04. Radio love song

641 83 28
                                    


***

MUNGKIN memang ada benarnya. Dewa membutuhkan seseorang yang menyiapkannya setiap kali akan pergi ke kantor.

Setelah tinggal bersama Alana, kemandiriannya selama ini mendadak terasa tidak cukup. Menyiapkan diri ke kantor sekaligus menyiapkan Alana yang akan pergi ke sekolah, bukan hal yang mudah untuk dilakukan secara bersamaan. Terlebih Alana juga harus sarapan dan membawa bekal.

Asisten rumah tangga bukanlah jawaban atas segala permasalahannya sebab Dewa tidak mungkin membiarkan asisten mengurusi kepentingan pribadinya dan ia pun tidak mau membiarkan Alana diurus orang lain. Dewa tidak mau putrinya memiliki ketergantungan sebagaimana dengan Abian, tidak juga ingin semakin kehilangan kesempatan untuk bisa dekat dengan Alana.

Meskipun kewalahan, namun pada akhirnya pagi mereka terlewati juga. Dewa bisa bernapas lega ketika mobilnya sampai di depan gerbang sekolah Alana.

"Nanti jangan lupa dimakan bekalnya ya sayang?"

"Iya Pa"

"Pa, di mana Mama?"

Dewa memaku. Jauh dalam lubuk hatinya, ia berharap jika hanya salah mendengar.

Alana tidak mungkin bertanya soal Lea, bukan?

"Kenapa aku sendiri yang tidak punya ibu? Mereka bawa bekal masakan mama, rasanya enak" ucap Alana, sorot mata sedihnya membuat Dewa tidak mampu berkata-kata.

Alana memang tidak pernah merasakan kasih sayang ibu. Ia ditinggalkan setelah lahir prematur, berjuang untuk hidup di dalam inkubator selama hampir satu bulan.

Sejak awal, hidup tidak pernah mudah untuk gadisnya. Lalu mengapa dengan bodohnya ia juga pernah meninggalkan Alana?

Apa bedanya ia dengan Lea?

Alana hanya seorang anak yang ingin disayangi.
Dan mereka adalah orang tua yang buruk.

"Apa mama sudah tidak ada?"

Dewa harus menundukkan kepalanya untuk beberapa detik. Alana tidak boleh melihat sepasang bola matanya yang kini terasa panas. Pelan, ia mengatur napas.

Mungkin rasanya tidak akan semeyakitkan ini jika wanita itu benar-benar sudah tidak ada di muka bumi.

Bukannya tiada, wanita itu hanya memilih untuk meninggalkan mereka.

"Tapi kamu masih dan akan selalu memiliki papa"

***

Nala tahu, hari ini ia akan mendapatkan hari yang sibuk. Untuk itu datang pagi-pagi dengan membawa sebuah paper bag yang berisi baju ganti, lengkap beserta bekal dan sebotol air minum.

Akhirnya, ia akan latihan untuk lomba pertamanya sebagai salah satu perwakilan dari kampusnya. Nala bahagia, juga merasa tidak menyangka karena mendapatkan kepercayaan padahal statusnya masih mahasiswi baru.

Langkah Nala terhenti begitu saja setelah tak sengaja membaca keterangan yang ada pada salah satu pintu.

Ruang Pahat.

Jadi ternyata, di sini letaknya?

Nala baru menyadari jika ruangan ini berada tak jauh dari tempat yang biasa ia kunjungi untuk latihan menari.

"Kapan-kapan mampir ke ruang pahat. Nanti gue kasih lihat sesuatu"

Nala menggelengkan kepalanya. Tidak masuk akal sekali karena ia masih saja mengingat ucapan Kevin tempo hari. Mengapa ia harus menemui lelaki itu? Mereka tidak saling kenal dan ia pun belum tahu apa maksud dan tujuan lelaki itu kepadanya.

Rasa Untuk DewaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang