Hadiah Untuk Ayah

591 34 4
                                    

Brurb:

Takdir tengah mempermainkan mereka, seakan sedang menari diatas tangisnya.

__________

Pagi menyongsong bumi, mentari mulai berpijak pada tempatnya. Cahaya terang menembus tirai putih dan mengusik seorang pria yang masih tenggelam dalam mimpi. Perlahan ia membuka mata, menerjap untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke retinanya. Kepalanya masih berdenyut sakit, efek alkohol yang ia tenggak hingga tak sadarkan diri.

Setelah cukup lama mengumpulkan kesadarannya, ia bangkit dari tempat tidur dan berjalan menuju kamar mandi. Mungkin air dingin dapat meringankan rasa sakit kepalanya.

Selesai dengan rutinitas pagi, ia bersiap untuk berangkat ke kantor, memakai kemeja, dasi, dan terakhir mengenakan jas dengan warna senada. Meskipun tanpa senyum yang menghiasi wajahnya, namun ia tetap terlihat sangat tampan.

“Selamat pagi tuan Singto, sarapan anda sudah siap.” Ujar bibi Nam—asisten rumah tangga.

Pria yang dipanggil Singto itu hanya mengangguk, kemudian berjalan ke meja makan. Mengambil posisi untuk duduk dan menyantap makanannya tanpa berkata sedikit pun.

“Maaf tuan, saya mau mengatakan jika tuan Krist sedang sakit, badannya demam tinggi.” Ujar bibi Nam lagi.

Singto hanya melirik kemudian melanjutkan makannya tanpa membalas apapun. Bibi Nam yang tidak mendapatkan jawaban apapun dari majikannya pun hendak pergi.

“Kau urus dia dan bawa dia ke rumah sakit, ini uangnya.”

Singto memberikan beberapa lembar uang diatas meja lalu ia pergi meninggalkan rumah tanpa berkata apapun lagi. Sedangkan wanita paruh baya itu langsung menuju kamar tuannya yang lain.

Bibi Nam membawa Krist ke rumah sakit diantar oleh supir. Setelah sampai, bibi Nam meletakkan tubuh Krist pada bangsal rumah sakit dan meminta dokter untuk memeriksa keadaan Krist.

“Keluarga pasien?” Tanya dokter pada bibi Nam.

“Saya asisten rumah tangga dok, ayahnya sedang sibuk dan dia sudah tidak memiliki ibu.”

“Baiklah. Sudah berapa lama pasien mengalami demam seperti ini?”

“Mungkin 3 atau 4 hari dok, tapi dia sempat sembuh dan bisa bersekolah. Tadi pagi tiba-tiba dia panas lagi.” Jelas bibi Nam sembari mengingat-ingat.

“Saya akan mengambil darahnya untuk uji laboratorium, karena dari gejala yang saya lihat, pasien mengalami demam berdarah. Tapi saya belum bisa pastikan sebelum mendapatkan hasil uji lab. Apa anda bersedia?”

“Lakukan apa saja asal dia bisa sembuh, dok.”

Suster mengambil darah Krist dan membawanya ke laboratorium untuk pemeriksaan lebih lanjut. Sedangkan suster yang lain tengah memasang selang infus pada lengan anak berusia 5 tahun itu.

“Tuan Krist kuat, tuan Krist harus sembuh, bibi akan selalu mendo'akan tuan.” Bisik bibi Nam pada Krist yang masih memejamkan matanya.

Tak terasa air mata mulai membasahi pipinya, ia merasa kasian pada anak yang tidak berdosa itu. Bagaimana seorang anak selalu diperlakukan dengan kasar oleh orang yang dipanggilnya 'ayah'. Krist sangat menyayangi ayahnya, bahkan ketika Singto membentaknya sekalipun ia tetep peduli padanya.

Oneshoot [SingtoKrist]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang