Benar - benar gila. Kau ... benar - benar sudah gila, Adrian. Batinnya beriringan dengan langkah kaki menjauh dari sana.
🍁🍁🍁
Next chapter ...
KAMU SEDANG MEMBACA
FORBIDDEN LOVE [Adrian - Adrianna]
DragosteSkandal percintaan seperti apa yang paling ingin kalian hindari? Skandal percintaan sesama rekan kerja, bisnis, artis, model, atau justru skandal percintaan sedarah? Lalu, bagaimana jika kalian terlibat di dalamnya? Bagaimana jika perasaan cinta itu...