"Ada kalanya, sendiri dan menjadi diri sendiri lebih menyenangkan, dibanding bersama dengan seseorang, tapi harus menjadi orang lain."
RAYNDRA Jordan, nama itu terus-menerus terngiang di telinga Jeje. Dia sedang duduk di balkon lantai dua studio JEAR PHOTOGRAPHY. Matanya menatap ke arah langit nan mulai dipenuhi oleh semburat kejinggaan yang sesaat lagi akan mengantarkan sang surya ke peraduan. Sekali-kali, dia juga menyapukan pandangan ke arah lalu lalang kendaraan di jalanan sana. Namun, tidak dengan pikiran Jeje. Otaknya sama sekali tak merekam apa yang ditangkap oleh matanya. Pikiran Jeje lagi dan lagi kembali mengingat apa yang tadi pagi diucapkan oleh papanya.
“Je, lo stay di sini sampai jam berapa?” Suara Rafael yang bertanya dari lantai bawah memutus lamunan Jeje.
Jeje bangkit dari duduknya, kemudian masuk ke dalam dan menutup pintu balkon. Lalu menuruni anak tangga menuju lantai satu. “Gue nungguin Anya, dia lagi di jalan mau ke sini,” jawab Jeje sambil mendekat ke Rafael dan memeriksa file foto yang sudah dibereskan pria itu.
Rafael mengangguk-angguk paham mendengar ucapan Jeje.
“Oh iya, biaya pemotretan acara wedding bidadari lo udah ditransfer lunas. Sekalian dikirimin bonus.” Jeje tersenyum tipis ke arah Rafael. “Ini proyek terbesar dan tercepat yang kita selesaikan, Raf,” ucap Jeje bangga.
“Seriusan?!” Rafael tersenyum lebar ke arah Jeje.“Pakai dikasih bonus segala?” tanyanya seolah tak percaya dengan ucapan bos sekaligus teman dekatnya itu.
Jeje mengangguk dan tersenyum melihat wajah semringah Rafael.
“Tapi, kok, tampang lo kek nggak happy gitu, Je? Kurang, ya, bonusnya?” Rafael menyeringai menggoda Jeje.
“Enggak. Dikasih bonus aja gue udah bersyukur banget, Raf. Malahan sejak awal, gue nggak punya ekspektasi apa-apa selain memberikan layanan terbaik untuk pemotretan kita yang ini. Jasa kita digunakan mereka aja, itu udah lebih dari cukup,” balas Jeje.
“Terus, kenapa wajah lo cemberut gitu? Lagi datang bulan?” tebak Rafael lagi.
“Bukan. Udah ah, lo lebih bawel dari Anya, tahu, nggak?!” Jeje berdiri, kemudian bersiap untuk meninggalkan studio.***
Setelah mandi dan makan malam, Jeje langsung masuk kamar dan membaringkan tubuhnya di atas ranjang. Sekali-kali, dia mengecek notifikasi yang masuk ke HP. Sedangkan Anya, gadis itu masih sibuk menonton serial drama Korea favoritnya di ruang TV sekaligus ruang tamu rumah kos mereka.
Nyaris satu jam berlalu, Jeje masih belum bisa memejamkan matanya. Dijangkaunya kembali HP yang berada di atas nakas. Ada satu pesan masuk dari Jagat.
“Adek, nggak ada salahnya kamu pertimbangkan ucapan Papa tadi pagi. Setidaknya kenalan aja dulu sama Rayn. Barusan Mas ngirimin nomor HP kamu ke dia.”
Mata Jeje seketika terbelalak membaca isi pesan Jagat. Apa-apaan kakaknya itu, mengirimkan nomor HP-nya kepada orang yang belum dikenalnya. Dengan cepat, Jeje mengetik pesan balasan.
“Mas, kok, nggak minta izin dulu sebelum ngirimin nomor Jeje ke dia?” balas Jeje dibubuhi emoticon marah di bawah pesannya.
“Hehe. Udah terlanjur, Dek. Maaf!” balas Jagat beberapa detik setelahnya.
“Mas Jagat ih, sembarangan!” Jeje kembali mengirimkan pesan balasan yang diiringi emoticon menangis sebanyak-banyaknya di bawah kalimatnya.
Sesaat setelah itu, Jeje mengembalikan HP ke atas nakas dengan rasa kesal yang memenuhi dadanya.
“Kenapa, lo?” Anya yang ternyata sudah berada di kamar, menatap heran ke arah Jeje.
“Nggak apa-apa,” balas Jeje datar.
“Nggak apa-apa, tapi, kok, wajah lo seperti ditinggal sedang sayang-sayangnya gitu?” canda Anya sembari berbaring di sebelah sahabatnya itu.
Jeje mengembuskan napas perlahan. “Nya, lo percaya nggak, kalau di jaman sekarang masih ada yang namanya dijodohkan?” Jeje memiringkan wajahnya, menatap ke Anya.
“Hmm ... percaya-percaya aja, sih. Memang ada beberapa orang yang menikah karena perjodohan, tapi kebiasaan konservatif seperti itu biasanya hanya berlaku di kampung-kampung dan pedesaan. Kenapa lo nanya gitu?” Anya menatap Jeje heran. Tak biasanya Jeje membahas hal-hal yang berbau pernikahan, apalagi menikah karena perjodohan.
“Nggak apa-apa, gue cuma nanya aja,” kilah Jeje cepat, dia kemudian membenamkan wajahnya di bawah selimut. Untuk saat ini, dia belum siap menceritakan masalahnya ke Anya.***
“Anya, pukul sebelas nanti, lo jadi, kan, ngantarin gue ke bengkel buat menjemput Melinda?” tanya Jeje sambil mengaduk nasi goreng untuk sarapan mereka. Sedangkan Anya, dia masih sibuk membongkar isi lemari mencari setelan terbaik yang akan dikenakannya untuk berangkat kerja pagi ini.
“Jam sebelas nanti, ya, Je? Duh ... sorry banget. Keknya gue nggak bisa deh, Je. Gue punya seseorang paling istimewa yang harus gue layani sepanjang hari ini. Lo pergi bareng Rafael aja, gimana?” Anya sesaat menghentikan aktivitasnya, menjawab pertanyaan Jeje.
“Kalau gue pergi bareng Rafael, terus studio siapa yang nungguin, Nya? Kan, nggak mungkin nutup studio di jam kerja gitu,” balas Jeje kecewa.
“Yah, gimana dong? Kalau lo pergi sama taksi aja, gimana? Atau naik ojek online aja, Je?” sahut Anya lagi sambil sibuk merapikan bulu matanya.
Jeje hanya bisa ternganga mendengar saran sahabatnya itu.
“Lo gitu banget, ya, kalau udah tergila-gila sama cowok. Sampai-sampai janji sendiri aja dilupain!” ucap Jeje setengah merajuk. Dia menata dua piring nasi goreng yang sudah ditaburi potongan sosis ke atas meja makan dengan wajah cemberut.
“Bukannya, gitu, Jeje sayang. Lo, kan tahu, kalau sahabat lo yang paling cantik ini sangat menyukai wajah-wajah ganteng. Apalagi orang yang bakalan gue urus kali ini adalah kembarannya V BTS. Uh, kesempatan nggak datang setiap hari, Je. Gue bilang ini bukan hanya karena gue tergila-gila sama wajah rupawan, tapi karena gue memang seorang profesional. Anya Alexania, MUA paling top di Indonesia!” ucap Anya tersenyum bangga, tak peduli wajah Jeje menatap masam padanya.
Jeje hanya geleng-geleng kepala mendegar ucapan super PD sahabatnya itu. Walau memang iya, kemampuan Anya dalam bidang make-up artist sudah tak diragukan lagi. Dia bisa makeover wajah orang menjadi apa saja. Terakhir, saat senggang dan main ke studio JEAR PHOTOGRAPHY, Anya merubah wajah Rafel menjadi Adipati Dolken.***
Jeje tersenyum senang saat bagian administrasi tempat dia menitipkan Melinda lima hari lalu memberi tahu, kalau kondisi Melinda sudah oke dan bisa langsung dibawa pulang hari ini. Bahkan Jeje sudah lupa dengan perjuangannya naik ojek online saat menuju bengkel ini beberapa menit lalu.
Dia bergegas menghampiri Melinda dan masuk ke mobil itu. “Kangen banget gue sama lo, Melinda. Habis ini jangan ngambek-ngambek lagi, ya. Gue udah hemat habis-habisan, bahkan berencana numpang hidup dalam waktu lima tahun ke depan bersama Anya demi tetap mempertahankan hubungan kita!” ucap Jeje mendramatisir ucapannya saat duduk di kursi kemudi Melinda.
Beberapa saat, Jeje menyalakan mesin dan mengecek kondisi Melinda dalam keadaan menyala.
“Kamu dengar, kan, Sayang! Jangan ngambek lagi setelah ini. Hmm?” Jeje kembali mengulangi ucapannya, tak peduli dia tengah bicara sendiri.
Dan tanpa disadari Jeje, seseorang yang berada di dalam mobil yang terparkir di sebelah Melinda, menatap takjub dan mengulum senyum melihat kelakuan ajaibnya.***
Next ....
©Shinju Syam
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, Miss JJ!
RomanceMenjadi seorang fotografer profesional, merawat tanaman kaktusnya dengan sepenuh hati, serta menjadi pasangan paling setia bagi Melinda, adalah kehidupan ternyaman yang dijalani Jeje selama ini. Namun, semua berubah 180 derajat saat papanya menyebut...