Dengan tatapan yang terlihat sangat tajam pun menusuk, seorang pria paruh baya menggebrak meja yang berada di hadapannya. Akan tetapi gebrakan yang dia buat, tidak dapat membuat mental seorang perempuan di depannya melemah.
Albert Armozart, rahang pria itu mengatup begitu keras hingga otot-otot di sekitar lehernya terlihat menonjol. Matanya membelalak, tajam dan berkilat penuh amarah, seolah dengan tatapan itu ia bisa membakar apa saja yang ada di sekitarnya. Sedangkan si sulung; yang membuat emosinya memuncak, tetap terlihat tenang.
“Aku sudah mengatakannya padamu bahwa aku tidak ingin menikah dengan pria pilihanmu itu, Ayah, sekalipun orang tersebut memiliki paras tampan dengan harta di mana-mana.” Dengan kaki kanan yang bertumpu di atas kaki kiri, Grania Janitra berkata santai sembari memperhatikan kelima kuku jari tangan kanannya yang panjang dan berlapiskan cat kuku berwarna hitam. Sementara tangan kirinya melingkar di perut.
“Kebetulan aku juga tidak pernah mau menikah,” lanjutnya. Ada beberapa alasan kenapa dia memutuskan untuk tidak menikah.
“Ya, ya, ya. Terus saja bilang seperti itu sampai mulutmu berbusa, dan saya tetap tidak akan pernah mau mendengarkan ucapanmu!” geram Albert, matanya penuh frustrasi. “Lagi pula, sampai kapan kamu akan terus seperti ini, Grania?!” Dia menambahkan dengan nada penuh kekesalan.
Albert tak bisa lagi menahan amarah, merasa sudah cukup sabar dengan sikap Grania yang selalu menghindari komitmen. Setiap kali dijodohkan, Grania selalu menolak dengan alasan yang tidak jelas. Bahkan ketika Grania berpacaran, dia pun enggan melangkah jauh ke jenjang yang lebih serius, seolah hubungan itu hanya sekadar permainan baginya.
“Sampai kamu mati.”
“Grania!” Albert membentak, dia bangkit berdiri; memberi tatapan penuh peringatan agar si sulung tidak asal berbicara, dan bisa menghormatinya. Grania terkekeh sinis dan ikut berdiri.
“Ya, Ayah?” Perempuan itu menyahut santai, suaranya sangat terdengar lembut. Tetapi tidak dengan wajahnya yang menunjukkan raut datar dan tatapan menajam, pertanda siap membalas setiap kata yang akan keluar dari bibir sang ayah. Dia lipat tangan di depan dada, menambah kesan dingin nan tidak tergoyahkan.
“Kamu dan ibumu memang tidak jauh berbeda, kalian sama-sama keras kepala dan juga sok angkuh!”
Kedua sudut bibir Grania tertarik ke atas, membentuk sebuah senyuman lebar setelah mendengar perkataan Albert untuk yang kesekian kalinya. Ia mengakui bahwa dirinya dengan sang ibu memang memiliki watak yang sama. Sejak kecil, Grania sering mendapat cap 'keras kepala' dari Albert, dan ia justru merasa bangga mendengarnya. Itu sesuatu yang diwariskan oleh sang ibu untuk tetap berani dan berdiri teguh pada prinsip.
“Itu bukan hal yang buruk. Jika tidak keras kepala, mungkin aku sudah ikut-ikutan menikah dengan pria pilihanmu itu, tanpa pernah mempertimbangkan apa yang benar-benar aku inginkan. Kamu melakukan hal seperti ini hanya demi kepuasanmu sendiri, ‘kan? Kamu pikir aku tidak tau itu?” Helaan napas Grania embuskan sebelum kembali berbicara.
“Jika aku keras kepala, lalu bagaimana dengan dirimu sendiri? Bukankah kamu pun tidak jauh berbeda dengan pria di luaran sana, Ayah? Selain pemaksa dan tidak setia, kamu juga menyalahgunakan kekayaan Ibuku demi memuaskan hasratmu yang tidak cukup dengan satu lubang. Tidakkah itu menjijikkan?"
“Dan sekarang, kamu memaksaku untuk menikah bersama pria pilihanmu tanpa menyadari seperti apa sifat dan kelakuanmu terhadap Ibuku? Astaga, Ayah, yang benar saja!” oceh Grania, melanjutkan kembali ucapan. Ia berhasil membungkam Albert dengan kalimat-kalimat fakta yang sedikit merendahkan.
Karena tidak terima, juga emosinya kian memuncak, Albert mengangkat tangan; hendak menampar pipi Grania. Namun sebelum telapak tangan itu mendarat di pipi tirusnya, Grania lebih dulu menahan lengan Albert di udara. Salah satu sudut bibir Grania tertarik ke atas.
![](https://img.wattpad.com/cover/303090876-288-k73164.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Yes, Mommy!
RomanceJudul awal: Grantion ___ JANGAN PLAGIAT, gunain tuh otak biar BERGUNA! ••• "Tante, angkat aku jadi budakmu!" "Kamu mau? Serius?" "Serius, Tante! "Baik, kalau begitu mulai sekarang kamu adalah budakku." ... "Mau mencoba sesuatu yang dibuat oleh ora...