"Kau tahu apa yang lebih kubenci dari kebohongan? Yaitu keraguan dan ketidakpastian" ~Aira Violetta Chaiden~
¦☆•☆¦
Pagi yang cerah ditemani senyuman sang mentari mengantarkan Letta pada suasana ceria untuk berkuliah. Kali ini dia berangkat sendiri lebih awal. Seperti biasa, gadis itu melangkahkan kakinya sembari membaca buku di tangan kirinya, sedangkan telinganya fokus mendengarkan lagu favoritnya. Langkah gadis itu terhenti tepat dihadapan pria yang tengah menghalangi jalannya. Pria ini pula yang sedari tadi memandanginya tanpa henti, tapi gadis itu memang tak ingin mempedulikannya.
"Lo punya cctv pribadi?" goda pria yang sedari tadi terlihat begitu mengaguminya.
Letta menurunkan bukunya sejenak, hingga tatapan tajam yang dingin dari mata hazelnya terlihat jelas oleh Dylan. Sepersekian detik kemudian, gadis itu kembali menutupi paras cantiknya lagi.
"Hai, gue Dy..."
Belum sempat pria itu menyelesaikan ucapannya, Letta sudah melenggang pergi meninggalkan pria aneh itu. Tentu saja pria itu heran. Selama ini dia selalu dipuja karena ketampanannya. Tapi baru kali ini ada gadis yang berani menolak kehadirannya, mengabaikan ucapannya, dan bahkan menatapnya sangat tajam dan dingin kurang dari tiga detik seperti itu.
≈£≈
Kini Dylan masih menanti gadis itu selesai kuliah. Sepertinya Jerry memang diberi anugerah untuk bisa memprediksi sesuatu, karena sesuai harapan Dylan, gadis yang dinantinya telah keluar dari kelasnya.
"Halo, Ra," sapa Dylan yang tentu saja tidak akan menghentikan langkah gadis itu.
...
"Tunggu bentar, Ra... Gue mau ngobrol sama elo bentaaar aja."
Langkah Letta pun terhenti. Dylan yakin bahwa bujukan mautnya ini akan selalu berhasil. Tapi alih-alih menanggapi bujukan itu, Letta lebih ingin mengajukan protes pada nama panggilannya.
"Ra..."
"Letta."
"Okay. Sebelumnya gue minta maaf karena kemaren sahabat gue gangguin elo. Um, lo tau... yang kemaren itu... Kita gak berniat buat gangguin elo, kita pengen temenan aja sama lo, ya temenan kaya biasa," jelas Dylan ragu karena Letta menatapnya tajam.
...
"Gue Dylan," ucapnya memperkenalkan diri seraya memberikan sebelah tangannya.
Dylan Jati Kusuma, usia 20 tahun
Semester 7 Fakultas Psikologi
Ketua Gang Black Arney
Penerus Utama Kusuma GroupLetta mengerjapkan mata dan mengalihkan pandangannya, dia tak ingin menatapnya. Tepatnya, tak ingin mencampuri apapun. Melihat riwayat kehidupan dan membaca sifat serta karakter pria itu sudah lebih dari cukup untuknya. Tanpa menanggapinya, Letta kembali melenggang saat Dylan selesai menyebutkan namanya. Sayangnya, Dylan lupa kode etiknya. Pria itupun mencekal pergelangan tangan gadis itu.
Refleks gadis itu segera mencekal balik tangan Dylan, mengambil posisi siaga, dan mengangkat tubuh Dylan dari belakang dengan sebelah tangannya. Tepat saat gadis itu melangkah mundur dan melepaskan kaitan tangannya, punggung pria itu terhantam sangat keras dilantai.
Tentu mereka kini menjadi sorotan hangat. Pria tampan yang terkenal dan dikagumi oleh banyak wanita itu kini dikalahkan oleh seorang gadis dingin yang sama sekali tak tertarik dengannya. Kali ini cuitan dan kasak-kusuk yang terdengar membuat Letta tak nyaman. Letta yang tak ingin ambil pusing pun pergi meninggalkannya.
¦☆•☆¦
Hari telah berganti, tapi Letta masih saja memikirkan memorinya pada Dylan yang terus berputar dalam otaknya. Analisa itu berkata bahwa pria itu tidak berbohong.
KAMU SEDANG MEMBACA
Endless Game
Ação"Kebodohan dan rasa cinta itu bisa bikin lo mati sia-sia. Gue berbahaya dan lo tau itu pasti. Apa lo gak paham situasinya!?" Pria itupun tersenyum mendengar ucapan gadis itu. Diapun justru membimbing tangan Letta dan mengarahkan pistol itu tepat di...