BT2

24 7 0
                                    

Hai-hai, gw balik lagi. Masih anget nih dan baru netes, bantu ramein yok.

>>>>

      Biyan menatap semangat kearah sekitar, seorang pria dengan usia matang berdiri dibelakang anak laki-laki itu.

"Udah dua jam Biyan, tapi temanmu belum juga datang." Keluh pria itu dengan wajah datar. Biyan menengok, menatap kesal pria yang notabene ayahnya sendiri yang penuh keluhan sendari tadi.

"Papa bisa diem gak? Ini belum dua jam." Kesal Biyan dengan wajah mengkerut dalam, memperlihatkan bahwa dia benar-benar kesal.

Sedangkan pria paruh baya itu mendengus, anaknya ini memang keras kepala. Harusnya hari Minggu adalah hari full time dengan istrinya tapi malah hancur karena rengekan Biyan.

Tiba-tiba saja, dari arah samping taman. Seorang anak laki-laki yang umurnya tak jauh dari Biyan meneriaki namanya dengan lantang, tangannya melambai ke atas beberapa kali.

Bukan hanya satu tapi ada lima anak, dengan satu anak saja yang memanggil nya dengan antusias.

Dahi Biyan mengeryit, dia tak kenal dengan mereka. Lalu tatapannya berbalik kearah ayahnya yang juga menatap anaknya bingung.

Katanya tadi hanya satu anak perempuan, tapi kenapa malah lima orang anak laki-laki sekaligus.

"Kamu kenal?" Tanya Pria itu kepada Biyan kala menyadari tatapan bingung anaknya.

Biyan dengan cepat menggeleng, lalu kembali menghadap kedepan. Sekarang Biyan dapat melihat mereka dengan jelas, dan tentu Biyan masih tak mengenal mereka.

"Kamu beneran Biyan?" Tanya salah satu dari mereka, rambutnya terbelah ditengah. Lalu pakaian mereka, memakai baju putih yang memiliki renda rendah didada dan ada warna hitam disepanjang ujung baju, ditambah beberapa logo yang sama sekali tak Biyan ketahui.

"Iya, kalian siapa?" Tanya Biyan dengan wajah yang ketara sekali kalau anak laki-laki itu sedang bingung.

"Kita temennya Tara." Jawab salah satu dari mereka.

Mata Biyan seketika berbinar, lalu berkeliaran seakan mencari sosok anak perempuan yang sudah dia anggap sahabat nya.
"Terus Tara mana?" Tanya Biyan lagi, kini tatapannya sedikit meredup namun tak memungkiri bahwa dia masih senang. Senang karena memiliki teman lagi dan senang akan bertemu sahabatnya lagi, Tara.

"Tara gak ada, dia gak disini lagi." Jawab anak tadi dengan raut polos, namun ucapannya sangat ambigu.

Biyan langsung lesu, tapi tetap bertanya lagi. Menurutnya tak ada kehadiran Tara disini membuatnya sedih dan ada yang mengganjal dihatinya.

"Emang Tara kemana? Dia kemarin janji sama Biyan kalo mau ajak Biyan latihan bareng." Tanya Biyan lagi dibarengi alasan.

Mereka saling pandang, seakan enggan menjawab. Lalu salah satu dari mereka menjawab dengan lugu dan polosnya.
"Tara gak tinggal disini lagi, kemarin orangtuanya jemput Tara. Terus pagi tadi, Tara pamitan sama kita. Dia suruh kita buat kesini nemuin kamu sekaligus ajak kamu latihan bareng."

Mendengar itu, bibir Biyan langsung melengkung kebawah. Wajahnya tampak berkaca-kaca, seakan jika sekali kedip. Maka air mata akan jatuh.

Dia langsung berbalik ke arah pria dibelakangnya, wajahnya tampak menyedihkan karena mencoba menahan tangis. Biyan ingat kata-kata Tara.

"Laki-laki itu harus kuat! Pantang nangis, gak kayak Biyan cengeng. Biyan laki-laki atau bukan?"

"Papa Tara gak pergi gak pamitan sama Biyan!" Sebagai gantinya, Biyan tak menangis tapi mengamuk.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 20, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BianTaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang