Guratan #02: Temu, lepas, rindu

15 4 5
                                    



   Shanna menginjakkan kembali kakinya di satu tempat dimana dirinya dan Mahesa sering kunjungi. Ya, disebuah cafe Myloc bertepatan dengan Braga.

   Dilihatnya punggung sang pemuda itu dari belakang, alih-alih dalam pikiran Shanna meremang.

Apa yang harus ia katakan jika duduk dihadapannya nanti?

Apa wajahnya masih sama?

Apa Shanna harus menghamburkan pelukan dan berkata, "Rindu."

Shanna bingung dan takut.

   Tak mau menunggu lama, akhirnya Shanna beranikan dirinya untuk melangkah mendekati Mahesa. "Sudah lama menunggu?" Tanya Shanna tiba-tiba.

   Pemuda yang sedari tadi menunduk tengah memainkan kukunya kini mendongakan kepala dan menatap gadis yang duduk dihadapannya. Wajahnya masih sama, tak ada yang berubah sedikitpun.

"Halo, Shanna. Saya mahesa, masih ingat?" Bukannya menjawab pertanyaan Shanna yang sebelumnya, pemuda itu lebih memilih untuk menyapa dirinya.

   Shanna sebetulnya sedikit terkejut saat mendengar kembali suara yang telah lama hilang itu. Ia benar-benar merindu. "Oh, iya. Halo, Mahesa. Apa kabar?"

"Alhamdulillah, saya baik. Gimana kabar mu sendiri?"

   Kabar mu, katanya. Baik, Shanna. Tetap tenang walau hati dan pikiran ingin berperang.

"Alhamdulillah, baik juga." Jawab Shanna. Netra pemuda itu mengalihkan kekanan dan kekiri. Tangannya sendiri ia genggam erat mungkin tengah mengendalikan emosi.

"Sebenarnya saya rada tremor nyapa duluan kamu kayak begini."  Ucapnya. Shanna justru tak membalas, alih-alih ia menunggu kembali ucapan Mahesa. "Maaf, ya." Sambungnya.

   "Maaf buat apa?" Tanya nya. Shanna tahu apa topik yang akan ditujunya kali ini. "Semuanya..." Mendengar ucapan itu sangat nyaris tak terdengar, Shanna beranikan diri untuk mengeluarkan semua isi hati.

Dengan menghembuskan nafas yang berat, Shanna mengatakan, "Dibilang gapapa emang udah nggak apa-apa. Walaupun dulu sebenarnya apa-apa. Saat itu saya bener-bener nggak bisa nerima semuanya. Saya benci diri saya sendiri. Saya nggak suka sama teman-teman mu terlebih mereka ngelontarin kata-kata jahat yang nunjukin kalo diri saya jahat. Kata-kata itu masih selalu terlintas dikepala, saya takut, saya kecewa, saya trauma. Apa serendah itu saya dimata kalian?" Shanna menggantungkan kalimat-kalimat itu sebentar sebelum mengeluarkannya lagi. "Saya pikir, saya nggak bisa terus-terusan terpuruk. Saya coba pelan-pelan untuk kembaliin semua hal yang baik dari diri saya, saya coba buat nata lagi diri saya. Saya coba pelan-pelan memaafkan semua yang sudah terjadi."

   Mahesa menatapnya penuh dengan Sendu, hatinya terasa sesak setelah mendengar apa yang sudah menimpa Shanna di masa lalu.

"Justru itu, saya minta maaf sebesar-besarnya atas semuanya. Nggak pantes sih, datang-datang kayak begini, brengsek banget." Pemuda itu menjeda ucapannya, "Kalau kata umi saya, udah nggak punya malu, gak punya muka lagi. Saya jahat banget, jangan nyangkal soalnya ini beneran saya jahat. Bahkan kata jahat itu pun kalau ada tingkatnya saya diposisikan paling atas."

"Maaf, Shan... maaf yang banyak. Saya nggak tau ini harus kayak gimana. Jujur, memang, selepas waktu itu semuanya lega, bahkan saya pun juga lega." Sejenak Shanna memikirkan ucapan Mahesa, berarti saat dulu ia benar-benar selalu merasa sakit jika dekat dengan dirinya?

"Tapi lama kelamaan, saya merasa bersalah sama kamu. Saya benci sama mereka. Saya pernah ada diposisi memang benar-benar sudah muak sama diri sendiri. Saya banyak dosa, saya jahat. Saya sekarang cuma bisa minta maaf setiap detik, maaf ya... maaf banget... maaf." Ucap rasa sesalnya. Lantas laki-laki itu menunduk dan terdengar seperti tengah terisak. Rasanya hati Shanna ikut sesak juga melihatnya, ingin Shanna rengkuh, namun dia tetap dengan pendiriannya yang teguh.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 03, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

NelangsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang