4

276 23 5
                                    

Tengah malam, Boby tiba-tiba terbangun dari tidurnya, sekujur tubuhnya dibasahi keringat, nafasnya pun terengah-engah seperti habis berlarian. Ia pun meraba ponsel yang berada di samping bantalnya.

"Ck, masih jam segini" Decak Boby kesal. Ia mendapati sekarang masih tengah malam, tidak berselang lama sejak ia berhasil memejamkan matanya.

"Mimpi itu lagi, haah" Boby menghela nafasnya sambil berjalan ke kamar mandi. Mimpi buruk yang dialaminya lagi-lagi berhubungan dengan Shani. Pertemuan singkatnya tadi secara tidak langsung mempengaruhi pikirannya.

Meskipun Boby terlihat fine-fine saja ketika bersama Anin, begitu ia pulang dan sampai di apartemennya, kesepian kembali melanda hatinya, seolah ada sebuah lubang besar yang menembus dadanya. Tampaknya memang tidak semudah itu melupakan Shani.

Apakah memang sesulit itu untuk move on? Entahlah, setidaknya begitu yang dirasakan Boby saat ini. Akhirnya ia memutuskan untuk menyalakan televisinya agar bisa mengalihkan kegalauan dan overthinkingnya itu.

.

Di hari Minggu pagi yang tenang ini, mata Boby masih terasa berat karena jam tidurnya semalam yang kurang. Sejak terbangun tadi malam, ia tidak bisa kembali tidur nyenyak. Setelah bergelut dengan kegelisahannya sepanjang malam, tiba-tiba saja jam sudah menunjukkan pukul 4 pagi, akhirnya setelah menunaikan sholat shubuh ia memutuskan untuk membaca buku sampai matahari terbit.

Siang nanti Boby berencana untuk menyelesaikan pekerjaannya di coffeeshop, hal yang sering ia lakukan sejak dulu. Ia lebih suka mengerjakan tugasnya sambil menyendiri ketimbang beramai-ramai, agar lebih fokus dan tidak kedistract katanya. Boby juga senang berkeliling ke coffeeshop di sekitarnya, sekedar mencari suasana baru atau nongkrong bersama teman-temannya, tahu sendiri lah sekarang tiap 100 meter berdiri kafe, kita tidak akan pernah kehabisan kafe untuk dikunjungi.

Ia sudah merencankan kafe yang akan ia kunjungi hari ini sejak semalam ketika tidak bisa tidur. Tepat jam 12 siang Boby berangkat ke tempat tersebut, tidak lupa membawa laptop dan beberapa arsip yang masih berhubungan dengan pekerjaannya. Meskipun ia relatif mengabaikan semua pesan yang berhubungan dengan kerja di akhir pekan, ia tidak serta merta melepas tanggung jawabnya, toh Sabtu kemarin sudah ia gunakan untuk refreshing sejenak, jadi Boby menggunakan hari Minggu untuk menyelesaikan sisa assignment di kantornya agar hari Senin besok kerjaannya di kantor tidak terlalu berat.

"Yaah, rame banget nih tempat. Apa gara-gara hari Minggu ya? Padahal masing jam segini juga, haah" Boby menghela nafasnya, tak disangka tempat yang ia kunjungi sekarang sudah padat pelanggan. Untungnya kafe ini berbasis working space yang notabene digunakan untuk mengerjakan tugas, jadi tidak terlalu berisik. Ia hanya berharap masih ada tempat tersisa di kafe ini.

Boby menyusuri lantai 1, semua kursi telah terisi dan terbooking. Dengan terpaksa ia naik ke lantai 2, sayang di atas juga cukup padat. Daripada mencari tempat lain dan membuang waktu di jalan, Boby akhirnya berpikir untuk antri dan menuliskan namanya di waiting list, dengan wajah sedikit malas ia turun ke bawah untuk bertanya ke kasir.

"Kak!" Suara itu memanggil Boby yang baru saja melintas di samping mejanya. Leher Boby sangat berat untuk menoleh ke belakang, ia tahu sumber suara itu, itu adalah Shani. Entah kenapa ia tidak menyadari keberadaan Shani tadi, mungkin karena Boby lebih fokus mencaru tempat kosong dibanding mengamati pengunjung di kafe ini.

Kalau satu kali adalah kebetulan, lantas apakah dua kali masih bisa disebut kebetulan? Apalagi dalam jangka waktu yang singkat. Benang merah seolah mengikat mereka berdua, dari sekian banyak kafe dan waktu yang bisa dipilih, kenapa bisa Boby bertemu Shani lagi? Sesempit itukah dunia?

Akatsuki no UtaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang