𝔼𝕝𝕖𝕔𝕥𝕣𝕚𝕔𝕚𝕥𝕪
***
Kepala Jihoon berputar seolah tersangkut di kincir angin, dan juga sakit seakan di dalam tempurung kepalanya, otaknya sedang berlatih boxing. Penglihatannya dirubungi kunang-kunang.
Jihoon pasti sudah mati.
Tapi kenapa dia merasa hangat dan empuk, seakan dia sedang dipeluk oleh awan.
Apakah ini rasanya berada di akhirat? Apakah ini rasanya surga.
Tapi kenapa surga tampak seperti kamar hotel mewah?
"Hei, sudah bangun?"
Dan kenapa Seungcheol ada di sini?
Seungcheol melangkah ke arahnya dengan senyum lebar dan membawa baki berisi segalas air minum.
Meskipun pening dan linglung, Jihoon ingat bahwa Seungcheol mencampakannya kemarin. Membiarkannya mendendangkan lagu sedih Adele sendirian di dalam kamar honeymoon suite mereka yang mewah. Jihoon harusnya marah besar. Tapi jantungnya tidak setuju.
Pagi ini Seungcheol nampak seperti malaikat (padahal Jihoon tidak pernah tahu bagaimana rupa malaikat) Seungcheol mengenakan kemeja aloha yang tidak dikancingkan dan juga celana pendek berwarna putih, sinar matahari yang lolos dari jendela menyinari kulitnya yang mulus dengan cahaya sewarna emas, rambutnya yang hitam berkilauan seperti batu vulkanik.
Seungcheol cocok berdiri di gerbang akhirat sambil membawa papan bertuliskan: SURGA SEBELAH SINI. Penampilan itu membuat jantung Jihoon jumpalitan.
Mungkin memang Jihoon sudah berada di akhirat.
Seungcheol meletakan baki di meja samping tempat tidur dan duduk di dekat Jihoon. "Bagaimana perasaanmu?"
"Agak deg-degan." Jihoon ingin menjawab demikian sampai Seungcheol meletakan telapak tangan ke keningnya, dan Jihoon sadar bahwa jawaban itu tidak relevan dengan pertanyaan Seungcheol. "Pusing," Jawab Jihoon akhirnya.
Seungcheol menarik tangannya dari kening Jihoon. "Bagaimana dengan perutmu?" Tanya Seungcheol. "Kau muntah hebat kemarin, ingat?"
Jihoon melupakan peristiwa itu sampai dia diingatkan. Sekarang, setelah Jihoon ingat bagaimana dia mempermalukan dirinya sendiri kemarin, dan karena Seungcheol menyinggung tentang sakit perut, Jihoon jadi menyadari rasa tak mengenakan di perutnya. Atau rasa itu semata-mata didatangkan oleh sugesti Jihoon?
Jihoon memegangi perutnya. "Rasanya tidak enak."
Seungcheol mengoperkan segelas air. "Minum lah," Kata Seungcheol, "aku telah mencampurkan obatnya ke dalam situ. Rasanya mungkin akan agak sedikit pahit."
Tak diragukan lagi, Seungcheol adalah orang paling baik, paling pengertian, dan paling perhatian yang pernah Jihoon kenal. Suami Terbaik Sepanjang Masa. Jika Seungcheol adalah sebuah tempat wisata, tidak diragukan, peringkatnya pasti bintang 5 di mesin pencarian Google.
Barangkali Suami Terbaik Sepanjang Masa tidak semestinya tega mementingkan pekerjaannya di atas Jihoon ketika mereka sedang bulan madu, namun Jihoon sepenuhnya sudah lupa dengan fakta tersebut.
Jihoon meminum air itu yang mana memang tidak terlihat bening dan rasanya pahit luar biasa. Jihoon merasa lidahnya kebas, namun dia tetap menenggak air itu.
Ekspresi Jihoon yang menahan pahit pasti tampak begitu konyol sebab Seungcheol tertawa memperhatikannya. Jihoon merasakan wajahnya memerah karena malu.
"Aku akan mencari sarapan dulu. Tidak apa-apa kan jika kutinggal sebentar?" Kata Seungcheol.
Jihoon mengangguk. Seungcheol kemudian meraih kepalanya, mencondongkan tubuh dan mengecup kening Jihoon singkat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Childhood (JICHEOL)
Fanfiction"kau ingat Seungcheol?" Bagaimana Jihoon bisa lupa jika ibunya baru saja membicarakan masa kecilnya yang dibumbui penuh dengan nama itu. Seungcheol ini, Seungcheol itu. Seungcheol yang ini, Seungcheol yang itu. Seungcheol begini, Seungcheol begitu. ...