Kisah 1

18 0 0
                                    

Ku-awali tulisan ini di tengah rembulan yang bersantai menunggu pagi datang. Lantunan lagu bergema menggambarkan perasaanku. Aku sengaja tidak meneguk secangkir kopi agar jemariku menulisnya dengan rasa kantuk yang bergeliat. Merasa sedihku hari ini belum sepenuhnya tersingkirkan walaupun tadi siang, tawaku menggambarkan seolah duniaku berjalan sejuk. Namun, tiba di rumah saat senja tadi, aku memikirkan segala hal suram. Aku mencoba bermain dengan kucing peliharaan baruku, namanya Bluewy, si mata biru. Tetes mataku membuat pupil Bluewy mengikuti alirannya. Tersadar, bahwa sedih yang kurasa, hanya kubagi dengan tetes air mata. 

Rasa sedih yang memuncak membuat kepala ku berputar seakan otak dan pikiran tidak saling berhubungan. Yang ku cari hanya ketenangan, alias menghilang atas segalanya. Berharap Tuhan mengabulkan sebuah permintaan untuk menghentikan detak jantungku. Membayangkan betapa senangnya diriku disebut banyak orang dan diingat oleh semua orang yang aku sayangi. Terlintas dibenakku, benarkah pikiran nekat ku ini? memang aku ini siapa? beraninya meminta takdir yang jelas Tuhan sudah tentukan. 

Ku usap air mataku kala ini. Mulai memikirkan bagaimana rasanya mati tanpa meninggalkan hal baik, bagaimana hidup di dunia lain tanpa kehadiran orang tua. Aku tertunduk, memikirkan bahwa aku tak seharusnya larut begini, semua hal indah datang dan pergi. Mungkin diri ini hanya khawatir untuk berdiri sendiri. Khawatir atas semua cakap orang lain. Namun, Kusadari semua itu hanya bisikan setan yang berkedok seolah itu adalah hal terbaik yang kucari selama ini. Beruntung Tuhan menyelamatkan ku kali ini. 

Kuharap selalu begitu. 

Resah, bolehkah?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang