[ON GOING]
❝Kupersembahkan surga padamu, tapi mengapa engkau menghadiahkan neraka untukku?❞
⎯⎯⎯ ♆♆♆⎯⎯⎯
Dalam hidupnya, Jungkook laksana surga bagi sebagian insan. Mampu menyajikan kegembiraan pun kepuasan bagai Sang Pencipta yang menghadiahkan tuah...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
⎯⎯⎯ ♆♆♆⎯⎯⎯
SlightNamKook , YoonKook CW // Mature (NC-21 at the end of the chapter) TW // Bondage and Discipline, Sadism and Masochism (BDSM) , Bruise , Violence , Injury , Exfoliate (Scale 9 of 10)
⎯⎯⎯ ♆♆♆⎯⎯⎯
[] Embun pada lapisan kaca mulai menghilang secara perlahan ketika Jungkook melangkahkan tungkainya dengan nampan pada tangan. Mengedarkan pandang dan berusaha menemukan nomor meja yang tertera pada bill di sisi cangkir espresso, lantas mendaratkannya di atas meja dengan senyum ketika menyajikan kepada pelanggan.
Baginya ini sudah lebih dari cukup, tetapi kadang kala pria dua puluh satu itu tetap menaruh iri kepada pengunjung café yang dibalut setelan mahal serta name tag tersampir pada leher, lupa mereka lepas ketika jam istirahat kerja telah tiba. Pada akhirnya kenyataanlah yang menyadarkan Jungkook bahwa ia hanya pria biasa yang tak akan pernah bisa berada di posisi itu.
Manik bambinya mengerjap pelan ketika barista memanggil, “Tolong sajikan ini pada meja dua belas, Jung.” Maka ia mengangguk patuh, melangkah dengan hati-hati agar tak menimbulkan kekacauan hanya karena lelah. Kepalanya berdenyut nyeri, seolah ditusuk oleh ribuan jarum berujung runcing, bahkan bibir merah plumnya kini tampak kering mengenaskan.
“Silakan.” Senyum pemuda Han ramah, masih menundukkan kepala dan berniat undur diri ketika pergelangan tangannya tiba-tiba ditahan, membuat lonjakan kaget pada manik dan mendapati Namjoon yang tengah menatapnya.
“Masih ingin menghindar dariku, Jungkook?”
Jungkook meringis setengah hati, melirik sekitar jika saja ada pekerja lain yang memergokinya. “Aku harus bekerja, Namjoon-ah.” Ucapnya, berusaha menghilang dari jangkauan sang teman dengan menarik pelan tangannya menjauh. Ketika tak kunjung mendapat balasan dari pria di hadapan, Jungkook menghela pelan, “Aku akan menemuimu setelah jam kerjaku usai.” Dan tersenyum kecil ketika Namjoon memberikan persetujuan.
Sepanjang sisa jam kerjanya, Jungkook tak bisa mengendalikan diri. Jantungnya bertalu dengan cepat, menciptakan keringat dingin pada telapak tangan yang kerap kali ia lap, bahkan Jungkook dapat merasakan panas dalam fabrik kain kendati di luar sana gemuruh petir kembali terdengar.
Dalam hati Jungkook berharap cuaca tak mempermainkannya seperti tiga hari lalu hingga membuatnya tumbang, meninggalkan sisa demam yang masih bersarang pada kepala kecilnya. Tetapi, di lain sisi ia juga mengharapkan sakit yang hebat agar menyelamatkannya dari siksaan Sang Tuan.