| Prolog

27 1 0
                                    

Jangan lupa vote dan komentarnya :)

———

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*
*
*

"Ayo putus."

Satu kalimat tak terduga itu membuat Kalila langsung membeku seketika. Senyumnya langsung hilang sambil menatap bingung ke arah laki-laki berjaket hitam didepannya. Yang menatapnya serius tanpa senyum seperti biasanya. Kerutan di dahinya semakin dalam seiring berjalannya hening yang semakin lama membalut mereka.

"Maksud kamu apa?" tanya Kalila tak mengerti. Sambil berusaha menetralkan degup jantungnya yang semakin menjadi. Dan menepis semua pikiran-pikiran buruk yang tiba-tiba hadir di benaknya.

"Gue mau kita udahan." Bian memperjelas perkataan sebelumnya. Menghilangkan panggilan aku kamu yang sering mereka pakai untuk memanggil satu sama lain. Dan menggantinya dengan kata gue yang terdengar sangat asing dan berjarak di telinga Kalila.

"Kayaknya kita udah enggak bisa sama-sama lagi." lanjutnya lagi. Menatap Kalila tanpa ada ragu yang terlihat sedikitpun.

Kalila diam tak bisa berkata apa-apa. Pikirannya mendadak kosong setelah mendengar perkataan Bian. Ulu hatinya terasa nyeri seperti ditusuk-tusuk oleh belati. Dan kedua matanya tampak bergetar menahan air matanya sendiri.

"Kenapa tiba-tiba kamu minta putus? Aku punya salah apa?" tanya Kalila dengan suara bergetar, mencoba mencari tahu alasan Bian ingin mengakhiri hubungan mereka.

Bian langsung tersenyum kecil menanggapi pertanyaan tersebut.

"Banyak." jawabnya. "Kita enggak cocok dalam banyak hal. Dan gue udah capek pacaran sembunyi-sembunyi kayak gini. Kayak anak kecil." lanjutnya. Membuat Kalila langsung terperangah tak percaya.

"Kita pacaran udah hampir satu tahun Bi. Dan kenapa baru sekarang kamu bilang kita enggak cocok? Kenapa baru sekarang kamu ngeluh capek pacaran sembunyi-sembunyi kayak gini? Kenapa kamu langsung bilang mau putus tanpa rundingan dulu sama aku? Alasan yang kamu berikan itu bukan masalah besar kalau dibicarakan baik-baik terlebih dahulu, Bi." protes Kalila tak terima.

"Bisa di rundingkan terlebih dahulu?" Bian mengulang perkataan Kalila dengan nada sarkas. "Emang kita mau ngerjain tugas pakai rundingan segala? Ini masalah hati Kal, bukan masalah mau bikin laporan yang mesti rundingan dulu." jawabnya. Membantah perkataan Kalila tersebut.

"Pokoknya gue enggak mau tahu, mulai detik ini kita selesai." lanjut Bian lagi, mengambil keputusan secara sepihak tanpa mau mendengarkan penjelasan Kalila lebih jauh lagi. Sebelum dengan sedikit tergesa, Bian pergi meninggalkan Kalila yang masih berdiri di tempatnya dengan wajah tak percayanya. Yang masih menaruh harap bahwa Bian hanya bercanda. Dan akan kembali berbalik menghampirinya dengan tawa mengejeknya seperti yang sering dilakukannya saat menjahilinya. Berharap pungggung yang semakin menjauh itu akan kembali mendekat lalu mendekapnya seperti hari-hari sebelumnya.

Meski nyatanya semua itu tak terjadi. Bian semakin jauh tak terengkuh. Meninggalkan Kalila yang terisak sendiri dengan kedua tangan yang terkepal erat menahan amarah di hati.








—LangitFavorit—

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 01, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Langit favorit Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang