Part 3 - Gay

97 11 1
                                    

"Kau ...."

Jaehyun tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya ketika gadis bersurai pirang yang ditolongnya menoleh. Ia bisa memperhatikan fitur wajah gadis itu dengan sangat jelas. Abaikan warna rambut dan alisnya karena Jaehyun sudah bisa menilai hanya dengan melihat mata, hidung, dan pipi gembilnya.

Gadis bersurai panjang itu refleks melangkah mundur dan mengulurkan tangan, "Jiho. Perkenalkan, aku Lee Jiho. Staf Administrasi yang baru."

Kening Jaehyun berkerut, ia sedikit tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Apakah penilaiannya tadi salah? Ia memang tak punya memori fotografi, tapi ingatannya tak seburuk itu sampai melupakan wajah orang yang dikenal dengan baik.

"Kau tidak mencoba berbohong 'kan?"

"Untuk?"

"Pura-pura tidak kenal," jawab Jaehyun seraya mengedikkan bahunya.

"Oh, buat apa, Tuan? Maaf, saya belum diajak office tour jadi saya belum berkenalan dengan personil lain. Saya berbicara dengan Tuan ...?"

Kalau gadis itu tidak mirip sosok yang pernah dijumpainya, Jaehyun akan meladeni sesi perkenalan ini sebagai bentuk sopan santun. Namun, ia terlampau yakin kalau memorinya tidak salah mengenali gadis yang perbedaan tinggi dengan dirinya tak seberapa. Jaehyun berdecih dan memandang sang Gadis dengan pandangan tak percaya. Mungkin, lebih tepatnya dengan pandangan kesal.

"Lupakan saja."

Jaehyun jadi kehilangan selera untuk mencari dokumen proyek yang akan dibahas dengan Direktur Lee. Ia tidak tahu apa motif gadis itu untuk memperkenalkan diri dengan nama Lee Jiho. Kalau memang sedang bercanda, sebentar lagi Jaehyun pasti mengetahui.

***

Rose mendudukkan pantatnya di atas kloset setelah selesai mengantarkan dokumen Proyek Chungju Dam pada sekretaris Direktorat Infrastruktur. Ia terpaksa menunda penelusurannya pada file ordner lain yang berpotensi berisi informasi tentang Bandara Incheon. Bisa jadi, dokumen itu tidak berada di sana atau data aslinya tidak pernah dicetak.

"I thought I was gonna pass out," gumam Rose seraya memegangi dada kirinya.

Jantungnya kembali berdegup kencang setelah mengingat insiden jatuh di ruang arsip. Helaan nafasnya pun masih bersuara dengan ritme yang tak teratur. Ia refleks menaruh tangan kanannya di dada kiri dan menepuk pelan. Namun, tetap saja ia ingin meneriaki June saat ini juga dan menghentikan tugas gilanya.

Gadis itu sudah menekan layar ponsel, tetapi urung ketika didengarnya suara tawa cekikikan gadis-gadis yang memasuki area toilet.

"Wow, aku masih belum bisa move on dari suasana di ruang meeting pagi tadi. Moon Jaehyun memang yang paling hebat."

Rose tahu, tempat favoritnya untuk bersembunyi bukanlah area privat. Lagi pula, toilet di gedung ini sangat mewah. Selain 10 bilik dengan lantai dan dinding marmer yang dilengkapi dengan smart toilet, terdapat wastafel berbahan serupa dengan latar cermin besar. Belum lagi sofa empuk melingkar yang muat untuk diduduki setidaknya 5 orang. Tadi saja, Rose sempat terpikir, apakah tempat ini didesain untuk tempat beramah tamah? Dan sepertinya, benar.

"Ya, pria itu selalu mempesona dengan gayanya yang cool dan karismatik," ucap seorang yang lain. Rose segera menyimpan ponselnya di cerukan dinding dan fokus mendengarkan. Topik ini mencuri atensinya.

"Tidak bergaya saja dia sudah irresistible. Tatapan matanya begitu dalam hingga terasa seperti melumpuhkan lututku."

"Aku paling suka bibirnya."

"Kalau aku, suka ...."

Rose tak bisa mendengar apa yang dikatakan gadis lain lagi karena gadis itu sepertinya berbisik pada temannya.

Bootless ErrandWhere stories live. Discover now