Chapter 4

2.9K 280 24
                                    

Minwoo kecil duduk di sofa dengan seragam membalut tubuhnya. Mata beningnya berulang kali memperhatikan Wonwoo. Sang ibu tampak mondar-mandir. Sangat terlihat Wonwoo begitu terburu-buru.

Sepasang mata itu tidak henti memperhatikan pergerakan sang ibu. Tanpa bertanya, ia tahu Wonwoo kelelahan dan masih mengantuk. Berulang kali ia terjaga dan masih mendapati Wonwoo berkutat dengan pekerjaannya.

"Kasihan mommy," batinnya. Tiba-tiba ia teringat percakapannya dengan Hansol saat ia belum bersekolah.

"Hyung, kenapa mommy cetiap hali haluc bekeja? Kenapa mommy tidak cepelti teman-teman Minu yang di lumah caja? Mommy teman-teman Minu tidak bekeja cepelti mommy."

"Karena mommy Minwoo harus mencari uang. Supaya bisa membelikan makanan yang enak-enak untuk Minwoo, membelikan mainan dan pakaian. Kalau mommy tidak bekerja, siapa yang memberikan semuanya untuk Minwoo?"

"Jadi kalena Minu tidak punya Daddy cepelti teman-teman? Kalena Minu cuma punya mommy, jadi mommy yang bekeja? Kalau Daddy ada di cini, mommy tidak bekeja lagi, Hyung?"

"A-Ah … itu … jadi sebaiknya Minwoo juga membantu mommy."

"Minu membantu mommy? Tapi Minu macih kecil. Minu belum bica bekeja."

"Minwoo tidak harus bekerja. Minwoo cukup menjadi anak yang baik. Jangan pernah membuat mommy sedih. Karena kalau Minwoo selalu menjadi anak yang baik, rasa lelah mommy karena bekerja akan berkurang."

Bocah tampan itu sedih saat teringat pesan Hansol untuknya. Ia selalu berusaha menjadi anak yang baik. Tapi kenyataannya ia sudah menjadi anak yang nakal. Saat ini, Minwoo menilai dirinya adalah anak yang nakal. Menolak berteman dengan Samuel, membuat terluka, bahkan hingga dimarahi oleh ayah kandungnya.

"Oh ya Tuhan ponselku." Wonwoo kembali bergegas ke kamarnya. Mengambil ponselnya yang sejak kemarin ia non aktifkan.

Alis pemuda bermarga Jeon itu berkerut membaca sebuah pesan yang masuk. Beberapa detik kemudian, jarinya menari di layar dan menempelkan ponselnya di telinga.

"Songsaengnim maafkan saya karena baru bisa menghubungi Anda. Beberapa hari ini saya sangat sibuk. Bahkan saya sampai melupakan ponsel saya."

Wonwoo tersenyum tipis mendengar jawaban dari seberang sana. Namun senyum itu tidak bertahan lama. Tiba-tiba wajahnya berubah menjadi keruh. Ia memejamkan mata dan memijat pelipisnya.

Saat sambungan itu berakhir, Wonwoo masih bergeming di tempatnya. Ia berulang kali menghembuskan nafas frustasi. Minwoo yang sedari tadi memperhatikan Wonwoo tidak berbicara sepatah katapun. Ia tahu ibunya tidak sedang baik-baik saja.

"Jeon Minwoo."

Minwoo kecil tersentak mendengar panggilan itu. Terasa asing dan tidak nyaman di telinganya. Tidak sehangat dan selembut biasanya. Membuat bocah kecil itu langsung ketakutan. Namun ia tetap mencoba menatap mata sang ibu meski masih tidak bersuara.

"Apa yang Minwoo lakukan di sekolah? Kenapa Minwoo melukai teman Minwoo? Bukannya Minwoo sudah berjanji pada Mommy untuk menjadi anak yang baik?"

Kedua tangan mungil itu saling meremat. Ia tidak menyangka Wonwoo akan tahu apa yang ia lakukan di sekolah. Bocah tampan itu ingin menjawab. Namun tidak ada satu katapun yang berhasil lolos dari bibir mungilnya.

"Minwoo membuat mommy kecewa. Mommy benar-benar kecewa."

Sesak. Rasa itu yang langsung menyergap hatinya. Wonwoo tidak membentaknya seperti Mingyu. Wonwoo tidak memandangnya penuh kemarahan dan emosi. Tapi kali ini, rasanya jauh lebih menyakitkan. Bahkan jauh lebih menyesakkan dibandingkan saat Mingyu memarahinya kemarin.

The Truth Behind The Secret Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang