Duit Atau Tiud

4K 327 24
                                    

 

            Aku anak orang miskin yang tinggal dalam sebuah rumah sederhana yang nggak akan berubah jadi istana raja dalam sekejap. Karena itulah dalam hidupku aku mencoba untuk berhemat dan irit sebisa mungkin. Tapi orang selalu menganggapku pelit. Begitu juga dengan si kejam Tiud, mahluk paling aneh dengan nama aneh yang numpang di rumahku dari kecil sampai sekarang. Sebenarnya dia cukup manis. Waktu kecil dulu dia sempat terpilih jadi model cilik tingkat RT/RW. Aku juga sempat iri pada otaknya yang pakai Speedy itu. Dulu aku sempat memimpikan kepintarannya yang selalu dia tutupi. Seandainya saja aku sepintar dia, aku akan menggunakan kepintaranku untuk menghitung biaya hidupku lima tahun mendatang, seiring dengan pergantian presiden.

            Tiud nggak pernah marah, nggak pernah dapat nilai dibawah tujuh, nggak pernah nakal, selalu jadi juara kelas, nggak pernah bersikap kasar pada orang lain selain padaku. Terus terang aku nggak tahu kenapa dia begitu membenciku. Mungkin karena aku selalu mengungkit soal dia yang numpang seumur hidup di rumahku. Dia anak siapa, dapat darimana, hasil persilangan apa dengan apa saja aku nggak tahu! Lalu haruskah aku berbagi segala yang menjadi hakku? Oh no, kalau Cuma berbagi uang seratus rupiah atau sepotong roti saja aku rela. Tapi kalau harus berbagi segalanya dengan dia? Najis! Ayahku, ibuku, istanaku, nggak akan. Lagipula Ayah dapat dia darimana, sih sampai Ayah harus mengurusnya? Padahal punya anak cowok satu saja masih mata duitan begini gara-gara menyesali nasib miskinnya. Dulu kenapa Ayah masih sok dermawan dengan menampung dia di rumah ini padahal dia kan cuma akan mengurangi jatah makanku. Aku kan cowok, dan makanku cukup banyak walaupun aku nggak bisa gemuk. Si Tiud bilang katanya aku cacingan.

            “Cepetan, Cacing! Lelet amat,sih?” Tiud menggerutu di balik pintu kamar mandi. Mendengar Tiud berteriak di balik pintu, aku semakin memperlambat mandiku.

            “Bentar lagi, deh! Tanggung, nih masih kurang satu lagu!” teriakku dari balik pintu. Tiud menggedor-nggedor pintu kamar mandiku.

            “Buruan, Cacing! Udah jam setengah tujuh, tau!” teriakan Tiud kali ini membuatku berhenti menyiram air ke tubuhku sejenak. Aku membuka pintu dan mengintip jam yang terpasang di atas kamar. Jarum panjang ada di angka sembilan dan jarum pendek menuju angka tujuh. Jam tujuh kurang seperempat!

            “Tiud gila!!! Loe gak bisa baca jam atau sengaja ngerjain gue, hah?!”,aku kelabakan dan keluar dari kamar mandi hanya dengan menggunakan handuk di pinggang.

            “Salah sendiri, biasanya loe nggak pernah percaya sama gue!” Tiud terkekeh penuh kemenangan. Aku keluar dari kamar mandi sampai menubruk Tiud di depan pintu.

            “Eit...mau kemana, loe?” aku menahan tangannya.

            “Ya mandi, lah!” Tiud menunjuk ke dalam kamar mandi.

            “Ngapain mandi segala? Buruan, kita udah telat. Nggak usah mandi,deh! Pake deodoran sama parfum aja sono!” suruhku galak.

            “Apa? Enak aja!”

            “Nggak usah bawel,deh! Siapa yang bos di sini?” semburku lagi.

            “Salah loe, tau! Loe kelamaan di kamar mandi!” dengan terpaksa Tiud menuruti ucapanku dengan wajah dongkol sambil mengomel. “Padahal kita bisa mandi bareng! Kita sama-sama cowok, kan?” sambungnya dongkol lagi-lagi. Aku meliriknya sadis.

Duit Atau Tiud (ONESHOOT - BXB)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang