PROLOG

97 55 119
                                    


Camouflage is the best way when the world is inhospitable

Makau, Januari 2017

Gadis dengan kulit sawo matang keluar dari sebuah penginapan dengan menyeret kakinya yang terluka. Maskara luntur membentuk lingkar hitam di bawah matanya. Sudut bibirnya membiru dengan darah segar masih menggenang. Tubuhnya menggigil bukan karena musim dingin namun karena isi kepalanya yang carut marut seperti benang kusut, ia memikirkan kemungkinan-kemungkinan paling buruk yang mungkin saja menimpanya jika lelaki yang tersungkur tanpa sehelai benang itu sadar atau bahkan mati di tempat. Ia berlari kecil dengan menekan kuat pahanya sambil sesekali menengok bekas langkah kakinya. Matanya enggan lepas dari penginapan itu. Gadis itu terkesiap saat menubruk tubuh yang berdiri di depannya. Tanpa menatap wajah lelaki yang sedari tadi memerhatikannya, ia langsung terduduk ke tanah sambil menggosok-gosokan kedua telapak tangannya kuat sambil terus berucap, "Maafkan saya... sungguh maafkan saya... tolong jangan bunuh saya! Saya mohon" dalam bahasa mandarin.

Lelaki itu mengulurkan tangannya yang dibalut sarung tangan bulu berwarna pink pastel, membuat gadis itu mendongak memerhatikan setengah wajah lelaki di hadapannya yang tertutup masker hitam, "Mau saya bantu?" tanya nya. Gadis itu mematung mendengar lelaki itu mampu berbahasa Indonesia. Ia sempat ragu untuk meraih tangan lelaki itu. Tapi ia sudah tidak sanggup untuk berlari menjauh dari penginapan. Sudah lima tusukan pisau di pahanya. Rok berwarna putih tulang yang dikenakannya sudah berubah menjadi merah darah. Dengan tangan yang bergetar ia jabat uluran tangan lelaki itu kemudian ia dituntun untuk segera masuk ke dalam mobil putih yang terparkir 500 m dari tempat mereka berdiri. Wangi tubuh lelaki itu khas, baunya sangat manis namun tetap terasa segar.

Ia memberikan air mineral meminta gadis itu untuk tenang, ia buka masker hitamnya perlahan membuat sang gadis hanya menganga selama hampir 15 menit "Perkenalkan saya Oktober. Saya tahu anda mengalami hari yang luar biasa berat dan saya juga tahu anda sudah membunuh lelaki di penginapan itu" ucap lelaki bersarung tangan pink pastel tenang sambil menarik paha sang gadis, perlahan membersihkan darah dan lukanya lalu ia balut dengan cekatan. Mata gadis itu membulat "Tolong jangan laporkan saya, saya cuma membela diri..." sambar gadis itu memotong ucapan lelaki di hadapannya.

"Ada tiga opsi, merah artinya saya laporkan anda ke pihak berwenang, kuning saya akan hapus semua jejak anda terutama sidik jari di TKP. Saya juga bisa memberikan paspor, KTP dan visa baru, anda bisa hidup dengan identitas baru tapi pastinya biayanya tidak murah serta butuh waktu selama dua minggu itu pun jika polisi tidak menemukan mayat itu terlebih dahulu dan... hijau, saya pastikan untuk menghilangkan mayat itu bahkan sehelai rambut pun tidak akan ditemukan"

"Dan itu tidak gratis pastinya. Saya pun tidak memaksa. Jika anda tidak menginginkan tiga opsi tersebut anda bisa pergi sekarang juga" tambah lelaki itu tersenyum tipis namun mampu membuat gadis itu terkesiap.

"Be...Berapa biayanya?" ucapnya gagap.

"Tergantung kerumitan kasusnya. Anda bisa membayarnya jika anda menggunakan jasa kami"

"Jasa?"

"Betul, jasa pertolongan pertama. Jadi apa keputusan anda waktu saya tidak banyak" ucapnya dengan raut wajah datar meminta kepastian gadis di hadapannya.

Gadis itu menelan ludah dan berusaha mengeluarkan suara namun yang terdengar hanya suara parau yang bergetar hebat, "Hijau"

Lelaki bersarung tangan pink pastel itu mengembangkan senyumnya lalu berucap, "Noted" ia membuka sebuah aplikasi di ponselnya kemudian mengetikan kata "Hijau" pada fitur chat di aplikasi tersebut.

"Baik, karena anda sudah memutuskan menggunakan jasa kami, tolong save kontak saya dengan nama -Pertolongan Pertama- dan gunakan aplikasi ini ketika anda menerima panggilan pelanggan agar jika terjadi sesuatu kami bisa melacak lokasi anda. Pencet tombol di jam tangan ini untuk meminta bantuan" terang lelaki itu.

Gadis itu mengalihkan pandangannya ke spion dengan intens, dua lelaki berpakaian seperti office boy lengkap dengan celemek milik penginapan tersebut keluar dengan tong plastik berbahan Low Density Polyethylene (LDPE). Kedua lelaki itu terlihat payah membawa tong plastik meski dengan troli, seolah berisi beban yang luar biasa berat. Mata gadis itu langsung melotot seperti akan keluar dari rongganya saat melihat lelaki lain dari mobil yang berbeda mengeluarkan sepuluh dirigen cairan, "Kalian mau bakar pelanggan saya pakai bensin? Di dekat TKP yang benar saja hey! Kita nanti ketahuan!" teriak gadis itu sambil mundur beberapa jengkal dari lelaki yang duduk di sampingnya.

Lelaki itu bergegas menelpon seseorang "Misi Makau siap dieksekusi" lalu telepon ditutup sepihak tanpa jawaban di seberang membuat gadis itu ketar-ketir. Ia menepuk punggung lelaki yang mengenalkan dirinya sebagai Oktober berkali-kali.

"Yang harus anda lakukan hanyalah tenang, kami mengeksekusinya dengan metode kimia" jelas Oktober lalu menepuk bahu sang supir untuk segera melajukan mobilnya.

"Metode kimia? maksudnya?" tanya gadis itu kebingungan. Oktober hanya tersenyum kecil sambil menatap gadis itu dalam-dalam.

................................................................................................................................................................

What do you think? baru prolog nih

Hope u like it,

Kritik dan saran yang membangun boleh banget tulis di kolom komentar atau DM langsung yaa

Salam,

Salam,

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Weak TiesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang