2 - Layangan Putus

816 89 15
                                    


Happy Reading

Hari minggu adalah hari yang paling menyenangkan bagi Aya. Selesai beberes rumah tadi pagi, ia langsung mengurus pesanan korean milk Ayaya untuk dikirim kepada para reseller dan customer tercintah. Biasanya kurir baru akan mengambilnya siang nanti. Setelah itu Aya menumpuk draft tiktok. Jadi sekarang Aya bisa self healing dengan menonton film. Salah satunya menonton web film yang lagi hype.

Beberapa menit berjalan di episode terbaru, awalnya biasa saja. Lama - lama Aya geregetan dan hampir melempar gelas ke televisi 40 inchi itu, tapi ngga jadi karena masih proses kredit. Jadi Aya melempar dengan cemilan saja agar tidak merusak televisi. Tak bisa menampik bahwa film yang ditontonnya memang menguras emosi, Aya mulai menguras tisu untuk mengelap air matanya.

"Kurang ajar, Mas Puci...eh, Mas Aris! Untung bukan laki gue!" Aya menyobek - nyobek tisunya lalu ia sebar di ruang keluarga. Rumah yang sudah bersih, berhamburan lagi dengan tisu.

"Tapi gue kalau jadi selingkuhan Mas Tom, mau banget," gumam Aya mengkhayal sendiri, "...sama Mas Aris? Najis. Ngga sudi! Ini siapa sih yang bikin skenario? Pengen gue cekek!" Aya makin emosi, matanya melotot. Tisu makin bertebaran sebagai luapan kemarahan menonton.

°°°

Aya lalu flashback ke masa lalu. Dimana saat itu ia tengah mengandung janin Christy. Puci yang begitu menyayanginya, perhatian pada Chika dan dirinya. Pulang kerja tepat waktu dan membawakan makanan kesukaan mereka. Betapa romantis dan bahagianya keluarga kecil Aya waktu itu. Uang gaji yang sebagian diserahkan untuk Aya simpan untuk keperluan keluarga.

Waktu Puci mulai sering ditugaskan di luar kota, tidak ada kecurigaan apapun karena Puci selalu mengabarkan baik lewat telepon dan video call. Semua berlangsung baik - baik saja. Paling lama Puci pergi selama dua hari.

Suatu hari saat Puci pulang kerja, Aya mencium parfum yang wanginya bukan milik Puci. Manis, vanilla, rose. Wangi parfum perempuan. Tapi Aya tidak curiga, masih tetap berpikir positif. Mungkin saja tadi Puci bertemu rekan kerja atau klien, tak sengaja bersentuhan dan wanginya menempel. Cukup masuk akal dan membuat Aya tenang.

Masalah baru muncul ketika Aya menemukan sebuah kalung rantai emas dengan liontin bertuliskan 'Rancid'.

Tentu Aya murka, apa arti itu? Ran? Rania? Aran? Ranti? Jaran? Keran? Ci sudah pasti Puci. Tapi 'd'? Apa? Ngga mungkin kan Deni, Dino. Masa ada orang lain? Apa Puci Darling? Entahlah. Aya tak bisa menduga sejauh itu. Aya langsung saja melabrak suaminya saat itu.

"Ini apa, Abi? Ini apa?!!" Aya menunjukkan kalungnya.

"Ya itu kalung lah. Masa pentol?" jawab Puci.

"Nenek sebelah juga tau ini kalung, tapi kalung siapa? Ini apa? Rancid siapa? Kamu selingkuh kan?! Jawab! Kok ga dijawab! Ayo jaw—"

Puci mendekap mulut Aya, "Ngomong mulu! Kapan aku jawabnya!?"

"Buruan"

Puci menghela nafas panjang. Sedang lah. Kepanjangan ngga selesai - selesai ntar. Ulangi. Puci menghela nafas sedang, jantungnya berdegup kencang, darahnya sampai berdesir begitu cepat.

"Itu memang bukan punya kamu."

"Lalu punya siapa?!!" teriak Aya.

Di kamar sebelah, Chika sampai terbangun mendengar keributan di kamar kedua orang tuanya. Ia keluar dan menangis tersedu melihat Papa dan Mamanya berantem. Padahal sejauh yang Chika tahu, mereka rukun - rukun saja dan tak pernah ribut.

"Punya...Irlie," jawab Puci jujur.

"Irlie? Irlie siapa? Ngaku!!" Aya memukul dada Puci sampai bunyi Netflix. Deng deng.

CRIKAYA [One Shot]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang