Autumn in September

7 2 0
                                    

Autumn in September
By: insidyo_us
_______________________________________________

"Aku tidak sabar menunggu musim dingin." Ucap Bitna yang sejak tadi menatap ke luar jendela. Hari ini kami pulang terlambat karena aku masih belum menyelesaikan catatan biologi. Besok Mr. Tae Joon pasti akan memeriksa.

"Apa bagusnya winter?" Sangkalku. Musim yang paling tidak ku suka adalah musim dingin. Selain membuat kulit kering, tubuhku jadi rentan sakit saat musim dingin.

"Kau bisa memeluk pacarmu saat merasa dingin." Bitna mendekap tubuhnya dengan kedua tangan sambil menutup mata. Sudah pasti mengkhayal dipeluk Jongin.

"Di rumahmu ngga ada mesin penghangat?" Tentu saja ada. Aku hanya mengejeknya.

"Pacar adalah mesin penghangat yang tidak dimiliki semua orang. Aku yakin kau juga tidak punya. Hahahahaha." Suara tertawanya membuatku kesel setengah mati. Aku mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Karna kau sudah meminjamkanku buku ini..." Tanganku menyerahkan buku bersampul itu pada Bitna. "Aku traktir es krim di Cafe Areum."

"Ngga bisa. Hari ini aku mau jalan sama Jongin"

"Lagi?" Ya, benar. Lagi. Setiap hari setelah pulang sekolah Bitna selalu bertemu dengan pacarnya dari sekolah yang jaraknya satu kilometer dari sekolah kami.

"Kau tau? Jongin ngga bisa ngga liat wajahku sehari aja."

"Sebelum pacaran samamu dia bernafas dengan lancar kok."

"Beda cerita. Orang yang ngga punya pacar mana ngerti." Sebelum kalimat terakhir diucapkan, Bitna sudah bersiap untuk berlari meninggalkan ke luar kelas. Takut kena pukulan maut yang sejak tadi ku tahan.

"Besok kau akan rasakan pukulanku." Teriakku. Sebenarnya aku tidak seserius itu untuk memukulnya. Dia sahabat terbaikku.

Berjalan sambil menikmati Bungeoppang (Kue ikan khas Korea) hangat membuat perjalanan pulangku tidak terasa membosankan. Jarak antara rumahku ke sekolah juga tak begitu jauh. Berjalan sambil menikmati pemandangan sekaligus olahraga juga apa salahnya. Jika berjalan kaki hanya membutuhkan waktu 10 menit saja. Tak masalah.

Bungeoppang yang ku beli ternyata sudah tersisa dua lagi. Kenapa aku banyak sekali makan? Sepertinya aku akan kedatangan "tamu" gumamku. Sambil memegangi perutku, aku berjalan menuju persimpangan. Seseorang berdiri setengah meter jaraknya dari hadapanku. Membuat tubuhku kaku dan tak bisa bergerak.

"Annyeong... Uraenmanieyo (Halo, lama ngga ketemu)" Dia tersenyum khas sembari melambaikan tangan. Dia menghampiriku yang membuat darah di tubuhku mengalir deras.  Lalu tangannya menepuk kepalaku dengan lembut. Aku ingin mati saja.

"Kau? Sejak kapan...?" Tiada ekspresi yang pantas aku keluarkan selain bingung. Ini anak kok bisa di sini?

"Udah seminggu. Tapi aku singgah ke rumah Nenek."

Aku harus bilang apa lagi ya? Bingung. Udah makan? Ah! Terlalu basi. Gimana kabarmu? Apasih? Kalo sakit ya di rumah sakit. Kamu ngga rindu aku? YANG BENER AJA!

"Kau baru pulang sekolah?"

Aku mengangguk.

"Mau aku antar? Aku kangen sama Mollie."

KANGEN MOLLIE AJA? NGGA KANGEN SAMA YANG PUNYA?

Mollie adalah anjing peliharaanku sejak SMP. Sebenarnya ada dua pasang. Molla dan Mollie, karena Molla terlalu cantik, saudara sepupuku menginginkannya. Sebenarnya aku ngga ikhlas memberikannya, tapi karena kata Eomma cukup pelihara satu aja. Kadang sebulan sekali aku mengajak Mollie ketemu sama saudaranya atau Molla yang berkunjung ke rumahku.

SEPTEMBERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang