Biasanya setan itu gentayangan di malam hari, akan tetapi lain soal jika itu berurusan dengan salah satu penghuni kantor. Bulu kuduk pun langsung meremang begitu menginjak bangunan yang menjadi tempat mencari lima mangkok ramen kesukaannya. Abaikan peribahasa 'Demi Sesuap Nasi' yang nyatanya tidak ada di kamusnya. Sesuap mana kenyang. Yang ada dia terkena gizi buruk.
Mengendap bak maling, pemuda dengan segala kecerdikannya menginvasi seluruh sudut ruangan untuk mengantisipasi terjadinya uji nyali dadakan. Beruntung, bos setannya sedang lengah. Mungkin firasatnya sedang tumpul. Biasanya jika ia melakukan kesalahan, bosnya selalu muncul mendadak seperti setan gentayangan. Helaan napas kelegaan berembus dengan penuh kedamaian.
"Naruto."
"HAI!" Tubuh kaku, bak patung kayu nan kokoh di luar, rapuh di dalam. Sekali sentuh langsung runtuh, layaknya keadaannya. Hilang sudah rasa lega, jatuh berserakan menjadi kepingan kecil yang sulit tersusun kembali. Bisakah dirinya mengumpulkan dan menyatukan kembali, atau berpura-pura akan keadaannya, kemudian membuat suatu keadaan baru?
Memeluk erat tas kerjanya, Naruto perlahan berbalik untuk memastikan jika suara itu hanyalah khayalan yang datang dari imajinasinya saja, sehingga ia bisa menciptakan suatu keadaan baru yang sudah dibayangkannya. "Selamat pagi, Sasuke-san." Tersenyum bak tak terjadi sesuatu, Naruto memutuskan melupakan keadaan sebelumnya dan menciptakan keadaan baru yang lebih kokoh, yaitu pura-pura bodoh.
Ah, sebenarnya Naruto itu sering tidak menyadari kapasitas otaknya sendiri akan suatu keadaan. Kadak otaknya berpikir sejengkal lebih maju daripada sikap cerobohnya.
"Ke ruanganku."
Naruto mengangguk kecil. Kakinya melangkah perlahan mengikuti pergerakan Sasuke menuju ruangan di samping ruangan di mana ia berada saat ini. Sesekali matanya melirik teman-temannya sebelum keluar ruangan yang melayangkan tatapan menuduh. Menuduh jika dirinya pasti berulah saat mabuk semalam dan menyebabkan kerugian mental bagi bosnya.
Bukan hanya menjadi rahasia lagi jika Naruto itu sering merugikan mental orang-orang di sekitarnya saat mabuk. Sayangnya Naruto baru menyadarinya saat semuanya sudah terlambat. Hampir semua karyawan satu divisinya sudah menjadi korban tingkah abnormal Naruto. Bahkan ada yang diputuskan oleh kekasihnya karena kesalahpahaman akibat kelakuan Naruto. Alhasil, Naruto jarang sekali mendapat undangan minum-minum dari teman sekantornya.
"Kau tau apa yang kau lakukan pada Aoda itu tidak bertanggung jawab."
"Hah!?" Naruto memiringkan kepala, berpikir keras mengingat kejadian semalam. Namun sekeras apa pun berpikir, ingatannya selalu kabur, lalu hancur membaur dengan suara angin dalam ruangan yang berhembus.
"Keluargaku sampai panik. Beruntung Aoda masih baik-baik saja."
"Maaf, tapi aku tidak mengingatnya. Meski begitu, aku tetap akan meminta maaf sebesar-besarnya, Sasuke-san. Saya akan bertanggung jawab dengan kesalahan yang saya perbuat."
Sasuke menghela napas kasar. Dipandanginya Naruto yang berdiri dengan tas kerja dalam dekapan, dari atas sampai bawah. "Bagaimana jika kau menjadi istriku?"
"Baiklah sa …." Naruto mengerutkan kening. Mengorek telinga dengan jari kelingking, berjaga-jaga siapa tau gendang telinganya tertutup awan. "Apakah baru saja kau bilang, "istri"?"
Sasuke mengangguk kecil. Tangannya terlipat di atas perut, mengancam melalui tatapan mata tajam. "Aku akan memperkarakan masalah semalam jika kau menolak."
"Hah!? Kau mengancamku!?" Hilang sudah sikap sopan Naruto di depan Sasuke.
"Tidak. Aku hanya mempertegas kesalahanmu."