Rintik Hujan Untuk Lintang

160 25 4
                                    

Don't Copy and Paste
No tuduh-tuduh..
The real is ide my Brain..wheee
Bahasa inggris nya ancurr

.
.
.

Hal yang tentu saja orang lain inginkan adalah saat orang itu menutup mata, maka matanya akan kembali terbuka. Berada dalam lelapnya tidur, akan tetap bangun dan memulai awal baru, dengan banyak harapan yang semoga saja terwujud di hari itu jua.

Namun dia berbeda, lelaki yang kini membuka matanya. Kelopak mata lelaki itu menerjab pelan, menyesuaikan sorot cahaya lampu yang memasuki retinanya. Tangannya perlahan terangkat mengambil ponsel diatas nakas samping tepat tidur, memeriksa jam di ponselnya, waktu kini menunjukan pukul 04:55 pagi, cukup pagi ternyata.

Ia kemudian meletakan kembali ponselnya ketempat semula, mata yang menatap langit-langit kamar bermotif awan dengan pandangan sendu, helaan nafas tercipta di detik berikutnya beserta pejaman mata yang membawa nya pada kegelapan tampa cahaya. Satu lagi pagi yang akan tetap mengantarkannya pada rasa sakit yang berulang, ia yakin itu. Matanya kembali terbuka, manik jernih itu lama-lama mulai berkaca-kaca, tiba-tiba saja rongga dadanya terasa amat sesak, bahkan saking sesaknya patut di pertanyakan dengan apa untuk mengobati rasa sesak itu.

Ia bangkit perlahan,  meninggalkan kasur empuk berukuran besar yang ia tiduri dan memilih menuju meja belajar, menduduki kursi kemudian membuka buku dan merobek sehelai kertas yang berada di tengah-tengah. Tangannya mulai menulis, mulai merangkai huruf-perhuruf yang membentuk kata dan kalimat tuk dapat di baca. Tak terasa, asik menyibukan diri dengan acara menulisnya, semua selesai bertepatan azan subuh berkumandang. Dengan segera ia bangkit untuk membersihkan diri, kemudian mengambil air wudhu dan melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim.

Menghadap kiblat, berdiri tegap dengan niat dan dilanjutkan takbiratul ihram, lelaki itu itu Salat dengan khusyu nya. Di sujud terakhir, ia sujud lebih lama dari sujud sebelumnya karena ia meminta, berdoa serta memohon. Selesai salam terakhir, ia membentangkan tangan ketika berdoa kembali, berdoa dengan lelehan air mata berlinang membasahi pipi, tumpah dan membentuk aliran kecil bagai anak sungai.

Nama nya Rakana Lintang, lelaki berkulit putih bersih dengan hidung mancung, mata indah, alis tebal, pipi berisi, serta bibir yang jika tersenyum akan membentuk sebuah senyum manis berbentuk hati. Tinggi nya tak seberapa, mungkin postur tubuhnya bisa dikatakan kecil

Selesai berdoa, Lintang menyapu wajahnya, menghilangkan air mata beserta jejaknya. kemudian bangkit dan mulai bersiap dengan seragam sekolah berwarna abu-abu, di umur yang ke-18 ini dia telah menduduki kelas 12 Sekolah Menengah Atas. Berdiri di depan cermin, memandang betapa eloknya wajahnya. Bukan gurat bahagia karena ketampanan yang dimiliki, namun hanya raut sendu dengan segaris senyum palsu tercipta yang hanya dapat di perlihatkan untuk diri sendiri

"Bismillahirrahmanirrahim. Rakana Lintang, kamu pasti bisa" ujarnya lirih untuk menyemangati dirinya sendiri, tak lama melangkah pelan menuju meja belajar dan mengambil sebuah alat dari balik laci, untuk membantunya mendengar, kemudian memasang alat kecil itu di telinga kiri.

Menghirup nafas sedalam mungkin dan menghembus kannya lewat mulut, membingkai wajahnya dengan segaris senyum tipis. Tangan kanannya memasukan surat yang tadi di tulis ke dalam tas berwarna hitam milik dirinya sendiri dan tak lupa juga memasukan ponsel ke dalam saku celana. Dirasa semua kini siap, Lintang memakai tasnya dan melangkah keluar kamar. Baru saja melangkah keluar, Lintang tersenyum kecil saat seseorang dengan tongkatnya melewati ia dengan wajah datar tampa sedikitpun tarikan di sudut bibir.

"Kak Bintang" lirih Lintang menyapa menghentikan langkah saudara laki-lakinya, Bintang tak menoleh sama sekali, untuk apa lelaki berusia tiga tahun di atas Lintang menoleh? Jika yang akan di lihat nya tetaplah warna hitam tak berbentuk. Namun bukannya Bintang menyahut atau hanya sekedar menjawab dengan deheman, Bintang malah mengabaikan Lintang, meninggalkan kesan angkuh dan perasaan sedih dari si adik, melanjutkan langkah dengan tongkat nya yang ia pegang mengarahkan kedepan mengetuk lantai tuk memastikan jalan yang akan ia lalui aman. Singkat nya, Bintang itu buta

Rintik Hujan Untuk LintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang