03 | Biang Kerok

0 0 0
                                    

           SEKARANG Erlan berada didepan rumahnya. Ia ingin cepat - cepat merebahkan diri ke kasur empuknya sampai dia puas tapi sebelum itu, ia memarkirkan sepeda motor hitam kesayangannya terlebih dulu. Hari ini adalah hari paling melelahkan yang pernah ada sepanjang sejarah Erlan.

          "Iya bener! Ini rumahnya!" ucap si gadis tiba - tiba. Dia kegirangan sambil mencocokkan kertas kecil ditangannya berisi alamat dengan nomor rumah Erlan.

          Erlan mengernyitkan dahinya tanda tak mengerti. "Ha? Maksud lo? Ini kan emang rumah gue."

          "Kamu anak si pemilik rumah ya?" tanyanya dengan wajah kelewat polos.

          Erlan mendengus, enggan menjawab pertanyaannya dan memilih berlalu menuju pintu bercatkan warna putih gading diekori oleh gadis yang tadi dia buat jatuh.

           "Eh aden, udah dateng?" ujar bibi seraya menyambut tas Erlan, sementara Erlan menjawab dengan dehaman.

           Menyadari ada seorang lagi dari balik punggung tuannya, Bi Minah sontak bertanya. "Dibelakang aden itu siapa?"

          "Oh ya, tolong di urus ya bi."

          Belum sempat Bi Minah bertanya lagi, Erlan langsung berlalu menaiki anak tangga menuju kamarnya.

           Kembali, Bi Minah kemudian menoleh pada gadis itu, sedikit familiar diingatan Bi Minah.

           "Non Yuna?!" ujar Bi Minah setengah berteriak yang dibalas dengan senyuman dari Yunara.

           "Non Yuna kok bajunya bisa kotor? Terus itu apa? Kok Hp-nya rusak begitu?" Bi Minah bertanya secara bertubi - tubi membuat Yunara sedikit kesusahan menjawab pertanyaannya.

          "Kalau nanti boleh nggak aku ceritanya Bi? Soalnya badan aku udah gatel - gatel," ujarnya sedikit tak enak hati.

          "Aduh, iya ya. Ayo Non kita masuk, tasnya biar bibi aja yang bawain."

          Sementara itu, karena terlalu lelah Erlan langsung merebahkan dirinya dikasur dan tanpa tahu telah hanyut dalam tidurnya. Seharusnya sudah sejak setengah jam yang lalu ia berada di kamarnya, namun tertunda karena si gadis menjengkelkan Yunara.

           Erlan benar - benar kelelahan karena tadi, ia sangat kesusahan membawa Yunara untuk sampai ke rumahnya. Itu semua karena Yunara yang takut kalau Erlan akan menjual dirinya atau semacam hal buruk lainnya. Belum lagi Yunara yang mengomelinya habis - habisan karena telah membuatnya jatuh hingga basah kuyup dan bau, juga telah merusak ponsel Yunara, padahal gadis mungil itu kesusahan menarik hingus dan menghentikan sesegukkan -nya sendiri dan jangan lupakan bagian dimana Yunara sengaja menangis kencang hingga membuat Erlan jadi dicurigai tetangga serta dihadiahi tatapan sinis.


*****


          Erlan terbangun karena ketukan dipintu oleh Bi Minah yang menginterupsi tidur nyenyak-nya. Matanya mengerjap beriringan dengan kesadarannya yang mulai terkumpul. Netra hitam kecoklatan milik Erlan menulusuri setiap sudut ruangan, dilihatnya jendela kaca menampilkan awan malam yang gelap, kemudian tangan kanannya meraih ponsel dan membuka layar sehingga menampilkan pukul 19.12 WIB. Namun, ada satu lagi yang menjadi perhatian Erlan yaitu ada dua panggilan tak terjawab dari ibunya yang membuat dahi Erlan bekedut.

           "Den, makan dulu. Makanannya sudah saya siapin dimeja," ucap Bi Minah.

           "Iya bi... ." balas Erlan setelahnya.

           Erlan bangkit dari kasurnya, sebelumnya ia pergi dulu ke kamar mandi baru kemudian menuruni anak tangga menuju ruang tengah. Suasana sepi hanya berdua dengan bibi ditambah makan sendiri di meja makan, Erlan sudah sangat terbiasa dengan hal itu. Tapi, ada apa dengan suasana sekarang? Kenapa bisa ada gadis menjengkelkan sedang duduk dikursi meja makannya juga?!

            "Ngapain lo disini? Pulang sana!"

           Yunara tersentak dari kursinya, sedikit takut pada Erlan. Kenapa tidak? Lihatlah wajah Erlan yang dingin dengan mata tajam memang sudah biasa, tapi bila ditambah bentakan dan mata sipit yang semakin menajam menambah nilai seramnya.

          "A-aku... Aku... ," kata Yunara terbata - bata.

          Erlan berdecak tak suka. "Lo apa, hah? Ngomong aja nggak gue makan juga," ujarnya dengan nada santai sembari membuka pintu lemari es.

          Yunara menghembuskan nafas lega. "Aku tinggal disini," jelasnya.

          Mendengar penuturan Yunara membuat Erlan yang baru saja ingin meneguk minuman bersodanya jadi menyembur keluar bak patung pancuran.

           "What?! Are you f*ckin' kidding me?!" teriaknya dengan mata membulat sempurna.






*****






          "Asek! Jay genjreng nih bos!" teriak Niandro menggelegar ke seluruh penjuru ruangan kantin.

          Jay langsung memetik gitarnya sedangkan Niandro bertugas menjadi biduan. "Abang pilih yang mana? Perawan atau jandaaa... "

          Darel langsung menaiki meja sambil berpose ala penyanyi yang sedang konser dan kaleng soda dijadikan mic -nya. "Perawan memang menawan, janda lebih menggoda, tapi Pak Iwan lebih bahenol... Yiii.. Haaa!"

          Mendengar lirik yang dibuat Darel secara dadakan membuat seisi kantin tertawa ngakak. Terkecuali Erlan yang ikut bergabung bersama teman persengklekan -nya yang diam bak batu neolitikum tanpa nyawa.

          Suasana memang kelewat ramai hingga mungkin mampu membuat gendang telinga yang mentalnya lemah menjadi pecah.

          Disisi lain ruangan kantin, mata Erlan memicing tajam yang ia tujukan pada Yunara tersangka biang kerok didalam hidupnya. Sungguh ketidakadilan macam apa ini? Kenyataan pahit terus datang pada Erlan namun gadis berkuncir kuda diujung sana malah tertawa  terbahak-bahak dengan temannya, walau hanya satu. Yah... tak heran, gadis kuper dan gila seperti itu mana ada yang mau berteman dengannya kecuali dia juga gila.

          Erlan semakin jengkel beriringan dengan garpu ditangannya yang ia pegang erat sampai urat - urat itu nampak dan garpu itu ditorehkan di atas meja. Mengingat kejadian kemarin malam membuat Erlan berdecih sinis.

           Gadis bernama Yunara itu ternyata adalah cucu dari sahabat neneknya, begitupun dengan ibu Yunara adalah teman baik ibunya. Jadi, kemarin itu hari terakhir bibi Yunara menemani gadis itu di disini lalu kembali dan jadilah Yunara dititipkan dirumahnya karena orang tua mereka dekat. Panggilan tak terjawab dari ibunya ternyata ingin memberitahukan tentang Yunara padanya.

             Erlan berdecih. "Sampai kapanpun jangan harap gue bakal suka sama cewek nggak waras kayak lo," ujarnya penuh penekanan dan garpu yang ia genggam menjadi bengkok karena saking kuatnya Erlan mencengkeram.

           Levin yang baru saja sadar ada yang aneh dari sahabatnya pun, spontan melirik Reyga yang juga menatapnya.

          "Kenapa lo?" tanya Reyga kemudian.

           Erlan hanya menggeleng sebagai tanggapan membuat dua orang didepannya mengernyitkan dahi bingung.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 09 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

YunaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang