Bab Kesepuluh

53 6 3
                                    

Sana membuka matanya, samar. Cahaya yang begitu terik membuat ia harus melindungi matanya agar tidak rusak. Ia bangkit dari tidurnya dan menatap sekelilingnya. Atap-atap gedung terlihat di sekelilingnya. Ada di mana dia sebenarnya? Apa ia sedang bermimpi? Sana memperhatikan sekitarnya, ia berusaha mengenali tempat itu. Ia segera berlari menuju pintu di hadapannya, berharap menemukan petunjuk tentang keberadaannya sekarang. Belum genap ia menyentuh gagang pintu, ia mendengar langkah kaki yang sangat pelan dan teratur.

“Kau sudah bangun rupanya?” Suara berat laki-laki dari dalam menginterupsi tindakan Sana. Ia terdiam sejenak, lalu melebarkan matanya. Sial, ia sedang disandera?!

Kreeek

Dengan segera Sana melangkah mundur. Saat ia urung membukanya, pintu itu justru terbuka. Tentu saja bukan Sana pelakunya, melainkan sesosok pemuda dengan pakaian serba hitam dan rambut berwarna hijau kebiruan. Sama persis dengan pemuda yang Sana lihat di mimpinya.

Pemuda ini melangkah menuju Sana. “Kau akan terjatuh jika terus menjauh dariku,” ucapnya yang terus mengikis jarak antara mereka.

Sana tidak mengindahkan kalimat peringatan itu hingga ia sadar langkah mundurnya barusan harus menjadi yang terakhir karena sudah tidak ada pijakan lagi untuknya.

“Kita berada di atap gedung berlantai 20. Kau akan tak bernyawa jika jatuh dari sini, Miyamoto-san,” ucap pemuda itu lagi.

Sana memperhatikan pemuda itu kembali. Pemuda itu sudah memegang lengannya dan menarik Sana mendekat.

“SIAPA KAU!?” tanya Sana pada pemuda itu.

“Tentu saja aku malaikat pencabut nyawamu,” jawabnya sambil mengeluarkan sebuah pisau lipat dari balik tangannya.

Ia mencengkeram wajah Sana dan mendongakkannya dengan paksa. Kedua mata mereka bertemu satu sama lain.

“Aku memberimu dua pilihan, wajahmu yang selalu kau banggakan ini atau lidah busukmu,” tawar pemuda itu sambil membelai wajah Sana menggunakan pisau yang ia keluarkan tadi.

Sana mendorong pemuda itu dengan kuat. “KAU GILA!” pekik Sana. Ia segera berlari menuju pintu yang sudah terbuka tadi. Namun, saat ingin menuruni tangga ia di tarik kembali ke atap oleh pemuda itu. Pemuda itu mengunci pintu itu dan menyimpan kuncinya di dalam saku.

“MAU APA KAU?!” Sana menjauh ketakutan dari pemuda di depannya. Kakinya gemetar.

Pemuda itu mendekat ke arah Sana, ia mendorong tubuh Sana hingga tersungkur di depannya. Ia kemudian mencengkeram kepala Sana dan berkata, “Aku sudah memberimu pilihan tetapi kau tidak menggunakannya. Biar aku pilihkan pilihan yang tepat untukmu.”

Pemuda itu mengeluarkan sebungkus permen coklat dari sakunya. “Kau suka cokelat, bukan?”

Sana menggeleng dengan sisa-sisa energi yang dimilikinya.

“Aku lebih suka gadis penurut,” ucap pemuda itu sambil membuka bungkus permen cokelat itu.

Sana terdiam, lalu pemuda itu membelai pucuk kepala Sana. “Gadis pintar ….” Pemuda itu membuka paksa mulut Sana lalu menjejalkan permen cokelat itu.

Manis, itulah yang Sana rasakan.

“Bagaimana? Manis, bukan?”

Sana tidak menjawab, ia memilih diam dan pasrah.

Waktu terus berjalan. Sana merasa akan terjadi sesuatu yang mengerikan yang bahkan Sana tidak bisa bayangkan. Permen cokelat tersebut sudah melumer di dalam mulutnya sekarang.

“Aku akan meninggalkanmu sendirian disini, tunggulah malaikat menjemputmu.” Pemuda itu menjauh dari Sana, lalu mengeluarkan kunci pintu dari dalam sakunya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 23, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

2 ArahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang