Braakk
"LEE JENO HENTIKAN!!"
Pekikan laki-laki berseragam sekolah menengah itu menggema di seluruh ruangan. Badannya baru saja menabrak meja di ruang tamu.
"Aku hanya berbicara, tidak lebih!"
Sekali lagi pekikan itu menggema di ruangan berisikan beberapa sofa dan furniture sederhana berhias vas berisi bunga, namun orang yang menjadi tujuan pekikan itu tak menggubrisnya sama sekali.
"Jeno sakit! Lepaskan aku bajingan!"
Lee Jeno, laki-laki yang namanya sejak tadi diteriaki oleh adiknya, Chenle menarik pergelangan tangannya naik ke lantai dua rumahnya, menendang pintu pertama ruangan yang dia temukan di atas dan kembali membanting adiknya ke lantai dingin kamar kosong yang asal dia masuki.
Debuman keras terdengar, disusul dengan darah mengalir ringan dari bagian bibir Chenle yang terbuka berkat hantaman keras wajahnya dengan lantai.
"Bicara macam apa yang meletakkan wajah sedekat itu?" Suara dingin Jeno menusuk ketelinga Chenle, detik berikutnya dia melepas jas berwaa abu yang sejak tadi menempel rapi di tubuh tegapnya. "Aku sudah menunggumu selama tiga puluh menit, dan hal yang kulihat sangat menyakiti mataku Chenle." Langkah tegapnya berjalan lurus menuju ranjang besar di ruangan itu, tangan kanannya menarik lengan Chenle, menyeretnya dan menaikkannya paksa ke kasur dengan sprei putih itu.
"Demi Tuhan aku hanya berbicara, kau melihatku dari angle yang salah." Chenle menepis lengan Jeno kasar.
"Apa Johnny mengajarimu untuk berbohong?"
SRAKKK
Dengan sekali tarik, Jeno merobek celana seragam Chenle, membuat wajah Chenle memerah ketakutan. Tarikan berikutnya dia berhasil melepas celana boxer Chenle.
"Lee Jeno! Cukup!" Chenle menggerakkan kakinya asal hingga beberapa kali menendang Jeno di beberapa bagian tubuh hingga wajahnya.
"DIAM!" Teriakan si Dominan mendominasi ruangan seketika, membuat nafas si adik tercekat dan berhenti bergerak saat itu juga.
Jeno menarik turun resleting celananya dan mengeluarkan miliknya yang benar-benar memiliki ukuran mengerikan, membuat siapapun yang berakhir di dominansinya secara paksa bergidik ngeri, bahkan beberapa dari mereka kehilangan kesadaran saat Lee Jeno berusaha memasuki mereka.
Chenle yang sempat mematung beberapa saat segera sadar dan kembali memberontak saat kakaknya bergerak maju dengan lututnya. Chenle menggunakan sikunya untuk mundur menjauh, namun Jeno segera menarik kedua kakinya hingga yang lebih muda kembali mendekat dengan posisi kedua paha kini menempel di kanan dan kiri lututnya.
"Jeno lepaskahkk-" Perkataan Chenle terpotong karena tiga jari Jeno menyeruak masuk ke mulutnya, medikamkannya paksa disana hingga kelenjar air liur si adik segera memproduksi saliva untuk membasahi jari-jari panjangnya.
Cukup basah, Jeno menarik tangannya secara paksa dan tanpa babibu langsung memasukkan ketiga jarinya ke lubang Chenle, membuat laki-laki berkulit seputih susu itu menjerit kesakitan, air matanya turun begitu saja meskipun dia benar-benar tak ingin menangis.
"AGHHKK JENOOO KAU GILA!" Chenle kembali menggerakkan kakinya asal saat kakaknya memasukkan jari-jari itu lebih dalam dan menahan pergerakannya dengan mendorong lengannya ke arahnya.
"Berhenti menggunakan suara tinggimu Chenle!"
Perintah Jeno yang pastinya tak dihiraukan oleh yang lebih muda karena hanya itu yang dapat dia lakukan sekarang.
Lagi, Jeno menarik paksa tangannya dan menyisakan lubang menganga Chenle penuh liur empunya. Dia meletakkan kepala kebanggaannya di depan lubang itu sembari menahan bahu Chenle untuk meminimalisir pergerakan si adik untuk menjauh darinya.
JLEEBB
Wajah Chenle memerah, liur tak bisa sepenuhnya membuat licin jika kakaknya 'masuk' dalam sekali hentakan. Oh ayolah, dua puluh satu bukan ukuran yang wajar bukan.
Jeno diam sejenak, bermaksud membiarkan adiknya terbiasa dengan si 'adik' yang lain tengah berada didalamnya, dan sayangnya itu akan percuma. Chenle diam untuk menahan pingsan, bukan mencoba terbiasa dengan tongkat besar yang kini membobol dirinya.
Ranjang berderit, menandakan si dominan mulai menggerakkan pinggulnya, menariknya perlahan lalu kembali menghujamnya. namun tempo pergerakan itu makin cepat tiap menitnya.
Badan Chenle yang kaku itu bergerak sesuai tempo pinggul si kakak, tangannya meremas hingga mencakar lengan Jeno sebagai pelampiasan rasa sakitnya.
"Kenapa tak mendesah Chenle? kau mau menunjukkan padaku bahwa permainanku tak memuaskanmu?" Tanya Jeno tanpa menghentikan kegiatannya.
Tak ada jawaban, Chenle hanya memandangnya dengan tatapan penuh benci dengan wajah merah dibawahnya.
"Oh, baiklah, ahh... kupikir kau tak menyukai tempoku saat ini."
"Ahhh.. Jennoohhh.. emmbh.."
Chenle mengutuk mulutnya yang harus dia paksa untuk mengeluarkan suara laknat sesuai permintaan kakaknya karena Jeno mempercepat temponya segera setelah dia selesai bicara. penis besar itu menubruk prostatnya berkali-kali hingga kini dia hampir kehilangan kesadaran karena telah mencapai pelepasan, dan membuat Jeno mempercepat tempo bukanlah pilihan yang benar.
Dua puluh menit berlalu, Jeno mengeluarkan miliknya dari tubuh Chenle. Tak ada perkataan apapun, dia kembali memasukkan miliknya ke celana kainnya dan keluar dari ruangan itu tanpa sepatah katapun, dan tanpa pelepasan. Chenle bahkan bisa melihat benda itu terkurung tegang dan kaku di balik celana bahan abu kakaknya.
Perlahan pandangan Chenle menggelap sesaat setelah pintu kamarnya tertutup sempurna usai kepergian Jeno.
•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•
---[Not Enough Honey]---JENLE
By. FaltterPie
•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•«--------------------»
.
•°•Prologue
-fin
Faltter's Note:-
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Enough Honey 🔞 | JenLe
Fanfiction⚠️BXB⚠️ ⚠️JENLE AREA⚠️🔞🔞 ⚠️->PRIVATE ALL CHAPTERFOLLOW FIRST, READ THEN<⚠️ HARGAI AUTHOR DENGAN VOMENT YA The Game Begin Kadang sifat posesif adalah suatu anugrah yang mungkin seseorang idamkan saat memiliki dunia yang sepi. Namun Jeno membuat dun...