Satu Tanda Tangan

105 14 7
                                    

Park Seonghwa sebagai Satriya Pakusadewa

Kim Hongjoong sebagai Hanan Ganendra

Jung Yunho sebagai Yohanes Jayawardhana

Choi San sebagai Julian Sandika

Aboverse

━•❃°•°❀°•°❃•━

"Namanya Kiran Yulianti, adik kembarnya Kiran Yudistira. Hanan kenal, kan?"

Hari itu Minggu, pukul tiga sore. Hari biasa dimana Hanan Ganendra baru pulang dari gereja untuk misa yang rutin ia ikuti setiap minggunya. Tak pernah lewat satu haripun, tak pernah bolos kecuali ia sedang ingin ibadah di rumahnya sendiri bersama Satriya, suaminya, yang sibuk bekerja bahkan di hari yang Tuhan kuduskan.

Ah, Satriya Pakusadewa. Entah mengapa ia sekonyong-konyong mempertanyakan eksistensi Yulianti pada Hanan setelah beberapa tahun tak jumpa.

Tapi Hanan tetap menjawab, "Iya, Bang. Hanan ingat dia. Memang kenapa sama Yuli?"

Hari itu Minggu, pukul tiga sore. Hari biasa dimana Hanan Ganendra baru pulang dari gereja selepas mendoakan agar pernikahan yang ia dan Satriya jalani bersama selalu bahagia tanpa kekurangan suatu apapun. Agar ia dan suaminya menjalin komunikasi yang baik supaya mereka selalu mengerti satu sama lain.

Namun di Minggu pertama di bulan November ini terasa lain bagi Hanan. Bukannya ucapan selamat datang ke rumah yang laki-laki berparas manis itu dapat dari suaminya, melainkan pertanyaan tentang perempuan lain.

"Abang mau minta restumu, Hanan."

"Restu untuk apa, Bang?"

Satriya menghela napas, memantapkan diri. Ia akan gagal menyampaikan niatnya jika tidak berteguh.

Ya, urusan hati Hanan yang mungkin akan luluh lantak, biarlah nanti-nanti. Penting sekarang adalah urusannya dahulu.

"Hanan, Abang niat meminang Yuli."

Urusan hati Hanan yang sekarang tengah luluh lantak, Satriya enggan mengambil pusing dahulu. Biar dikata sekarang wajah Hanan tampak terkejut bercampur marah nan gulana, Satriya mengurungkan rasa ibanya. Entahlah apa yang lelaki itu pikir sehingga kalimat tersebut meluncur mulus keluar dari mulutnya.

Hanan menghela napas, mencoba untuk tidak meledak di hadapan Satriya agar tidak membuat runyam suasana Minggu sore ini. Air mata yang meleleh dari pelupuk, ditepisnya oleh punggung tangan, "Pernikahan kita bahkan belum genap dua tahun. Apa yang membuatmu sudi memadu, Bang?"

Laki-laki yang lebih tua menggigit bibir, memalingkan durjanya lantaran sungkan memandang wajah lesu suaminya. Rasa bersalah dalam hatinya baru timbul selepas bulir air mata tumpah membasahi pipi Hanan. Basi sudah.

"Hanan tinggal menandatangani dokumen persetujuan untuk poligami." Satriya menyerahkan sebuah amplop ke hadapan Hanan, meminta Hanan untuk mengambilnya bahkan tanpa mengindahkan pertanyaan suaminya, "Nanti Abang akan langsung menuju rumah Yuli bersama Ib—"

"JAWAB PERTANYAAN SAYA, SATRIYA!!" Hanan sungguh tak kuasa menahan amarahnya lebih lama lagi, "Kenapa kamu tega ingin memadu saya?"

Panggilan 'Abang' saja enggan keluar lebih banyak lagi dari mulut Hanan. Pandangannya makin buram karena air mata tak henti-hentinya mengalir, "Apa karena saya tidak seperti pasangan lain di luar sana yang mau melayani suaminya dua puluh empat jam? Yang tiap sore akan menyambut suami dengan segelas kopi dan air panas untuk mandi? Yang sudi bersolek dan memijat kaki suami demi memerai lejar? Kamu kan tahu saya punya butik yang harus diurus!"

"Bukan itu masal—"

"Oh, atau kamu sudah bosan? Sudah tidak selera dengan laki-laki seperti saya yang lebih sibuk dengan karir ketimbang suami? Atau karena saya sudah rongsok? Tidak elok lagi seperti yang kamu tengok lima tahun lalu kemudian ingin membuang saya?" Hanan membuang napas, "Saya bukan baju yang jika sudah usang dapat kamu campakkan, Satriya. Saya punya hati, seperti Yuli tercintamu i—"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 19, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

夜Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang