Luna's Revenge || 07

1.6K 314 46
                                    

"Akhirnya kau bangun, gadis bodoh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Akhirnya kau bangun, gadis bodoh."

Luna memutar bola mata malas mendengar ejekan malaikat maut.

"Kenapa kau mengorbankan dirimu sendiri untuk balas dendam? Bukan kah kau bisa membalas mereka tanpa terluka?"

Luna menatap malaikat maut datar. "Aku malas berurusan lama dengan para pembully Aluna. Makanya aku langsung memberikan bukti nyata sehingga para pembully itu akan langsung mendapatkan balasan dari orangtua Aluna. Lagipula tujuan aku hidup kembali bukanlah membalaskan dendam Aluna tapi membalaskan dendam ku."

Penjelasan Luna membuat malaikat manggut-manggut mengerti.

Ternyata itu tujuan utama Luna mengorbankan diri sendiri.

"Dan seperti yang ku harapkan bukan? Orangtua Aluna pasti mengusut bullying yang dialami putrinya hari ini?"

Malaikat maut mengangguk, membenarkan.

"Dan mereka sudah mengetahui semua yang dialami Aluna?" Tebak Luna.

Malaikat maut kembali mengangguk. "Tidak hanya itu, orangtua Aluna sudah mengeluarkan semua orang yang membully Aluna dari kampus. Orangtua Aluna juga membuat usaha keluarga mereka bangkrut dalam sekejap mata."

"Perfect! Hama di hidup Aluna sudah tuntas. Sekarang aku bisa fokus membalaskan dendam ku."

Malaikat maut menatap Luna penasaran. "Bagaimana kau akan membalas dendam pada mereka? Kau saja belum pernah bertemu mereka."

"Apakah kau lupa? Sekarang aku punya keluarga yang kaya raya. Membalaskan dendamku tentu saja adalah hal yang mudah."

"Kau ingin menyerang perusahaan mereka?"

"Tepat sekali! Pertama-tama, aku akan menyerang perusahaan mereka dan membuat mereka berhutang sana sini untuk mempertahankan perusahaannya. Aku ingin mereka hidup menderita karena kekurangan dana." Jawab Luna sinis.

"Yah. Rencana yang bagus. Tidak sia-sia aku mengajarimu. Karena ajaranku, otakmu bisa berfungsi dengan baik."

Luna langsung menatap malaikat maut tajam.

Namun, melihat malaikat maut membalasnya dengan tatapan tajam pula, nyalinya langsung menciut.

Luna berdehem seraya mengalihkan tatapannya ke arah lain. "Apakah kau bisa menolongku satu hal lagi?"

Sebelumnya, malaikat maut telah membantu Luna mencari informasi tentang Angelica dan menyebarkan aib Angelica di internet.

Malaikat maut melipat tangannya di depan dada. "Boleh saja tapi kali ini tidak gratis."

Luna kembali menatap malaikat maut. "Dasar malaikat maut pelit." Cibirnya.

"Bukan pelit tapi aku tidak ingin membuang waktu berhargaku lagi." Sahut malaikat maut terkekeh.

Luna mengerucutkan bibir kesal. "Apa bayarannya?"

"Aku belum memikirkannya." Jawab malaikat maut cuek.

Luna berdecak kesal. "Baiklah. Aku akan memberimu bayaran nanti kalau kau menolongku."

Malaikat maut tersenyum puas. "Katakan. Kali ini kau ingin meminta bantuan apa?"

"Buat Rosa dan Jhanson terus mengalami mimpi buruk tentang diriku."

"Oke."

"Te--"

Mulut Luna langsung terdiam melihat pintu kamarnya dibuka.

"Sepertinya aku harus pergi sekarang. Sampai jumpa, gadis bodoh dan jangan melakukan hal berbahaya lagi." Ucap malaikat maut sebelum menghilang dari kamar Luna.

Sosok kedua orangtua Aluna pun muncul di sana. Menatapnya penuh kekhawatiran. Memberikan kehangatan dalam dirinya.

"Astaga! Mommy sangat mencemaskanmu dari tadi. Untunglah kau sudah bangun, sayang."

Luna mengerjap bingung. "Memangnya aku pingsan berapa lama sampai mommy sangat mengkhawatirkanku?"

"Delapan jam, sayang."

Luna menutup mulut terkejut.

"Bagaimana kepalamu, sayang? Apakah masih sakit?" Tanya sang Daddy.

Luna tiba-tiba memasang wajah sedihnya. "Masih, dad. Kepalaku masih sangat sakit."

Daddy menggeram kesal. "Berani-beraninya mereka membully mu dan membuatmu terluka seperti ini. Kenapa kau tidak pernah mengatakan tentang hal ini pada kami, sayang? Kenapa kau memendam semua penderitaanmu sendiri?"

Luna mulai menangis. "Aku takut, dad. Aku takut menceritakannya pada kalian. Aku takut mereka akan semakin marah dan menyakitiku di kampus."

Melihat keadaan tertekan dan berurai air mata Luna, kedua orangtuanya pun merasa ikut terpukul.

Lantas, keduanya pun memeluk Luna seolah memberikan penyemangat. "Sekarang kau tidak perlu takut lagi, sayang. Orang-orang jahat itu sudah dikeluarkan dari kampus." Kata Daddy.

"Jika masih ada yang membully mu setelah hari ini, maka katakanlah pada kami supaya kami bisa melindungimu." Imbuh mommy.

Luna mengangguk patuh seraya berusaha menghentikan tangis. "Terima kasih, mom, dad."

Mata orangtuanya berkaca-kaca.

Seolah ikut merasakan ketakutan, kesedihan, dan kelegaan anak perempuan mereka.

Bersambung...

5/2/22

Luna's Revenge✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang