Part 5

4 2 0
                                    

“Sebuah pertemuan, bisa jadi awal dari segalanya. Namun, mungkin juga akhir dari segalanya.”

      LIRIK-lirik dari album Payung Teduh mengalun menemani perjalanan Jeje dan Melinda menuju studio JEAR PHOTOGRAPHY. Seminggu telah berlalu sejak kedatangan Jeje  ke rumah papanya dan membahas tentang perjodohan tak masuk akal itu. Namun, hingga kini belum ada tanda-tanda semua akan beranjut. Nomor HP-nya pun masih aman dari nomor asing, walau Jagat sempat menyerahkan nomornya secara ilegal kepada pria bernama Rayndra Jordan itu dulu.

Perlahan, Jeje memarkirkan Melinda tepat di sebelah Honda CR-V hitam milik Rafael sesampainya di parkiran JEAR PHOTOGRAPHY. Sementara di sisi kanan Melinda, telah terparkir sebuah Pajero Sport putih yang tidak Jeje ketahui pemiliknya. 'Semoga aja pelanggan tajir yang akan menggunakan jasa JEAR PHOTOGRAPHY!' Harap Jeje dalam hati. Dia turun dari mobil dan melangkah ke dalam studio.

Sesampainya di dalam, Jeje sedikit kikuk mendapati dua pria bertubuh jangkung dan mengenakan setelan jas yang tengah duduk dilayani Rafael. Kedua pria itu sama-sama menatap padanya. Agak canggung, Jeje menyunggingkan senyum kepada mereka.
    
“Oh iya, ini Miss Jeje, owner-nya JEAR PHOTOGRAPHY. Beliau atasan saya!” Rafael tersenyum sopan saat mengenalkan Jeje kepada dua pria di depannya.
      
“Oh--oke. Beruntung sekali kami hari ini bisa bertemu langsung dengan owner studio ini. Saya Alfian!” Satu di antara pria itu berdiri dan mengulurkan tangan kepada Jeje.
       
Dengan percaya diri, Jeje menyambut uluran tangan pria itu. “Saya Jeje. Kebetulan saya memang masuk kerja tiap hari dan turun langsung untuk pemotretan,” ucapnya, lantas ikut duduk di kursi tamu.
       
Pria itu mengangguk-angguk paham.
       
“Ada yang bisa kami bantu?” Jeje bertanya dengan senyum yang tetap mengembang di bibirnya. 'Kemampuan public relations, itu juga sangat menentukan keberhasilan karir lo ke depannya, Je!' Kalimat Anya yang tak akan pernah dilupakan Jeje.
      
“Jadi begini, Miss Jeje. Sebelumnya saya telah menjelaskan kepada staf Anda, tapi mungkin akan lebih baik jika saya jelaskan kembali. Pada 31 Maret, dua pekan dari sekarang, kami akan mengadakan acara bachelor party, dan sangat berharap bisa menggunakan jasa dari studio ini untuk pemotretan acara itu nanti,” jelas pria bernama Alfian itu.
       
Jeje mengangguk mengerti dan melirik Rafael sesaat. Rafael menyunggingkan senyum tipis ke arahnya. “Oke, kalau untuk lokasi acaranya di mana, ya, Mas?” tanya Jeje.
      
“Kebetulan lokasinya di Puncak, Bogor. Jadi kemungkinan akan membutuhkan waktu seharian untuk kepentingan pemotretan plus perjalanan. Mbak Jeje nggak keberatan, kan?” pria itu bertanya sambil memamerkan gigi-gigi rapinya.
      
“Oh, nggak masalah, kok, Mas. Kami juga sudah terbiasa melakukan pemotretan di luar Jakarta,” balas Jeje yakin.
      
“Syukurlah. Kalau begitu, ini kartu nama saya, terkait kontrak dan biayanya nanti bisa kita diskusikan lebih lanjut via e-mail atau telepon,” ujar pria itu tersenyum lega dan menepuk pelan lengan pria di sebelahnya. Mereka kemudian berdiri secara serentak.
     
“Baik, Mas. Terima kasih telah mempercayai JEAR PHOTOGRAPHY untuk pemotretan di acaranya. Kami akan melakukan yang terbaik dan segera menghubungi untuk informasi lebih lanjut.” Jeje ikut berdiri dan mengangguk sopan kepada pria di depannya.
      
Pria itu menarik kedua sudut bibirnya. “Kalau begitu, kami permisi dulu,” ucapnya sebelum berlalu.
      
Sesaat setelah kedua pria itu keluar dari studio, Jeje dan Rafael langsung beradu tatap dengan senyum yang mengembang di wajah keduanya.
     
“Ya Tuhan, Raf! Mimpi apa gue semalam? Mereka bukan pelanggan sembarangan. Acara bachelor party, di Puncak, budget-nya nggak mungkin main-main.” Jeje seakan menahan napas saat bicara ke Rafael.
      
“Keknya ini berkat dari udang yang gue makan seminggu lalu, Je,” balas Rafael tak kalah senangnya.
      
“Mungkin.” Jeje mengangguk dan tersenyum lebar. Namun, belum selesai mereka dengan euforia karena kedatangan dua pria yang akan mendatangkan pundi-pundi rupiah itu, tiba-tiba HP Jeje yang berada di dalam kantong celananya bergetar.
      
Tergesa, Jeje mengambil benda pipih itu dan mengeceknya. Sebuah pesan masuk dari nomor asing.
       
“Hello, Miss JJ! Saya Rayn.” Isi pesan itu. Setelahnya, Jeje tak sanggup lagi untuk tersenyum.

***

      Setelah dua belas jam berhasil menghalau rasa penasarannya, akhirnya Jeje menyerah. Kali ini, dengan jantung yang berdebar tak karuan, dia mengetik nama pria itu di kolom pencarian Google di HP.

Rayndra Jordan, Jeje mengetik dengan napas tertahan.
      
Sedetik.
      
Dua.
      
Dan hasil yang ditampilkan pencarian Google membuatnya terbelalak kaget.
     
“OH MY GOD! ANYAA!!” Jeje berteriak histeris memanggil sahabatnya.
      
Anya yang sedang berada di ruang TV berlari cepat ke dalam kamar karena teriakan Jeje. “Apa? Ada apa? Kenapa lo?” tanya Anya dengan jantung yang terasa hampir melompat. Tentu saja dia khawatir, tak biasanya Jeje berteriak seperti barusan.
     
“Lo kenal siapa orang ini?” Jeje langsung melihatkan layar HP-nya ke arah Anya.
     
“Siapa, sih? Kenapa lo pakai teriak-teriak segala, bikin gue kaget aja!” protesnya, tapi dia lega karena tak terjadi apa-apa dengan Jeje.
     
“Ini!” Jeje hanya menyengir mengulurkan HP ke Anya.
      
Anya memegang HP Jeje dan melihat foto di layar. Sejenak, dia mengerutkan kening, mengingat sesuatu. “Hmm ... nggak begitu kenal sih, tapi gue pernah beberapa kali melihat orang ini di stasiun TV tempat gue kerja dulu. Dia pengacara, bukan?” Anya mengulurkan kembali HP Jeje.
      
Jeje mengangguk, tapi sesaat setelahnya langsung menggelang.
      
“Iya atau enggak?” tanya Anya kesal. Dia melemparkan pelan HP di tangannya ke atas kasur, karena Jeje tak juga mengambilnya.
      
“Ngg ... gue nggak tahu,” jawab Jeje dengan tatapan bingung.
      
“Emang kenapa lo tiba-tiba nanyain tu orang?” tanya Anya tanpa rasa curiga ke sahabatnya itu.
      
“Hmm ... dia itu ... dia--”
      
“Dia apa? Ih, kenapa sih, lo, Je?” Anya makin kesal dengan tingkah Jeje.
    
“Dia calon tunangan gue, Nya. Kami dijodohin," ucap Jeje dalam satu tarikan napas.
    
“WHAT?” Anya terbelalak kaget menatap Jeje.
    
“Sorry, gue belum ceritain ke lo sebelumnya,” ucap Jeje dengan rasa bersalah.
    
Anya mengembuskan napas dengan kasar. “Oke. Gue nggak paham dan benar-benar nggak paham maksud ucapan lo barusan, Je.” Dia naik ke atas ranjang dan duduk dengan tubuh tegak di hadapan Jeje. “Sekarang, lo ceritain sedetail-detailnya ke gue tentang pria ini, perjodohan, dan apa pun yang belum gue ketahui!” sambungnya memerintah.
     
Jeje mengangguk pelan.
    
“SEKARANG!” Teriak Anya tak sabaran.

***
         Jeje bangun dari tidurnya dengan kepala yang terasa agak berat. Begadang hingga pukul tiga dini hari karena ngobrol dengan Anya, benar-benar berdampak buruk pada tubuhnya. Diliriknya layar HP dengan enggan, pukul 7 pagi.
      
“Ya Tuhan!” Jeje melompat dari ranjang dan berlari ke kamar mandi, tak ingin melewatkan salat Subuhnya walaupun kesiangan.
     
Selesai menjalankan kewajibannya, Jeje melangkah menuju kulkas, lalu beranjak ke arah meja makan. Semangkuk bubur ayam dia temukan di atas meja, setelah membaca catatan kecil di pintu kulkas. Walaupun kurang tidur semalam, ternyata Anya tetap memasak untuk sarapan mereka pagi ini.
    
“Benar-benar calon istri idaman,” ucap Jeje sambil tersenyum setelah mencicipi bubur yang disiapkan Anya untuknya.
     
Setelah menghabiskan bubur dan mencuci mangkuknya, Jeje kembali ke kamar. Dia mengambil HP,  kemudian mengirim pesan kepada Anya.
     
“Nya, seandainya gue terlahir kembali, gue akan tetap memilih lo sebagai sahabat gue. Makasih buburnya, enak banget.” Isi pesan Jeje yang dibubuhi stiker love di bawahnya.
     
Setelah pesan itu terkirim, Jeje kembali mengetik pesan berikutnya. Kali ini di chat room dengan Rafael. “Gue terlambat sekitar satu jam ya, Raf. Pukul sembilan nanti gue tiba di studio.” Jeje kemudian menekan send.

Detik berikutnya, tangan Jeje menekan nomor asing yang mengiriminya pesan semalam. Membaca ulang pesan yang diterimanya.

'Ah, kenapa gue harus peduli dengan pesan pria ini?!'  Rutuk Jeje dalam hati. Kesal sendiri, karena tiba-tiba memikirkan pria yang kemarin datang ke studionya.

***

Next ....

© Shinju Syam

Hello, Miss JJ!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang