Jungkat-jungkit

114 6 0
                                    

Alkid lebih tepatnya Alun-alun Kidul yang bertempat di pusat kota Yogyakarta. Di mana ini adalah tempat pertama kalinya Noah merasakan arti lebih dari sekedar kata sahabat.

Kenapa bisa dikatakan lebih dari sekedar sahabat? Awal mula kisah mereka berdua adalah saat Noah menyuruh Icha untuk bisa melewati pohon kembar yang mungkin saja harapannya bisa terwujudkan.

Iya itu adalah salah satu wujud keinginan dan harapan mereka berdua. Harapan keduanya agar bisa bersama, namun apa daya Icha tidak berhasil melewati pohon kembar tersebut.

Apakah hal itu dapat dipercaya? Tentu saja itu kembali ke pribadi masing-masing. Noah pikir ini hanya untuk ajang seru-seruan, tapi lama kelamaan dia seperti terombang-ambing dalam kisah asmaranya.

Mengapa Noah dengan mudahnya meluluhkan hati Icha? Satu kata yang terlintas dalam benaknya yaitu nyaman.

Kenyamanan yang ia peroleh dari perempuan yang telah lama ia kenal membuatnya tidak bisa menjauh darinya.  Pada malam di mana Noah memberikan sebungkus sate taichan untuk Icha dan ia juga menyatakan perasaannya. 

Apa yang Noah dapatkan? Ia hanya perlu menunggu waktu yang tepat. Apakah perasaannya terbalaskan? Jawabannya adalah ya. Walaupun pada awalnya Icha sempat ragu karena salah satu temannya juga menyukai Noah, tapi entah dorongan dari mana Icha berani membalas perasaannya juga. 

Kala itu Icha tidak ingin mengalah dan membiarkan orang lain merenggut kebahagiaannya. Apa dia egois? Iya, Icha mengakuinya bahwa dia egois. Lalu bisakah ia bertahan hingga akhir seperti sepasang sepatu?

Filosofi sepatu yang selalu Icha katakan bahwa saat berjalan sepatu tidak pernah terlihat kompak, tapi dia punya alasan dan tujuan yang sama. 

Pada kenyataannya Icha menemukan jawaban dari filosofi sepatu versi dirinya sendiri yaitu mereka tidak pernah bisa bersama, selalu saja ada hal-hal yang membuat keduanya tidak pernah sejalan. Keduanya sama-sama punya ego yang sangat besar dan keras kepala. 

Pada malam ini dan ditempat yang sama untuk pertama kalinya, Noah menanyakan perihal hubungan mereka yang sudah berlangsung selama 4 tahun lamanya. 

"Cha," panggil Noah. 

Sejak Noah menjemput Icha di rumahnya, Icha hanya diam. Tidak ada niat untuk membuka percakapan sedikit pun. Noah pikir mungkin Icha sedang tidak ingin diganggu dan ia perlu waktu lebih lama lagi.

"Noah."

"Icha."

Mereka saling memanggil dalam waktu yang bersamaan.

"Lo duluan deh," usul Noah mempersilakan Icha untuk berbicara terlebih dahulu.

"Hubungan kita itu seperti sepatu, ingin bersama namun banyak ketakutan yang menghantui kita khususnya gue sendiri," jelas Icha.

"Gue sadar selama kita menjalani hubungan ini banyak sekali perdebatan-perdebatan kecil yang membuat gue berada dititik jenuh," sambungnya.

"Jenuh?" tanya Noah sembari mengerutkan keningnya dalam.

"Iya. Sejujurnya gue takut kalau suatu saat nanti kita gak bisa sama-sama lagi dan tepat di waktu ini juga ketakutan gue semakin tinggi. Entah kenapa gue selalu merasa bahwa kita harus benar-benar berhenti," ujar Icha.

Noah menghembuskan napasnya pelan. "Lo gak ada niatan mau putus kan Cha?" tanya Noah sembari menatap manik mata sang kekasih.

Icha memberikan seulas senyum tipisnya, "Sayangnya gue udah dititik menyerah."

Noah meraih tangan Icha dan menggenggamnya erat.

"Cha, kalau lo capek, kita break dulu. Gue kasih lo jeda untuk beberapa waktu, tapi please gue gak bisa kalau lo berhenti untuk selamanya. Jauh dari jangkauan gue," lirih Noah memohon.

Jungkat-jungkitWhere stories live. Discover now