BAB 3 Hilang
Saat perpisahan kemarin sore, aku telah berjanji akan membawa bekal yang banyak esok hari Malam harinya, aku meminta mamah memasak yang banyak untuk besok pagi.
"Mah, besok pagi Binar mau bawa bekal. Boleh?"
"Besok pergi ke sekolah nyubuh lagi?" tanya mamah penasaran.
"Enggak Mah, tapi Binar mau bawa bekel aja. Kata temen Binar, masakan mamah enak. Jadi Binar besok mau bawa agak banyak, buat temen Binar," ungkapku sambil memeluk mamah.
"Buat Nadia bukan?"
"Bukan, hehe. Coba tebak siapa?" godaku.
"Hmmm, temen deket Binar, hanya Nadia aja yang mamah kenal." Mamah mengusap-usap pucuk kepalaku.
"Buat Kenzi," bisikku di telinga mamah.
"Kenzi? Laki-laki?" tanya mamah penasaran.
"Iya, hehe. Udah ah Mah, aku tidur dulu." Aku segera berlari kecil ke kamar. Malu.
***
Selepas mandi aku bergegas menggunakan seragam sekolah. Aku menyisir rambutku, dan membakai bando berwarma biru muda. Dulu, aku cuek. Tak pedulikan rambutku walaupun berantakan Entah mengapa akhir-akhir ini aku ingin terlihat rapi. Bahkan aku sudah mulai merawat mukaku. Mulai dua hari kemarin aku telah menggunakan krim penghilang jerawat. Resep dari mamah pun, mulai aku gunakan. Cuci dengan air cucian beras, maskeran pakai putih telur, dan segala cara aku lakukan agar jerawatku sirna.
Dandananku kini telah rapi, kuhampiri mamah yang sedang mengemas makanan ke dalam dua misting. Aroma masakan menggugah selera. Tumis wortel dan brokoli kesukaanku, serta ayam goreng, bikinan mamah, mantap.
"Ini Sayang bekalnya." Mamah menyodorkan bekal yang sudah rapi.
"Makasih Mah, Binar berangkat dulu ya." Aku segera menyalami mamah.
"Loh, Binar ga sarapan di rumah?"
"Enggak Mah, Binar mau makan bareng sama teman-teman."
***
Tepat pukul 07:00 aku sudah berada di sekolah. Aku langsung menuju ruang OSIS, Ken bilang dia akan datang pagi-pagi sekali, dan sarapan bersamaku. Detik demi detik terasa begitu lama. Jam sudah menunjukan pukul 07:20, sepuluh menit lagi bel masuk berbunyi. Ken kemana? Apakah dia lupa dengan janjinya?
"Nar! Lagi ngapain di sini?" tiba-tiba suara pak Akmal mengagetkanku.
"Eh Bapak, lagi duduk-duduk aja, hehe." Aku mencoba ceria di depan pak Akmal, padahal hatiku sangat sedih dan bimbang.
"Itu di misting bekal nasi?" tanya pak Akmal.
"Iya Pak." Aku melirik ke arah misting, yang sedari tadi aku pegang.
"Kok ada dua wadah, satu lagi buat siapa?"
"Ni, Bapak mau?" Aku menyodorkan satu wadah kepadanya.
"Boleh, kebetulan istri bapak sedang pulang kampung, jadi ga ada yang masakin." Pak Akmal langsung merai bekal yang aku sodorkan.
"Terimakasih," sambungnya.
"Sama-sama Pak. Binar ke kalas dulu ya Pak." Aku mengalami tangan pak Akmal, dan bergegas ke kelas. Karena Bel masuk telah berbunyi.
***
Hari ini aku benar-benar tidak semangat belajar. Apa yang sebenarnya terjadi dengan Kenzi? Dan apa yang sebenarnya terjadi denganku? Baru sehari tidak berjumpa dengannya, rasanya ada sesuatu yang hilang. Dari jam pertama pelajaran, aku mencoba fokus melihat ke arah papan tulis, tapi pikiranku melayang-layang entah kemana.
"Nar, Kamu kenapa?" tanya Nadia, ketika istirahat.
"Enggak apa-apa Nad," jawabku lesu.
"Ke kantin yuk?" ajaknya.
"Enggak ah, lagi males makan. Kamu mau ga bekal aku. Tadi pagi aku bawa bekal, masakan spesial mama." Aku menyodorkan misting kepada Nadia.
"Mau, kita makan bareng ya?"
"Nadia aja yang makan, aku udah kenyang."
Rasa penasaranku memuncak, aku tak tahan ingin bertanya kepada teman sekelas Kenzi, apakah Kenzi sakit atau izin? Aku berinisiatif ke luar, menuju kelas Kenzi.
"Nad, aku ke kamar mandi dulu ya," aku meminta izin kepada Nadia.
"Iya Nar."
***
Sesampainya di depan kelas Kenzi, aku menghampiri salah seorang siswi."Dek, hari ini Kenzi ga masuk ya?" tanyaku kepadanya.
"Enggak Kak. Bolos, ga ada surat, ga ada konfirmasi juga ke wali kelas. Kakak 'kan pacarnya Kenzi, masa ga tau?" ungkap siswi tersebut. Mendengar ucapan siswa itu sudah tidak aneh lagi. Karena hampir semua orang menganggap aku dan Kenzi pacaran.
"Hehe, iya dia ga ngasih tau, makasih infonya." Aku berlalu meninggal kelas itu dengan hati bimbang. Kemana Kenzi?
***
Sudah tiga hari berlalu, tapi Kenzi tak kunjung muncul. Hari-hariku terasa hampa. Padahal baru sebulan kebersamaan kita. Bayang-bayang Kenzi datang hilir mudik di dalam jiwa, setiap malam netraku tak bisa terpejam. Hati semakin kalut apalagi ditemani lagu-lagu tentang cinta.
Kamu seperti hantu
Terus menghantuiku
Ke mana pun tubuhku pergi
Kau terus membayangi akuSalahku biarkan kamu
Bermain dengan hatiku
Aku tak bisa memusnahkan
Kau dari pikiranku iniDi dalam keramaian, aku masih merasa sepi
Sendiri memikirkan kamu
Kau genggam hatiku dan kau tuliskan namamu
Kau tulis namamuTubuhku ada di sini
Tetapi tidak jiwaku
Kosong yang hanya kurasakan
Kau telah tinggal di hatikuDi dalam keramaian, aku masih merasa sepi
Sendiri memikirkan kamu
Kau genggam hatiku dan kau tuliskan namamu
Kau tulis namamu.***
Suasana perpus begitu sepi, hanya sedikit siswa yang berminat membaca. Biasanya aku ditemani Nadia. Tapi, hari ini Nadia sakit. Aku hanya sendiri. Tiba-tiba seseorang menutup mataku dengan lembut dari belakang.
"Tebak, aku siapa?" suara yang selama empat hari ini aku rindukan akhirnya terdengar lagi.
Aku segera berbalik ke arahnya.
"Kenzi." rasa haru di dalam hati. Tiba-tiba buliran air mata jatuh membasahi pipi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Binar Cinta Semusim
RomanceBinar Cinta Semusim Binar tertahan pada cinta dimasa lalu yang tidak ada kepastian. Diusia yang tidak muda lagi, Binar dipaksa menikah dengan laki-laki pilihan ibunya. Akankah Binar mencintai suaminya? Apakah cinta dimasa lalunya akan hadir kembali?