"Happy birthday, renjun tercintaa!"
pemuda itu cuman terbengong. tidak ada kaget atau setidaknya balasan untuk ucapan dadakan yang diteriakkan oleh sahabatnya lewat koneksi zoom meeting itu. dia malah melamuni wajah yang terpampang penuh di layar laptopnya dengan tatapan yang kosong.
"ren..?"
yangyang tadinya mengira tangkapan video call-nya delay. tapi waktu 20 detik terlalu lama untuk meyakini asumsi itu. dia sudah menepuk-nepuk tangannya; memanggil-manggil nama kawannya sampai suaranya membesar, tapi yang dia panggil itu masih terus melamun seolah dia tidak berada tepat di dalam layarnya.
"suara aku ngga kedengeran, ya? heh, renjun! kamu denger ngga, sih!?"
"eh...i-iya..." balasnya sembari tubuh tersentak.
yangyang mengernyit dahi. maunya kesal karena respon renjun tidak sesuai yang dia harapkan. tapi ketika dia melihat wajah sendu renjun, niat untuk marah jadi terurung.
ia menyingkirkan banner kecil bertulisan 'happy birthday renjun!' di tangannya yang dia buat tadi sore dan memperbaiki posisinya jadi tidur menyamping. ipad di hadapannya disandarkan pada headboard ranjang sementara ia memposisikan sebuah bantal berwarna putih di atas kepalanya.
"kamu kenapa lagi, ren?"
"nggak papa, kok..."
"tuh 'kan begitu lagi. mukanya udah jelas sedih gitu malah ngomong ngga papa."
pemuda yang bernama renjun itu mencibirkan bibirnya. tadinya dia memang tidak berniar untuk curhat. akhir-akhir ini dia sering terpikir. beberapa kali dalam percakapan mereka, renjun merasa terlalu sering menyebut persoalan hidupnya pada yangyang sampai suasana obrolan mereka jadi muram. dia tidak mau yangyang jadi ikut terbebani oleh masalah hidup pribadinya yang dirasa harusnya dihadapi sendiri.
yangyang sendiri sebetulnya tidak masalah. memang ada kalanya ia jadi malas karena renjun terus menerus sedih dan jadi sulit untuk diajak berbicara. namun ia sendiri selalu siap untuk mendengarkan sahabatnya itu kapan saja. pengertiannya lebih besar dari keinginannya sendiri.
"kamu tau 'kan, ren, aku selalu dengerin kamu? kalo butuh untuk cerita juga kudengerin. aku ngga akan ngerasa terganggu."
kalimat yang diucapkan yangyang itu entah kenapa membuatnya jadi lemah. sesuatu membuatnya merasa senang, kalau setidaknya ada satu orang saja yang peduli dan mau mendengarkan dirinya dengan tulus. air mata yang ia tahan sejak tadi akhirnya jadi jatuh. dalam setiap tetesnya, ada rasa lega yang semakin waktu semakin muncul dalam dirinya.
"aku kesepian."
"aku 'kan di sini!"
"iyaa.... tapi rasanya sedih aja ulang tahun ngga ada yang rayain di sini barengan." ketika renjun mengatakan hal itu, yangyang langsung mengerti apa yang membuat pemuda itu jadi sedu.
ia sedang membicarakan ayahnya.
"papa nggak pulang, ren?"
"nggak. ya, kayak biasa. cuman dia belum ngomong apa-apa di chat."
***
berdasarkan analisis data kuantitatif renjun, kurang lebih 70% dari hidupnya, ayahnya tidak pernah muncul.
dulu mungkin itu menjadi bibit kemarahan. seiring waktu tumbuh jadi kemarahan awal remaja akan kehilangan sesuatu yang sepantasnya ia dapatkan. namun lambat laun ia terima dengan tulus hati.
ia tahu bahwa ayahnya itu workaholic, mungkin sudah sampai pada fase dimana uang dan karir sudah terbukti menjanjikan kehidupan bahagia. hal itu begitu dipegang erat oleh pria itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Other Half ༉ hyuckren
Fanfictionkalau memang benar semuanya kebetulan, cerita kita sudah berakhir saat pertama bertemu.