Sekarang hanya sepi yang bisa menamani
-Anggi Violeta-
Malam ini udara di luar sangat dingin. Tidak membuat seorang gadis yang sedang duduk di depan teras rumahnya itu berajak untuk masuk dan bersembunyi di balik selimut tebalnya, sekedar untuk menghangatkan tubuh dari dinginnya udara malam.Tapi, dia mengurungkan niat itu. Malam ini dia tidak mau melewatkan momen di malam tahun baru, kepalanya sedari tadi selalu menengadah ke atas untuk memastikan kembang api dari langit. Mengambil benda pipih di sebelahnya, melihat waktu berapa menit lagi akan pergantian tahun baru
"Huh! Masih ada 6 menit lagi,"ucapnya membuang nafas kasar.
Di taruh kembali benda pipih itu di sebalahnya.
Sebenarnya dia ingin merayakan pergantian tahun baru ini. Tapi, dia sadar malam tahun baru kali ini tidak seperti malam tahun baru yang lalu-lalu, 'tak ada lagi sosok yang selalu berada di sebalahnya, menggenggam tangannya dan menunjukan senyum manis padanya.
Kali ini sangat berbeda, sekarang gadis itu sendiri. Benar-benar sendiri, hanya sepi yang bisa menemaninya seorang diri
Dia Anggi, gadis cantik berambut cokelat sebahu memiliki lesung pipi jika tersenyum
Suara alarm kini menyadarkan Anggi dari lamunannya, melirik sebentar ke arah benda pipih di sebalahnya. Seutas senyum menghiasi bibirnya.
Kini kepalanya lebih tinggi menengadah ke atas, memejamkan mata dan siap untuk menyambut tahun baru.
"Pejamkan matamu dan hitunglah sampai tiga, setelah itu buka matamu semua kembang api itu akan memenuhi langit dan membuatmu terpesona."
Sekelabat ingatan,kala seseorang mengucapkan kalimat itu padanya dulu.
"1.... 2.... 3....."Setelah menghitung, Anggi segera membuka matanya.
Sebelum membuka matanya, indra pendengarannya lebih dulu mendengar suara letusan kembang api. Kini senyum itu semakin melebar, di atas langit sudah di penuhi oleh ribuan kembang api.
"Tahun baru ini beda ya tanpa kamu,"ucap Anggi lirih.
"Apa kabar kamu di sana Ndri, tahun baru tanpa kamu itu rasanya beda."Air mata kini sudah menggenang di pelupuk matanya, siap meluncur membasahi pipi. "Sekarang enggak ada lagi yang genggam tangan aku, enggak ada lagi yang ngacak rambut aku."Tanpa sadar air itu sudah membasahi pipinya.
"Malam ini aku rayain tahun baru di rumah aja. Mama, nitip rumah karena mau ngedate sama papa sekalian juga bawa Deron."Ada kekehan kecil di akhir kalimatnya, seperti tertawa kecil. Tapi, terdengar miris.
"Padahal aku mau ikut ngerayain malam tahun baru bareng keluarga. Tapi, rasanya itu mustahil."
Entah pada siapa Anggi berbicara, jelas-jelas hanya dirinya seorang yang berada di rumahnya sendiri. Sedang asik melamun dan berbicara sendiri, dia sampai tidak menyadari bahwa langit di atas sana bersih tanpa adanya kembang api, hanya bintang yang menghiasi langit malam itu.
Saat sadar dari lamunannya, Anggi segera melangkah memasuki rumah. Keadaan rumah saat ini sangat bersih, piring kotor sehabis keluarganya pakai buat makan sudah 'ia cuci, lantai yang berdebu sudah dia sapu juga dan terakhir permainan adiknya yang berserakan sudah Anggi rapikan.
Jadi sekarang Anggi hanya perlu duduk di kursi ruang tamu sambil menunggu ibu,ayah dan adiknya pulang di rumah.
Sungguh satu hari ini, adalah hari yang melelahkan untuk Anggi. Sedari pagi sampai malam, dia habiskan membereskan rumah. Rumahnya memang tidak seperti rumah besar pada umumnya, hanya saja pekerjaan rumah dia yang urus. Dari mencuci piring kotor, memasak, menyapu, mengepel, membereskan permainan adiknya lalu mencuci pakaian kotor dan menjemurnya di bawah terik matahari.
Untung saja rumahnya tidak besar, rumahnya tergolong kecil bukan Anggi tidak bersyukur memiliki rumah yang kecil. Dia sungguh sangat bersyukur, setidaknya dia di beri tempat tinggal yang nyaman, terhidar dari panas dan hujan.
Waktu sudah menunjukan pukul jam setengah dua dini hari, itu tandanya Anggi sudah satu jam lebih menunggu keluarganya datang. Tak sadar dia sudah tertidur di kursi ruang tamu dan akhirnya terbangun saat mendengar suara motor memasuki pekarangan rumahnya, segera Anggi membuka pintu rumah. Setelah pintu terbuka 'ia melihat, ayah dan ibunya turun dari motor dan sang adik yang berada di gendongan ayahnya.
Sesaat Anggi tersenyum kala Shandra—ibu Anggi, berjalan menuju ke arahnya. Shandra yang melihat senyuman gadis di hadapannya hanya memasang wajah datar dan melewati Anggi begitu saja.
Mendapatkan respon yang 'tak baik oleh sang ibu, Anggi memaklumi hal itu. Dan kini gadis itu berbalik melihat sang ayah yang kesusahan, segera Anggi menghampiri ayahnya.
"Sini yah, biar Anggi bawa belanjaannya."
"Makasih ya, kak."
"Ayah ke kamar dulu ya, tidurin adek."
Mendengarkan ucapan Ryan—ayah Anggi, gadis itu hanya menganggukkan kepala. Saat memastikan sang ayah masuk ke kamar, Anggi segera mengangkat belanjaan itu dan meletakkannya ke meja.
Suara pintu tertutup menghentikan yang sedang menyusun belanjaan, memastikan siapa yang menutup pintu.
Ternyata Ryan, sang ayah lah yang menutup pintu itu. Tiba tiba Ryan memanggilnya.
"Kak."Panggi Ryan.
"Iya, yah."
"Ayah ada beli somay telur buat kamu, di makan ya."
"Wah, makasih ayah, iya Anggi makan kok."
Melihat respon sang anak, Ryan mengukir senyumnya. Sungguh 'ia menyangka Anggi akan menolak pemberiannya karna hanya bisa membelikan somay untuk anaknya di tahun baru sedangkan adiknya banyak yang dia berikan, bahkan Ryan pun membelikan banyak baju dan mainan untuk anak keduanya itu, sedangkan Anggi? Sepeserpun dia 'tak dapat.
"Maaf ya kak, ayah hanya bisa belikan somay buat kamu,"ucapnya terjeda. "Ayah belum bisa belikan apa apa untuk kamu."
"Gak papa kok yah, ayah beli somay ini Anggi senang kok,"ucapnya dengan senyum memperlihatkan gigi putih bersihnya.
"Kalau ayah ada uang, ayah belikan apapun yang kamu mau."
Mendengar itu, Anggi lagi lagi hanya menggangukan kepalanya.
"Ya udah kamu tidur ya,"ucap Ryan memperingati. "Jangan gadang ya kak,nanti matanya kayak panda loh."
"Iya ayah, enggak akan kok."
"Ya udah, ayah mo ke kamar dulu, udah ngantuk nih. Selamat malam putri ayah."Sebelum beranjak Ryan menyempatkan mencium kening Anggi.
"Selamat malam juga ayah."
🍁Selamat Membaca 🍁
KAMU SEDANG MEMBACA
Bunga Layu
Teen FictionAnggi Violetta, begitu di benci oleh ibu kandungnya sendiri. Gadis itu hanya memiliki sang ayah yang selalu berada di sisinya, mendukungnya dan menyayanginya sepenuh hati. Terkadang Anggi selalu berfikir apakah dia bukan anak kandung kedua orang tua...