1.2 Omake

206 14 1
                                    

Buk!

Suara halus terdengar di tengah kicauan burung di pagi hari. Itu adalah suara anak panah yang menembus kertas di papan yang digunakan sebagai sasaran. Aku berdiri dengan gugup di dalam bayangan gedung sekolah.

Setiap pagi Heeseung selalu melatih keterampilan memanahnya. Ketika dia terlihat penuh semangat di pagi hari, entah kenapa itu membuat diriku bersemangat juga —Jaeyun bukan tipikal anak yang rajin, di sekolah-sekolah terdahulunya ia bahkan termasuk anak yang sering absen di kelas.

Sangat menarik melihat Heeseung menarik busur dengan tatapan tajamnya. Aku terlalu malu untuk melihatnya lebih dekat. Aku mengintip beberapa saat, memperbaiki seragam sekolahku dan mengambil napas dalam-dalam.

'Oke Jaeyun! Bersikap seperti biasa.'

"Pagi Heeseung."

Aku menyapa Heeseung layaknya tiap hari aku menyapanya, riang dan ceria.

Heeseung menghentikan latihannya ketika ia melihatku mendekat. "Pagi."

'Ahh! Keren sekali!'

Heeseung mempunyai suara yang dalam dan lembut. Keren! Hatiku berdetak kencang, namun aku terus berjalan mendekat, dengan berpura-pura tenang. Seperti biasa aku hanya berpura-pura tidak sengaja lewat.

"Kamu datang pagi lagi ya hari ini."

"Mn. Kamu juga."

"Mn, sampai jumpa di kelas Heeseung! Semangat latihannya!" Dengan cepat aku pergi, malu dan senang di saat yang bersamaan.

"Iya, sampai jumpa." Aku mendengar suara lembutnya dari belakang.

Aku melihat punggung Heeseung yang sedang duduk di bangku taman, dia terlihat membaca sesuatu. Ah! Aku yakin itu buku tentang orang mati didalamnya. Dia memiliki punggung lebar dan tegap yang terbungkus seragamnya. Hanya memandanginya dari balik jendela seperti ini sudah cukup membuat pipiku bersemu merah.

Hari itu, aku melihatnya. Seorang gadis menyatakan cintanya kepada Heeseung di parkiran sekolah. Gadis itu meraih bagian bawah seragamnya

"Heeseung. Sebenarnya aku..."

"Ada apa?"

Suaranya tenang, tetapi dingin. Aku bersembunyi di balik sepedaku, melirik wajahnya sekilas. Ia tidak tersenyum sama sekali. Matanya terlihat sunyi dan dingin.

Gadis itu berlalu dengan tangan yang terkepal kuat. Aku rasa dia menolaknya hanya dengan tatapan tajam di matanya yang cukup memberitahu gadis itu kalau ia tidak tertarik padanya.

Aku memainkan ujung tali sepatuku, melihat ke bayangan yang dibuat tubuhku sendiri. Aku takut. Jauh di dalam diriku, aku merasakan nyaliku semakin menciut, aku tidak akan sanggup mengatakannya sampai kapan pun.

Heeseung itu keren! Hari ini ia sebagai lulusan terbaik tahun ini ditunjuk untuk memberikan kesan dan pesan selama ia bersekolah disini. Dia terlihat menawan saat berdiri di atas podium. Dia menatapku seperkian detik. Ah! Aku rasa aku akan gila.

'Mn. Terima kasih sudah mengisi masa-masa itu dengan kenangan-kenangan yang manis Lee Heeseung.'

Setelah berfoto dan mengucapkan selamat tinggal pada teman-teman, aku berjalan gontai ke arah parkiran. Ia mungkin sudah pulang. Membayangkan hari ini aku akan menyatakan perasaan ku kepadanya, lalu melangkah kedepan tanpa ada rasa penyesalan.

Our TimesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang