Setelah bergelut setidaknya lebih dari dua hari berada di kamar, menonton serial netflix, membaca novel dan merusuh di kamar bang Dery, akhirnya Gigi kembali ke aktivitas normalnya. Kalian tau, stress nya tidak diterima di jalur yang satu itu, membuat Gigi mau tidak mau jadi harus belajar 24/7. Salahnya juga sebenarnya, karena tidak menyiapkan hal seperti ini dari awal.
"Gi, abang mau keluar. Di rumah nggak ada orang lain. Kamu ikut aja, ya?" cicit Tio yang tiba tiba saja masuk ke kamar Gigi.
"Belajar nih bang." Jawab Gigi sambil menunjukkan muka yang memelas.
Tio tersenyum, "Semalem doang ini. Masih ada sekitar 1 bulan lagi sebelum kamu tes SBM. Ikut ya?" ajak Tio lagi.
Gigi nampak menimang, "Ya udah aku ikut. Tapi aku sambil bawa iPad ya? Takut kepikiran."
Tio mengangguk, "Iya boleh. Gih ganti baju, abang tunggu di bawah."
Tepat setelah Tio menutup pintu kamar Gigi, perempuan yang masih berkaca mata itu segera mengganti bajunya dengan yang lebih layak untuk keluar. Ah, paling nongkrong sama temen abang, pikirnya. Ia kemudian bergegas untuk memasukkan ponsel dan dompetnya kedalam tas kecil, dan menenteng iPadnya keluar, turun menyusul Tio yang sudah siap berada di mobil.
"Udah siap, yok bang." Ujar Gigi yang diberi acungan jempol oleh Tio.
Perjalanan menuju tempat yang dituju begitu hening. Gigi sedang memandangi jalanan kota yang masih ramai meski sudah menunjukkan hampir pukul 10 malam. Sayup sayup ia mendengar Tio menggumamkan lagu yang terputar di salah satu siaran radio.
Gigi terkekeh ringan begitu menyadari bahwa lagu yang terputar relate dengan kisah cinta sang abang. Ah, cinta kalau memang hanya satu orang yang berjuang memang menyedihkan.
"it's only me, yeah it's only me," gumam Tio di akhir lagu.
"Iya bang, emang cuman abang." Jawab Gigi mengejek.
Tio terkekeh, "Udah move on kali abang, udah punya gebetan baru." Ujar Tio.
Gigi terbahak, "Iya deh, percaya sama abang."
Suasana kembali hening. Lagu lagu dengan nada yang menenangkan terus terputar pada siaran radio tersebut. Menyisakan Gigi yang ikut merelakskan badan, menurunkan kursi mobil menjadi sedikit rebah.
"Udah sampai dek, kenapa malah rebahan?" ujar Tio dengan kekehan kasnya.
Gigi mendecak kesal, "Ih, abang mah." Dengan tetap menggerutu, Gigi mengembalikan posisi kursinya menjadi normal dan bersiap untuk turun dari mobil setelah Tio parkir dengan aman.
"Langsung ke ruang VIP nomor 3 ya, ada Yangyang." Ujar Tio begitu Gigi berjalan mendahuluinya.
"Okay, biasanya ya bang!" seru Gigi yang diangguki oleh Tio.
Gigi berjalan santai menuju ke ruangan yang telah disebut oleh Tio. Pun begitu sampai di depan pintunya, ia hanya mengetuk kecil dan lalu masuk ke dalamnya. Aku kira sama temen yang biasanya, dalam hati Gigi bergumam. Karena yang ia lihat disini sama sekali tidak ia kenali.
"Duduk, sini." Ujar Yangyang sembari menarik kursi yang berada disampingnya.
Gigi membungkukkan badannya, menyapa dua laki-laki yang duduk di seberang Yangyang dan dibalas dengan anggukan pula. Kemudian, perempuan manis itu duduk di samping Yangyang dengan manis juga, terdiam, canggung banget, pikirnya.
"Ini, temen SMA gue, Jenan, yang sebelah itu abangnya, temen bang Tio juga." ujar Yangyang memperkenalkan.
Gigi tersenyum, "Hai, Aeri Gisella, biasa dipanggil Gigi." Ucapnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
STIGMA
FanfictionNever apologize to others for their misunderstanding of who you are.