Teriknya sinar matahari di luar sana tidak menyurutkan langkah kaki Aaliyah bersama dengan dua orang teman kantornya, Atifa dan Ayesha, untuk tetap turun gedung dan mengantri di depan pintu lift. Tujuannya tentu saja bukan kantin gedung. Hari ini hari Jumat, plus awal bulan. Saatnya untuk memberi sedikit penghargaan kepada tubuh mereka untuk makan di mall. Aaaliyah, Atifa dan Ayesha berjalan kaki menuju Pacific Place.
Pacific Place adalah mall paling dekat dengan kantor mereka. Cukup menyebrang jalan saja, mereka sudah tiba di dalam mall. Sebelum tiba di Pacific Place, Aaliyah, Atifa dan Ayesha sudah sepakat untuk menjatuhkan pilihan makan siang mereka ke resto Pepper Lunch. Mereka cukup beruntung siang itu, walau resto terlihat cukup ramai namun masih menyisakan tempat duduk untuk mereka. Kursi belum semua terisi.
Pelayan resto menghampiri meja Aaliyah. Dengan ramah ia menyodorkan buku menu. Setelah melihat-lihat menu, Aaliyah memilih shake salad sebagai makanan pembuka, dan chicken and salmon pepper rice sebagai santapan utamanya . Ayesha juga mengikuti Aaliyah. Ia turut memesan shake salad, namun beef pepper rice sebagai makanan utamanya. Sedangkan Atifa memilih jumbo beef pepper rice saja.
“Laper atau doyan, Bu,” celetuk Atifa sambil mengikik. Ia tidak tahan untuk tidak berkomentar. Perut yang begah kekenyangan seketika melintas di depan matanya ketika Ayesha mengikuti Aaliyah. “Mumpung masih muda, makan yang enak-enak. Kalau pada udah seumur gue, baru deh milih makannya,” sambung Atifa.
“Sekali-sekali gak apa-apa kan, Bu,” jawab Aaliyah cengengesan. “Mengisi tenaga yang tadi habis dipakai untuk berpikir,” balas Aaliyah.
Atifa mengangguk-anggukkan kepalanya dan kemudian memesan ice lemon tea beserta es krim untuk hidangan penutupnya. Mbak Pelayan resto dengan cepat menulis pesanan Atifa.
“Sama, Mbak.”
“Saya juga, Mbak.”
Aaliyah dan Ayesha kompak memesan minuman dan dessert yang sama dengan Atifa.
“Yakin tuh habis es krimnya?” Tanya Atifa dengan indera penglihatannya yang membulat sempurna. Sedikit terkejut dengan pesanan Aaliyah dan Ayesha. Menurutnya that’s too much.
“Don’t worry, Bu. Pasti habis,” jawab Aaliyah.
Setelah mengulang pesanan, pelayan resto pamit dari meja Aaliyah.
“Jadi gimana, Al? Jadi lanjut kuliah S2?”
Aaliyah terdiam. Berpikir sejenak. Lanjut kuliah S2 adalah yang diinginkannya. Tapi ia terkendala dengan biaya. Bukannya tidak mampu. Orang tuanya mampu untuk membiayai jika ia ingin melanjutkan. Hanya saja Aaliyah ingin membiayai sendiri uang kuliah masternya. Dan itu tidaklah sedikit.
“Pengen sih, Mbak. Tapi kayaknya harus nabung lebih giat lagi. Mungkin tahun depan atau dua tahun lagi,” jawab Aaliyah diplomatis.
“Kalau niat nabung, gak akan lo mau diajakin ke sini, Aal,” kekeh Ayesha. Tempat makan mereka siang ini tidaklah murah. Dan mall yang mereka datangi ini adalah salah satu mall pretisius Jakarta yang terletak di salah satu kawasan elit perkantoran. Segitiga emas Jakarta. Tidak sedikit yang bangga hanya dengan berkantor di daerah ini. SCBD.
“Iih, Mbak, bisa aja. You’ll see, I will, Mbak,” jawab Aaliyah dengan penuh keyakinan. Ia menunjukkan kebulatan hatinya.
“Aamiin… aamiin…aamiin. Semoga dimampukan oleh Allah Ta’ala ya, Aal. Doa dibarengi dengan usaha,”
“Siap, Ibu. The best deh jadi motivator.” Aaliyah tidak dapat menyembunyikan bahagia dihatinya. Mata Aaliyah berbinar mendapatkan suntikan semangat dari Atifa akan tujuan hidup Aaliyah dalam waktu dekat ini, yaitu meraih gelar master. Inilah salah satu yang sangat ia senangi bersahabat dengan Atifa. Meski perbedaan usia mereka cukup jauh, Aaliyah merasa nyaman berbagi secuil kehidupannya dengan Atifa. Walau posisi mereka berbeda di kantor, akan tetapi Atifa yang senior di kantor tidak sombong terhadap Aaliyah yang anak baru dua tahun lulus kuliah.
KAMU SEDANG MEMBACA
I SAY YES
RomanceMengatakan YA telah merubah peta hidup Aaliyah dan Zaky. Aaliyah yang setuju dengan lamaran Zaky dan Zaky yang setuju dengan syarat Aaliyah. Melanjutkan pendidikan ke jenjang master, tetap bekerja, travelling dan untuk tidak memiliki anak dalam wakt...