Kelahiran Sekala

50 17 36
                                    

Aiai readers! Happy reading yaks
Harus ada jejak kalian di sini❗
Kalau ada typo mon maap ya
Vote komen itu WAJIB😎
Gak mau tau aku maksa
GAK ADA PENOLAKAN!


Langkah seorang laki-laki yang tergesa-gesa memasuki lobi rumah sakit bersalin "Pelita Ibu". Ia bergegas menuju ruang bersalin di mana istrinya telah berada di sana. Dia adalah Andrean, ia segera menemani sang istri yang sedang bertaruh nyawa melahirkan anaknya.

Tangisan seorang bayi memecah kesunyian rumah sakit itu. Senyuman yang merekah dari bibir Aliana serta tangisan haru dari luar ruang bersalin. Andrean segera memberi kabar pada ibu Aliana yang telah berada di luar ruang bersalin.

"Bu, sudah lahir, anak laki-laki," ucap Andrean pada ibu mertuanya.

"Alhamdulillah Le, wes ndang di adzani," (Alhamdulillah Nak, sudah cepat di adzani) ucap syukur ibu Ningsih dengan logat Jawanya.

"Waduh Bu, Mas Arya mawon nggih sing adzan, kulo tasih ndredeg," (Waduh Bu, Mas Arya aja yang adzan, saya masih belum siap) kilah Andrean sambil memandang dan memohon pada kakak iparnya.

"Yo wes, ndi anak'e ndang tak adzani," (Yasudah, mana anaknya biar ku adzani) pinta Mas Arya pada Andrean.

Setelah beberapa proses persalinan hampir usai, Arya masuk di ruang bayi yang bersebelahan dengan ruang bersalin. Ia mengadzani bayi itu. Setelah adzan dan iqamah di telinga bayi mungil itu, Arya bertanya kepada adik iparnya itu perihal nama bayi.

"Siapa nama anakmu itu?" tanya Arya.

"Sekala Mas,"

"Yen ngewei jeneng anak kui, kudu enek artine sing becik Le, kuwi dungo wong tuwo merang anak'e," (Kalau memberi nama anak itu, harus punya arti yang bagus Nak, itu adalah doa orang tua terhadap anak) ucap Ningsih memberi nasehat pada menantunya.

"Nggih Bu, Sekala menika artine yang terlihat Bu, monggo nami lengkape Ibu mawon ingkang nyukani," (Iya Bu, Sekala dalam artian yang terlihat Bu, silahkan untuk nama lengkapnya Ibu aja yang kasih)

"Menawi Al-Fatih yok nopo Bu?" (Kalau Al-Fatih bagaimana Bu?) tanya Arya pada ibunya.

"Kuwi apik Le, artine sang penakluk," (Itu bagus Nak, artinya sang penakluk) Ningsih memberi senyuman di ujung ucapannya. Andrean ikut setuju dengan nama dari kakak iparnya itu.

Sehari setelahnya, mereka mengemasi barang untuk pulang. Mereka masuk ke dalam taksi yang sudah dipesan. Sampai di rumah Ningsih, mereka langsung disambut dengan banyaknya saudara yang sudah menunggu kepulangan Sekala.

"Ya ampun, gantengnya ponakan tante," puji Rena yang langsung mengambil alih Sekala dari tangan Alia. Keluarga besar Ningsih sedang berkumpul di ruang tamu, bergantian menimang lelaki mungil yang berstatus cucu pertama di keluarga.

"Mbak cuti sampai kapan?" tanya Rena.

"Dua bulan,"

"Loh bukannya tiga bulan?" tanyanya lagi.

"Aku gak bisa ninggalin kantor lama-lama. Lagian juga ada ibu," Rena hanya diam tak membalas perkataan terakhir kakaknya.

"Masa kamu gak ada yang bisa gantiin kamu untuk hari ini aja?" Dari tadi Andrean memohon pada Alia untuk tidak pergi ke kantornya pada hari acara selapan Sekala.

"Di kantor itu lagi ada seminar, aku harus datang. Ini penting! Lagian nanti bonusnya juga lumayan buat beli susunya Sekala!" elak Alia yang muak dengan permohonan suaminya dari tadi.

"Sekala anak kamu! Penting mana kerjaan kamu sama Sekala?!" rasanya Andrean tak habis pikir dengan pemikiran Alia.

"Aku kerja juga buat Sekala! Kamu pikir aku kerja buat aku doang! Dah, ngomong sama kamu habisin waktu buat ngomong gak jelas!" Alia pergi meninggalkan Andrean di kamar.

Alia pergi meninggalkan rumah ibunya dalam keadaan ramai saudaranya yang sedang mengurus acara selapan anaknya.

Ningsih terbangun tengah malam sebab tangisan Sekala yang terdengar di kamar Alia.

Ningsih mengetuk pintu kamarnya beberapa kali. Pintu itu dibuka oleh Andrean.

"Kenapa Sekala?" tanya Ningsih.

"Kayaknya haus Bu,"

"Alia kok ora tangi?" (Alia kok nggak bangun?) Mata Ningsih melihat Alia yang masih tertidur lelap tak terusik.

"Sekala susu botol Bu," jawabnya.

"Sini ibu yang gendong, sana kamu bikin susunya,"

Layaknya sudah menjadi agenda bagi Ningsih harus bangun malam hari untuk menggendong bayi kecil itu. Alia tak pernah bangun ketika malam hari saat anaknya menangis. Hal itu sudah Ningsih maklumi, karena Alia selalu sibuk bekerja. Terkadang Ningsih hanya bergantian dengan Rena untuk menggendong Sekala malam hari. Papanya pun sibuk bekerja dan sering pulang malam.

"Bu, berangkat. Nanti jangan lupa buatin Sekala susu. Oh iya Bu, minta tolong buangin pampers nya Sekala yang kotor!" perkataan itu sudah seperti alarm yang berbunyi pagi hari. Untuk segala urusan tentang Sekala yang mengurus adalah ibunya dan sang adik. Rena selalu berfikir, apakah pekerjaan itu teramat penting bagi kakaknya, sampai Sekala harus dijadikan yang kedua? Dari sikap Alia pada Sekala, Rena merasa ada yang di rahasiakan oleh sang kakak.

Oke bersambung di sini
Jangan lupa tinggalin jejak kalian
Vote&komen, kalau bisa komen setiap paragraf hehe. Setiap huruf juga gapapa hh Maruk dikit gapapa 😬
See you next chapter 🙌

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 27, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

I'm Not Your VictimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang