Namaku Qio

4 1 0
                                    

Terdengar aneh memang, dari tiga kata itu aku tak punya nama lain. Aku hidup di rumah bersama Ibuku. Ayahku pergi, meninggalkan kami dan memilih kehidupan barunya bersama orang lain.

Meski tak tau inti permasalahan yang sebenarnya tapi itu tak masalah, karena kedua orang tuaku berpisah dengan suka rela. Karena memang merasa tidak cocok saja.

Meski aku memang merasa sedih namun terkadang aku memakluminya, itu masalah mereka dan aku adalah aku yang hadir ditengah mereka dan bukan urusanku untuk tau masalah pribadi mereka.

Toh perceraian itu tidak berdampak pada kegiatanku dalam belajar di sekolah. Hanya saja kadang aku merasa iri dengan keluarga teman temanku.

Apalagi terkadang teman temanku sengaja memamerkan keharmonisan keluarga mereka di antara teman teman sekelas, dengan cara memamerkan barang oleh oleh mereka dan pamer.

Terkadang aku merasa terganggu karena tingkah tersebut, dan aku memutuskan meninggalkan kelas, atau terkadang pergi ke toilet.

"Dasar mereka itu, mentang mentang punya keluarga lengkap, pamer di depan kelas. Huuh. Apa mereka mau mengejekku atau bagaimana sih. Kesal deh!"

Ketukan dari luar pintu toilet membuat Qio menghentikan gumamannya barusan. Dan segera membukakan pintu dan melangkah ke luar.

Namun kala Qio membuka pintu kamar mandi.

"Eh, ada Qio. Lagi beser ya? Kok lama banget sih." Sindir Dina. Dia adalah anak yang barusan di kelas sedang pamer kepada yang lainnya.

Qio memang terkadang direndahkan oleh teman teman perempuan di kelas karena berita perselingkuhan Ayahnya yang sudah menyebar dari mulut ke mulut.

Qio memang tidak kesal dengan perceraian itu, namun ia kesal karena teman temannya meledek hubungan Ayahnya yang ketahuan selingkuh, gosip itu hampir setengahnya memang benar. Namun tak ada orang yang berhak menghakimi masalah orang lain.

Itulah sebabnya Qio membenci mereka yang menggosipkan hubungan Ayahnya dengan wanita selingkuhannya.

Biarpun masalah itu memang terlihat nyata, benar atau salahpun, itu bukan urusan mereka. Lagi pula ibunya Qio sama sekali tak sedih dengan tindakan Ayahnya Qio, karena memang Ibunya hanya dijodohkan dengan Ayahnya.

Wanita yang berselingkuh dengan Ayahnya Qio itu merupakan kekasihnya sebelum adanya perjodohan mendadak dari keluarga Ayahnya Qio.

Bisa di bilang bahwa, Ayah dan Ibunya Qio menikah dengan terpaksa. Jadi wajar saja kalau hubungan keduanya terbilang dingin, dan memang tak pernah tumbuh perasaan apapun dari satu sama lain.

Bahkan setelah Qio lahir dan besar. Kedua orang tuanya hanya berpura pura saling menyayangi.

Itu mereka lakukan untuk tumbuh kembangnya Qio putri mereka.

Sekarang Qio bahkan sudah mulai memahami, keluarganya ini. Dan Qio tidak keberatan dengan perceraian ini.

Ketiganya bahkan sudah berunding, dan Qio menyetujuinya. Selama 22 tahun mereka menikah, sama sekali tak tumbuh perasaan apapun, keadaan mungkin sedikit berubah sejak Qio lahir. Namun cinta tak pernah tumbuh untuk keduanya.

Tentu saja keduanya sangat menyayangi Qio, namun untuk perasaan mereka berdua memang tak ada.

Bagai gurun yang gersang dan juga es di kutub. Sepi dingin dan tandus.

****

Qio yang sekarang memandang Dina hanya menatap dingin ke arah anak perempuan itu.

"Aku tidak peduli kau melakukan apapun sekarang, dan aku tidak sedang beser! Dasar tukang pamer!" Cetus Qio lalu dengan kasar menabrak Dina.

"Dasar! Heh, asal kau tau ya. Ayahmu itu murahan tahu, makanya dia kabur dengan wanita yang sama sama murahan!!" Sindir Dina terang terangan di depan Qio.

Qio yang awalnya tidak memperdulikan perkataan dina kini mendadak berhenti dan matanya kini terbelalak.

Tangan Qio mengepal keras karena menahan rasa amarah.

"Ya pantes kan Ayahmu pergi dengan wanita lain, atau jangan jangan Ibumu yang ketahuan selingkuh duluan ya!"

BUAK!!

"JANGAN ASAL NGOMONG KAU!" Kesabaran Qio telah habis, remaja perempuan itu dengan cepat membalik badan dan memukul wajah Dina temannya.

Dina saat itu juga terkapar di lantai dengan hidung berdarah sembari menjerit kesakitan.

"Aaduuh sakit!! Dasar kau ubi bau!!"
Umpat Dina.

Qio yang masih dalam keadaan marah mendekat dan kini berjongkok dengan puas di hadapan Dina.

"Eh, ngomong sekali lagi aku jadiin dengdeng kau!!" Ancam Qio sambil menunjukan bogemnya yang ada bekas darah dari Dina.

"Qio!! Ada apa ini? Kalian kok ribut sekali sih?" Salah satu pintu kamar mandi terbuka dan munculah Cia dari dalam.

"Cia," Dina kaget dan langsung mengambil kesempatan bagus lalu mendorongku menjauh.

Aku terduduk saat itu juga karena Dorongan dari Dina.

"Cia, laporin Qio dong. Dia mukul aku sampe berdarah tau. Liat nih. Yuk kita laporin!! Biar dia di hukum berat!" Ajak Dina yang senang karena mungkin akan membuat Qio terkena sangsi dari sekolah.

Dina yang berharap berlebihan kini mendadak dijauhkan dari Cia.

"Din, asal kau tau ya. Aku ini tak pernah dekat denganmu. Aku hanya temannya Qio. Itu takkan berubah. Lagi pula kau bukannya sering ya menghina keluargaku juga sewaktu kita satu kelas bareng. Apa kau gak kapok ya? Dulu menyindir aku dan sekarang Qio. Keterlaluan kau! Minggir!" Dorong Cia pada Dina.

Telak sekali kalimatnya Cia. Dina memang suka menyindir dari dulu, dan tak pernah berubah.

Cia yang sering dijadikan korban nyinyirannya kini muak sekarang, setelah tau Qio yang sedang dijadikan target berikutnya.

"Eh eh.. Jangan bilang kalian kerja sama ya."

"Kerja sama apanya. Kita ini sudah tau semua sifatmu ya. Aku dan Cia sudah bertukar info sedari kami bertemu." Jelasku pada Dina.

"Wah wah wah. Benar memang kalian sekongkol, awas saja nanti dasar ubi busuk dan kau tanah bau! Kubalas kalian ya!!" Dina menabrak keduanya sambil menutup hidungnya.

Dina kali ini dipermalukan oleh Qio.dan Cia.

Lengang sejenak.

"Haha..."

"Haha.."

Setelah kepergian Dina, Qio.
dan Cia tampak tertawa, tentu saja menertawakan Dina.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 13, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Qio Call Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang