How they met? How they started it all?
Di suatu sore, kediaman Irawan Indrajaya dikunjungi tetangga depan rumahnya --Chandra beserta sang istri, Ajeng. Sebab Chandra sudah mengabari mengenai niatnya bertamu, Irawan tidak terlalu terkejut.
Lagi pula, perihal silaturahmi tidak perlu dipersoalkan, pikir Irawan.
"Begini, Wan, aku dan Ajeng, berniat untuk menawarkan perjodohan antara Aray dengan Nala. Itu juga hanya bila kalian setuju," Chandra berujar tegas dan berhati-hati.
Maya, istri Irawan, terkejut mendengarnya hingga matanya bertemu tatap dengan Irawan. Namun, tak ada seorang pun yang menduga respon Irawan. Seorang ayah dari anak perempuan satu-satunya, yang terkenal begitu posesif, justru menggangguk antusias.
"Ide bagus itu Chan. Kenapa aku baru kepikiran sekarang ya," Irawan mengusap dagunya tak habis pikir.
"Abah yakin Nala setuju?" tanya Maya, memegang lengan suaminya, berharap Irawan kembali pada realita tentang anak semata wayang mereka.
"Lah Bunda gimana? Justru anak kita itu sudah frustasi cari jodoh, ini Abah lagi kasih jalan keluarnya," sahut Irawan membusungkan dadanya.
Sekali lagi, Irawan adalah pahlawan bagi seorang Naladhipa, pikirnya.
Begitulah awal yang baru bagi kisah Nala dan Aray di usia mereka ke-25. Sebab benarnya, mereka telah bertemu sejak usia kanak-kanak, se-kanak-kanak yang mereka ingat. Sebagaimana tetangga pada umumnya, Nala dan Aray tumbuh di lingkungan yang sama --satu komplek, satu blok yang sama. Namun, Nala dan Aray tidak pernah merasa punya kepentingan untuk saling menyapa --setidaknya Nala merasa seperti itu.
Hari ini, dua bulan sejak bertamunya Chandra ke rumah Irawan, Nala dan Aray pun resmi menjadi sepasang suami-istri. Meskipun pernikahan ini hasil perjodohan kedua orang tua, namun Aray tidak lantas berlaku dingin seperti di novel-novel perjodohan kesukaan Nala.
"La, sini deh," setelah melangsungkan akad dan syukuran pernikahan yang bertemakan garden party di halaman belakang rumah Irawan, kini mereka berdua sedang beristirahat di kamar Nala.
Nala hanya melirik Aray malas tanpa membuka mulutnya, ataupun menuruti perintah Aray.
"Buset, istri gue jutek amat,"
Jengah mendengar Aray terus memanggilnya demikian, Nala pun akhirnya buka suara. "Stop, panggil gue kaya gitu!"
"Panggil kaya gimana?" Aray menaikkan sebelah alisnya, menantang Nala.
"Ya, kaya gitu!" Nala memutuskan kontak mata mereka. Memandang kemana saja asal bukan kepada Aray. "Gue punya nama," desisnya.
Aray bangkit dari duduknya, mendekati Nala yang sedang memeluk lutut di atas kasur. Nala masih lengkap dengan wedding dress sederhana rancangannya sendiri. Bahkan Aray belum melihat barang satu helai pun rambut Nala saat ini.
"Okay, Nala, istriku," Aray duduk disamping Nala dengan tangan kanan yang menyentuh mercu kepala Nala.
Nala terkesiap dengan tindakan Aray. Pandangannya tertunduk, menghindari Aray. "Nala, lihat gue,"
Aray mengangkat dagu Nala perlahan, namun Nala masih tetap menghindari pandangan Aray. "Nala," bisik Aray.
Nala berdecak sebal, "jangan paksa gue!" serunya tertahan dengan hidung yang kembang kempis.
Aray tertegun dengan respon Nala. Namun, tak berlangsung lama sebab bibir Nala mulai mencebik, matanya berkaca-kaca, dan isakan itu pun lolos.
"Nala," Aray membisikkan nama Nala sambil menggenggam tangannya.
YOU ARE READING
Nala dan Aray
ChickLitCerita tentang Naladhipa dan Narayana dengan alur utama yang aku adaptasi dari Love Story in February (#TellMeAboutYourLoveStory). Selamat membaca! :D