Bab 7

2.1K 39 1
                                    

Untung aja waktu itu belum sempat mewek aku udah keburu tidur. Jadi paginya pikiran udah fresh lagi, gak sempat sedih berlebihan dan larut bayangin yang iya-iya.

Penjelasan Om Bas tentang tugas seorang manajer kemarin ada yang nyangkut di otakku. Di mana dirinya dituntut untuk pandai berstrategi. Berarti bisa diterapkan juga, dong, untuk istri yang tersolimi karena belum pernah mencicipi yang emak-emak KBM bilang bernama nafkah batin.

Ya, Sisy harus pintar berstrategi buat takhlukin Om Bas. Setelah beberapa kali gagal dengan sistem bar-bar, gimana kalau sekarang dijungkirbalik jadi kalem. Meskipun itu bukan aku banget, tapi demi urusan anuan aku gak boleh menyerah gitu aja.

Aku masih ingat alasan Om Bas yang pernah disampaikan ke mama. Dia gak tega sentuh aku karena selalu terbayang-bayang tingkah absurd waktu kecilku dulu. Nah, berarti sekarang aku harus bikin dia amnesia. Caranya? Jedotin aja kepalanya ke tembok. Hihihi ... sinetron banget, cuma kepentok batu aja bisa hilang ingatan. Gaklah, ya. Kalau Om Bas amnesia terus gak ingat kalau aku ini adalah istrinya kan tambah bahaya.

Sisy harus berubah jadi dewasa. Bukan dengan cara disulap make up kaya kemarin, tapi dari prilaku keseharian. Kurangi pecicilan, kurangi bertingkah kekanak-kanakan, terakhir kurangi minta-minta anuan.

Siapa tahu kalau dikalemin Om Bas jadi luluh. Terus tanpa perlu komando atau kode-kodean lagi dirinya punya inisiatif sendiri buat colek duluan.

Sisy yang mageran juga harus berubah jadi rajin. Rajin bangun pagi-pagi, beberes, belajar bikinin sarapan sehat untuk suami. Om Bas gak pernah paksa aku ngurusin kerjaan rumah. Dia sudah terbiasa membawa pakaian kotor ke laundry. Walaupun ada mesin cuci dan setrika, dia gak tega lihat tangan Sisy menderita. Big hoax! Alasan aslinya karena takut pakaian  jadi hancur semua. Bukannya wangi dan rapi yang ada malah bolong-bolong semua karena pas nyetrika ditinggal scroll sosmed.

Soal beberes rumah, pernah juga Om Bas usulin buat cari asisten rumah tangga. Akunya gak mau, dong. Jadi ngeri kalau ingat judul-judul cerita bersambung emak-emak di platform kepenulisan.

Kutemukan Tali Kolor Suamiku di Kamar Pembantuku

Gak mau, gak mau! Aku gak rela Om Bas direbut pelakor. Baskara Abimana cuma milik Sisy, gak rela bagi-bagi.

Kesimpulannya, suami gantengku baik banget, kan! Gak pernah maksa aku ngapa-ngapain. Padahal aku mau banget, loh, dipaksa buat diapa-apain. Elah, kesitu lagi.

"Sy, mau ikut jogging, gak?" Om Bas keluar kamar, lengkap pakai baju sport.

"Gak suka lari-larian." Aku menggeleng dan meneruskan menyapu lantai. Sedari sekolah memang gak suka olahraga lari. Kalau disuruh lari-lari di pikiran Om Bas bolehlah dinegosiasi.

"Harus dibiasakan. Biar gak gampang lemes dan gak bertenaga kaya gitu."

Jiah. Aku lemes dan gak bertenaga itu gara-gara siapa coba?

Katanya jogging, tapi pas aku lagi ngelap jendela kaca bagian dalam, kulihat Om Bas cuma buka pagar rumah terus balik lagi. Dia melakukan pemanasan terlebih dulu, setelah itu mengambil beberapa peralatan fitness di garasi.

Mataku sedikit terganggu oleh beberapa ibu-ibu kompleks yang kebetulan lewat depan rumah. Kok ya sempat-sempatnya berhenti dulu buat menyapa Om Bas, bahkan beberapa di antaranya sengaja gak mau pergi. Malah terkagum-kagum lihat pria tampanku angkat barbel kanan kiri. Kaus hitam ketat tanpa lengan itu semakin memperlihatkan otot-otot bisep yang menonjol. Apalagi dada bidangnya, siapa coba yang gak mau nyender berlama-lama di sana. Gak bisa dibiarkan!

Kutinggalkan lap dan sapu terus lari ke dapur, ambil apa saja yang penting bisa dijadikan alasan buat samperin suamiku.

"Mas Bas Sayang ... pasti kamu haus, kan! Yuk, minum dulu, Sayang."

Gairah Yang Tertunda (My Lovely Om)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang