Prologue

62 14 14
                                    

Jika kau menanyakan apa yang paling menakutkan, sesungguhnya yang paling menakutkan adalah isi kepala manusia dengan masa lalunya yang senantiasa melekat di sana. Sebab sedalam apapun kau mencintainya, kau tak pernah ada di hatinya.

•••



Maret, 2019.
Dua tahun sebelum sesuatu yang menyakitkan menyerang logikanya secara mendadak.

Diputuskan secara tiba-tiba terkadang memang membuat seorang perempuan seperti kehilangan nyawanya. Berpikir dan mencari kesalahan fatal apa yang telah ia lakukan sehingga dirinya merasa jadi perempuan yang tak pantas untuk siapapun. Lalu merenung di kamar dan tidak nafsu makan selama sepekan, terkadang sampai berbulan-bulan.

Barangkali Shin Hyoji juga bakal bereaksi demikian ketika Kim Taehyung mendadak mengajaknya makan malam dan mengatakan, "Sangat disayangkan, namun aku merasa kita tak lagi bisa bersama."

Ia jelas tersentak, hatinya mencelus nyeri. Hyoji tak naif, ia menyayangi lelaki ini dengan sangat. Maniknya menyorot teduh pada iris mata Taehyung seolah mencoba menilik penghianatan macam apa yang sedang terpatri di sana. Sialnya tidak begitu, cinta masih ada di kedua matanya, yang tiada ialah keharmonisan. Jiwa Taehyung terasa lelah dan marah karena tak menjumpai keselarasan.

Senyum Hyoji tersemai anggun kendati matanya berkabut sendu. Ia menundukkan pandang, menatap jemarinya yang sedang memainkan bibir gelas. "Apakah alasannya masih sama, karena ibumu memaksamu untuk segera menikah dengan gadis pilihannya?"

Taehyung mengangguk lemah, ia lantas bersuara rendah, "Ya, masih seperti itu. Gadis itu juga tak keberatan."

Tentu saja, gadis mana yang akan menolak dijodohkan dengan Kim Taehyung? Menawan dan sangat dapat diandalkan. Hyoji meringis lagi, jantungnya seperti diremat. Yang ia sayangkan bukanlah tentang hubungan yang berakhir, tetapi tentang waktu dua tahun yang tak berujung dengan baik dan restu ibunya yang memihak pada gadis lain.

Hyoji tak ingin bersusah payah menentang restu ibunya Taehyung, hal tersebut juga akan merusak hubungan orang tua dan anak. Hyoji tidak ingin hidup bersama Taehyung jika harus mematahkan hati keluarganya. Hyoji lantas menarik napas, embusannya terdengar lirih, ia kembali menatap Taehyung dan mengangguk. "Kalau tidak ada keterpaksaan dan kau akan baik-baik saja dengan keputusan ini, aku tak masalah jika kita harus menyudahinya sekarang."

Tidak semudah itu, sebab kini Taehyung tampak menggigit bibirnya dan mengepalkan tangannya yang bergetar. Dalam momen tersebut, Hyoji menyadari sebuah kekosongan yang lebih pekat menyelimuti lelaki itu seolah ia ingin kembali menarik perkataannya dan berusaha sekali lagi untuk meyakinkan ibunya. Namun sebagaimana orang dewasa bersikap, Kim Taehyung menunduk dan meloloskan satu desah panjang seolah baru saja melepaskan sesuatu yang sangat ingin ia genggam. "Katakan jika ini juga menyakitkan bagimu, Hyo."

Jika begini, rasanya Hyoji ingin sekali agar Taehyung menjelma menjadi sosok pria bejat yang suka menyakiti hati perempuan supaya ia bisa memiliki alasan untuk membenci Taehyung dan merelakannya. Tetapi Hyoji memahami Taehyung, lelaki itu sangat menghargai dan menyayangi ibunya, mau mereka berjuang sekuat apapun, Hyoji tak tega jika harus mengalahkan wanita yang melahirkan serta membesarkan Kim Taehyung hingga menjadi pria yang membanggakan. Hyoji merasa tak pantas memenangkan Kim Taehyung dengan ego mereka.

"Aku merasa sakit, tetapi bukankah lebih menyakitkan jika kau harus melukai hati ibumu, Kim?"

Mata lelaki itu berembun, membeku dan terasa dingin. Taehyung lantas mengusap wajah, menyadarkan diri agar tidak larut dalam perasaan bersalah. "Seharusnya ibu melihat ini. Apa gadis sepertimu hanya satu saja, Nona Shin?"

Perona merah merangkak naik dan menggumpal di pipi Hyoji, ia tersenyum ranum. "Aku bisa membuatnya jika kau mau yang sepertiku," jenakanya.

"Jangan membuatku mengharapkannya, Hyo. Aku bisa-bisa meminta itu sebagai hadiah perpisahan." Taehyung mencoba menghangatkan suasananya lagi, ia mendadak merindukan tawa Hyoji yang terlampau manis dan mencandu. Lantas mendekatkan tubuhnya dan meraih kedua pipi Hyoji yang terasa lebih dingin dari punggungnya yang sepi. Ia menatap setiap inchi keindahan yang telah Tuhan sematkan di wajah Shin Hyoji. "Tolong diam sebentar, Sayang. Biar aku menatapmu. Aku ingin menyimpan wajahmu untuk kukenang malam ini."

"Hanya itu saja? Kau bahkan bisa menyimpan tubuhku dalam dekapanmu, Taehyung."

Semua itu terjadi begitu cepat. Ketika Hyoji menyerahkan tubuhnya berada dalam dekapan Taehyung untuk terakhir kali, lalu ia pulang bersama kehilangan dan kejutan yang menjengkelkan lantaran ia tak langsung menyadari jika sopir taksinya adalah Park Jimin, bosnya. Kemudian karena tak biasa melihat Hyoji berwajah kuyu, di sepanjang perjalanan Hyoji dibuat pening dengan Jimin yang menawarkan beberapa pria kenalannya untuk Hyoji kencani, tak lupa lelaki itu juga menjelaskan detail tentang spesifikasi kenalannya. Betapapun Hyoji ingin sekali memukul kepala Jimin seandainya ia tak mengingat masih membutuhkan pekerjaan.

Luka yang baru sepekan usianya memang terasa masih sepanas air mendidih, namun Hyoji bukan tipikal yang gemar larut dalam bermuram durja. Setelah sempat menangis dan mengonsumsi banyak kafein lantaran merindukan Kim Taehyung, ia akhirnya memutuskan untuk berdiri lagi setelah berdamai dengan isi kepalanya.

Ia jadi memahami satu hal, semakin dewasa seseorang, ia akan banyak menjumpai kehilangan sampai-sampai semesta tak memiliki apapun lagi untuk diambil dari dirimu kecuali nyawamu. Itu sebabnya berbahagialah karena dirimu, cintai dirimu sendiri dengan layak, puji dirimu yang telah bertahan sejauh ini. Orang lain boleh membuatmu bahagia, namun jangan berharap banyak. Meski pada kenyataannya kau bisa kehilangan apa saja tak terkecuali jiwamu.

Jangan lupakan tentang penawaran Park Jimin. Lelaki itu jadi menyerupai brosur iklan yang akan Hyoji temui di mana-mana, termasuk di kantornya sendiri atau saat Jimin memiliki kesempatan hanya berdua dengan Hyoji. “Ini terakhir kalinya, Hyo. Aku memiliki seorang sahabat. Dulu kami sama-sama tinggal di Busan. Kau mungkin pernah bertemu dengannya sekali."

Kening Hyoji mengernyit, ia menatap Jimin yang berjalan di sampingnya. Mereka sedang berada di lorong perusahaan hendak pergi untuk rapat mingguan. Hyoji sendiri tak pernah mengerti mengapa Jimin sangat menggebu untuk hal-hal seperti ini.

"Kapan dan di mana, tepatnya?"

Lelaki tersebut menghentikan langkah, agak terkejut karena Hyoji akhirnya merespons. Namun ia melirik Hyoji dengan sedikit keraguan. "Dua tahun yang lalu sebelum kau resmi berkencan dengan Kim Taehyung. Di acara amal dan saat dia naik ke atas panggung sebagai salah satu donatur terbesar di Korea. Kau juga sempat bilang lelaki itu sempurna untuk dijadikan suami."

Hyoji menganga tak percaya, sekon berikutnya wanita itu menyumbangkan gelak tawanya. "Aku yakin aku tak pernah berkata demikian kecuali aku sedang mabuk. Tak ada lelaki yang sempurna, kau tahu itu, Park Jimin."

Sialnya Shin Hyoji dibuat membeku dan gelisah tatkala sorot mata Jimin berubah serius. "Memang saat itu kau sedang mabuk, kau mengatakan hal itu di depannya, Hyo."

Kerongkongan si wanita terasa pahit dan berat untuk menyahut. Ia memalingkan wajah seraya mencoba mengingat kejadian yang bahkan telah ia lupakan. Lantas bertanya dengan gugup, "L-lalu selanjutnya bagaimana dengan nasibku saat itu?"

"Dia cuma diam. Namun sesampainya di rumah dia meneleponku dan menanyai namamu." Lelaki itu juga membuang pandangannya ke sembarang arah saat melanjutkan, "Kemarin aku bertemu dengannya dan dia berpesan kepadaku. Jika kau tak keberatan, Jeon Jungkook ingin bertemu denganmu."






Notes
Jika kamu di sini, terima kasih banyak, ya!
Tunggu aku untuk update-an cerita ini.

Regards.
forvodca

Daddy's Issue Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang