Keadaan di luar makin mencekam. Hujan turun kian deras. Petir kian menyambar dengan gila. Seolah alam ikut murka pada pembunuh Luna.Kilatan-kilatan putih terus menelusup di balik gorden. Mengenai sepasang manusia kejam di dalam.
Wajah menyeringai dan senyum puas mereka membuktikan bahwa mereka tak merasa bersalah sama sekali.
Mereka malah melanjutkan acara bercinta mereka setelah merenggut satu nyawa manusia. Entah dimana hati nurani mereka.
Bayangan hitam mengelilingi mayat Luna. Masuk ke dalam tubuh Luna dan menarik jiwa Luna ke luar.
Perlahan namun pasti, bayangan hitam itu berubah menjadi manusia tampan berpakaian serba hitam. Dia lah malaikat maut yang diutus untuk menjemput jiwa Luna.
Malaikat maut menatap jiwa Luna dan tubuh Luna bergantian.
Keadaan keduanya sangat berbeda. Jiwa Luna begitu bersih dan cantik sedangkan tubuh Luna sangat mengenaskan.
Untuk pertama kalinya dalam ratusan tahun bekerja, malaikat maut menaruh simpati pada seorang manusia.
Keadaan Luna benar-benar membuatnya merasakan perasaan asing yang tak pernah dirasakannya selama ini.
Malaikat maut prihatin melihat tatapan kosong Luna yang terus tertuju pada tubuhnya sendiri. Lalu, tatapan itu beralih pada pembunuhnya yang kini bersenang-senang.
Air mata Luna meluncur bebas. Jiwanya menangis tak terima. Mengadu dalam diam kenapa nasibnya selalu saja menyedihkan.
Namun, tangisan itu hanya bertahan sekejap. Matanya kini menatap Jhanson dan Rosa penuh kebencian dengan tangan terkepal erat.
Jiwa Luna belum menyadari kehadiran malaikat maut di sampingnya akibat terlalu larut dalam pemikirannya sendiri.
Malaikat maut berusaha menata perasaannya yang mendadak kacau. Di dalam hati berpikir itu mungkin karena dia sudah lama mengambil cuti dari pekerjaan sebagai malaikat maut.
"Luna Christine. Umur 21 tahun. Meninggal karena dibunuh oleh Jhanson dan Rosa. Tepat pada hari Senin, 31 Januari 2022, jam 00.00."
Luna menoleh ke samping mendengar namanya dipanggil. Tatapannya terlihat penuh kebencian.
"Sekarang silahkan ikut saya ke akhirat, Nona Luna."
Luna mencengkram kerah pakaian malaikat maut kasar. "Aku tidak mau ikut denganmu!"
Malaikat maut itu mengerjap kaget diperlakukan buruk untuk pertama kalinya.
Biasanya para jiwa manusia perempuan akan mengikutinya dengan suka rela setelah melihat wajah tampannya.
"Aku tidak akan pergi dari dunia ini sebelum membalaskan dendam pada mereka semua!" Teriak Luna penuh amarah hingga kaca rumah Jhanson pecah.
Akibatnya, Jhanson dan Rosa tersentak kaget sekaligus ketakutan.
Luna melepaskan cengkeramannya dan bersujud di kaki malaikat maut. "Kumohon. Berikan aku kesempatan hidup satu kali lagi supaya aku bisa balas dendam."
Malaikat maut menatap Luna datar. "Untuk apa balas dendam pada mereka di saat kau bisa hidup tenang di alam lain? Dimana kau tidak akan pernah disakiti, dilukai, dan dihina oleh orang lain. Sedangkan pembunuhmu akan mendapatkan hukuman mereka sendiri karena berani merenggut nyawamu dengan kejam."
Luna mendongak. "Kau tidak akan mengerti perasaanku karena kau tak pernah mengalaminya langsung! Mudah bagimu untuk berkata demikian tapi menjalankannya sangat susah bagiku."
Malaikat maut terdiam.
"Dari kecil sampai besar aku sudah menderita. Padahal aku tak pernah menyakiti siapapun selama aku hidup. Apakah adil menurutmu aku pergi ke alam lain setelah menerima semua penderitaan ini?"
"Kalau kau nekat ingin hidup lagi, tidak akan ada kesempatan bereinkarnasi lagi untukmu." Jelas malaikat maut menyampaikan konsekuensinya.
"Tidak masalah! Untuk apa reinkarnasi kalau hanya merasakan penderitaan. Ku mohon, hidupkan aku kembali. Aku ingin balas dendam." Pinta Luna memelas sekaligus menyayat hati.
Malaikat maut berjongkok. Menatap wajah Luna lekat-lekat. Perasaannya kembali bergejolak melihat wajah mengiba Luna.
"Baiklah. Aku akan memberimu satu kesempatan untuk hidup lagi tapi dengan satu syarat."
Wajah Luna kembali bersemangat. "Apapun syaratnya, aku pasti akan melakukannya."
"Syaratnya adalah merahasiakan tentang kesempatan kedua yang kuberikan padamu dan merahasiakan keberadaanku. Jika kau melanggar, maka saat itu juga kau akan mati dan jiwamu akan hancur berkeping-keping."
"Baiklah. Aku setuju."
Malaikat maut menyentuh kening Luna dan cahaya mengelilingi jiwa Luna.
"Apakah sekarang aku sudah bisa kembali ke dalam tubuhku?"
Malaikat maut menyeringai. "Tentu saja tidak."
Luna melotot marah. "Kau mempermainkan ku?!"
Malaikat maut mengunci rapat mulut Luna menggunakan kekuatannya. "Kau tidak akan kembali ke tubuhmu melainkan masuk ke dalam tubuh orang yang sudah mati. Namanya Aluna Dee Brown."
Setelah itu, jiwa Luna pun dibawa ke tempat lain.
Luna hanya bisa diam membisu meskipun mulutnya sangat gatal ingin bertanya.
Kala sampai di tempat tujuan, Luna melihat tubuh seorang gadis remaja yang terbujur kaku. Mulut gadis itu mengeluarkan busa hingga Luna menyimpulkan si gadis keracunan.
"Jiwa Aluna sudah ku amankan. Dia juga tak masalah jika ada jiwa lain yang menempati tubuhnya. Sekarang masuklah ke dalam sana. Caranya cukup berbaring di atas tubuhnya."
Luna menurut. Jiwa penuh dendam dan ambisi tersebut berbaring di atas tubuh Aluna.
Malaikat maut membantu Luna agar bisa bersatu dengan tubuh barunya.
"Ingat. Namamu sekarang Aluna Dee Brown, bukan Luna Christine lagi. Gunakanlah waktu sebaik mungkin tanpa ada penyesalan lagi," kata malaikat maut setelah Luna membuka mata.
Bersambung...
Senin, 31/1/22
KAMU SEDANG MEMBACA
Luna's Revenge✅
FantasyShort story✨ Ketika kesabaran sudah melampaui batas, maka dendamlah yang tersisa. Ini adalah kisah pembalasan dendam Luna setelah dikhianati dan disakiti berulang kali. Kematian pun bukan menjadi penghalang baginya untuk balas dendam karena Luna pun...