["Halo, Sayang, Abang baru saja kirim uang ya. Coba cek di M-banking."]
["Ya ampun, Sayang, yang kemarin saja belum habis, udah dikirimin lagi, Jihan sampai bingung mau dihabiskan ke mana lagi?"]
["Ha ha ha ... buat istri tercinta, uang segitu gak ada apa-apanya. Kamu boleh kasih mama dan papa, atau mau jalan-jalan sama teman nongkrong. Ditabung saja juga boleh, terserah kamu pokoknya."]
["Bang, tapi minggu ini Abang jadi pulang'kan?"]
["Nah, itu dia, Sayang, Abang gak bisa pulang minggu ini. Abang buka cabang di Balikpapan. Doakan lancar ya, masih ada dua cabang lagi yang akan segera lauching di sana. Kalau semua urusan sudah selesai, Abang pasti pulang."]
["Begitu terus sampai gigi ompong! Ini sudah tiga bulan Abang gak pulang. Jihan saja deh yang menyusul ya."]
["Nanti Abang telepon lagi ya, Jihan, ada suplier barang. Jaga kesehatan ya, i love you."]
Sambungan telepon itu terputus. Jihan kembali menghela napas karena kecewa dengan suaminya yang tidak jadi pulang di hari sabtu ini. Padahal ia sudah pergi ke salon untuk perawatan. Ia juga sudah mendekorasi ulang kamar besar mereka dengan sangat cantik dan juga romantis untuk menyambut kepulangan suaminya dari Kalimantan.
Namun semangat yang menggebu-gebu itu sirna, saat suaminya tidak jadi pulang. Malah mengulur hari hingga minggu depan. Bosan, pastinya sangat bosan, saat sedang hangat-hangatnya setahun pernikahan, suaminya terus saja berkeliling mengembangkan usaha. Termasuk dua buah toko meubel yang kini dipegang olehnya.
Tok! Tok!
"Bu, permisi, ada Mas Damar," seru Felisha, seorang gadis berusia dua puluh tahun yang bertugas menjadi asistennya.
"Ya, suruh masuk." Jihan membetulkan riasannya sedikit. Pintu ruangannya terbuka, lalu nampak seorang pemuda bisa dibilang berwajah manis dan bertubuh bagus, berjalan menghampiri mejanya sambil menunduk sungkan.
"Permisi, Bu, saya Damar. Kakak dari Beni."
"Oh, iya, silakan duduk!" Jihan mempersilakan tamunya untuk duduk di sofa, lalu ia pun menyusul duduk di depan Damar.
"Beni tentu sudah mengatakan pada kamu, pekerjaan apa yang saya butuhkan saat ini."
"Betul, Bu, Beni sudah mengatakan pada saya, bahwa saya menjadi sopir mobil pengantar barang ke kustomer."
"Betul, gaji kamu tiga juta satu bulan. Jika toko sedang ramai dan ada lemburan, maka akan dapat bonus. Tidak diperkenankan ijin lebih dari dua kali dalam satu bulan, kecuali sakit. Itu pun harus ada surat dokter. Kamu paham? Dan tolong, kuku kaki kamu digunting ya, dirapikan. Saya risih jika ada karyawan saya yang dekil."
"Eh, b-baik, Bu, terima kasih."
"Kamu boleh bekerja sekarang. Bukan hanya menyetir mobil angkutan barang, tapi kamu juga membantu mengangkat barang kustomer sampai ke dalam rumah." Jihan sama sekali tidak memberikan senyumannya pada Damar. Wajahnya dingin, sebagaimana ia biasa bersikap pada karyawannya.
"Baik, Bu, saya permisi." Pemuda itu keluar dari ruangannya. Jihan duduk kembali di kursi, ia membuka laptop untuk mengecek data Damar yang dikirimkan via email.
Pemuda itu adalah saudara dari Beni salah satu karyawan yang sangat rajin dan juga cerdas. Empat tahun ia bekerja di sini dan sekarang berhenti karena akan menikah dan pergi ke luar kota. Untuk itu, Beni mencarikan sopir baru karena sopir yang lama juga berhenti, bersamaan dengan dirinya.
Damar, lulusan STM. Pengalaman kerja di bengkel dua tahun, di pabrik dua tahun. Merasa bosan, Jihan kembali menutup layar emailnya, lalu berselancar menyelesaikan laporan keuangan dari dua toko meubel milik suaminya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepuluh Juta Satu Minggu
RomanceJika ada istri yang diberi jatah lima belas ribu satu hari, dua puluh ribu satu hari, dua puluh lima ribu satu hari oleh suaminya, maka berbeda dengan Jihan Prameswari. Wanita berparas cantik itu tidak pernah kekurangan uang selama menikah dengan Co...