«Pangeran Tampan Milik Mama»
"Selamat ya, mbak Naira ... kini saatnya Foxy Magazine akan lebih mendunia. Kita tahu ... setelah sebelumnya, di bawah pimpinannya mbak Naira, Foxy menerbitkan Foxy Korea dan China. Kini saatnya, majalah itu layak untuk diperkenalkan di seluruh kota-kota besar di Indonesia."
Naira tersenyum membalas ucapan selamat dari salah seorang wartawati senior--yang juga seorang pengamat dan penikmat mode-- yang kini sedang mewawancarainya.
"Apa yang membuat mbak Naira akhirnya memutuskan Indonesia harus memiliki Foxy-nya sendiri?"
Naira menerima sesi wawancara yang dilakukan secara eksklusif oleh sebuah media penyiaran yang ikut menjadi salah satu sponsorships terbitnya Foxy Indonesia.
"Sekarang bisa dibilang Indonesia bisa di sandingkan dengan negara-negara yang telah maju dalam dunia fashion dan kecantikan. Tentu ... dengan catatan, Indonesia mengembangkan ke-khas-an yang dimiliki Indonesia," Jawab Naira.
"Bisa dilihat sekarang, banyak desainer Indonesia yang berlomba-lomba mengangkat etnik-etnik khas negara ini," tambahnya lagi.
Ratna, wartawati senior itu mengangguk dan sesekali mencatat poin penting yang disampaikan Naira.
"Lihat juga, Jakarta kini punya catwalk-nya sendiri. Fashion week di Jakarta kini penuh peminatnya. Dan membawa perancang busana Indonesia hilir mudik memamerkan rancangan mereka ke ajang Internasional. Maka, Foxy disinilah yang akan ikut berperan membantu mengembangkan dunia fashion Indonesia," Jelas Naira dengan penuh kebanggaan.
"Semoga ... mimpi Foxy dan kita semua penikmat fashion, Indonesia akan mampu ikut bersaing di dunia Internasional." Dan Ratna menimpali perkataan Naira dengan cukup bijak.
"Pertanyaan saya selanjutnya, ini lebih bersifat pribadi ... semoga mbak Naira berkenaan untuk mejawabnya," Pinta Ratna dengan sopan.
"Jadi kami dengar bahwa selain mengisi posisi direksi di Foxy, mbak Naira juga sebagai perancang busana yang akan ditampilkan di Foxy Magazine... Benarkah begitu mbak Naira?"
Naira menganggukkan kepala dengan tawa malu-malu dan wajahnya sedikit memerah.
"Ya ... walau tidak sepenuhnya benar ... hanya sedikit masukan sana sini yang Foxy butuhkan. apalagi untuk terjun langsung menentukan isi majalah... kiranya sudah banyak ahli yang kompeten yang dimiliki Foxy." Jelasnya menampik pertanyaan Ratna yang berlebihan.
"Namun, boleh dibilang debut Foxy Indonesia edisi pertama ini ... pembaca bisa menemukan lebih banyak rancangan saya yang tak seperti rancangan-rancangan sebelumnya ... seperti jiwa yang baru," Tambah Naira lebih detail.
"Boleh kami tahu sedikit bocorannya?" Tanya Ratna cukup penasaran.
"Spesial ... hahaha, hanya itu yang bisa saya bocorkan dari rancangan saya ini. Kalian bisa melihatnya langsung besok pagi di Foxy Indonesia," Tutur Naira sedikit berkelakar.
Walaupun hari ini kantor Foxy Indonesia yang memiliki 3 lantai itu telah resmi dibuka, namun untuk edisi pertama majalah Foxy Indonesia baru akan diterbitkan esok pagi, menyesuaikan dengan waktu terbitnya di luar negeri. yaitu terbit setiap tanggal 10 dalam sebulannya.
Khusus hari ini, Para jajaran direksi, staff dan karyawan hanya melakukan Grand Opening, Selebrasi dan jamuan makan siang bersama para tamu VIP dan VIIP.
***
Bip! Bip! Bip!
Ponsel Naira sudah sejak setengah jam lalu terus berbunyi. Ia tahu pasti siapa yang terus-terusan mengirimi chat di whatsapp-nya dan sesekali meneleponnya.
Namun, Naira abaikan semua panggilan itu. Karena sudah tahu pasti jika ia mengangkat panggilan itu sama dengan cari mati. Biarlah sebentar saja ... ia juga sudah berusaha untuk tak mengingkari janjinya namun nyatanya secara tidak langsung Naira sudah mengingkari janjinya sendiri yang ia ucapkan dengan sang penelepon sebelum acara di Foxy pagi tadi.
Syukurlah, dewi fortuna berpihak padanya kini. Jalanan Ibukota yang tiap hari macet parah kini hanya ramai lancar, tak membuatnya putar otak jika misalnya ia terjebak macet. Mobilnya mudah saja menyalip satu mobil ke mobil lain didepannya dengan cara mengemudinya yang cukup lihai.
Ia mengarahkan mobilnya ke terminal penerbangan internasional di Bandar Udara Soekarno-Hatta. Dan ia bersyukur dimudahkan juga untuk ia mendapat lahan parkir yang kosong.
Naira, bergerak berjalan ke tempat yang penuh dengan orang yang akan keluar masuk untuk bepergian ke luar negeri. Fokus matanya menyisir semua tempat yang dapat dijangkaunya, berharap dapat segera bertemu dengan orang yang dicarinya.
"Mama ...." Panggilan suara anak laki-laki sesaat kemudian masuk ke telinganya.
Naira tersenyum, disana dua anak laki-laki berwajah sama sedang berlari ke arahnya. Teriakan asisten Naira yang ia tugasi menjemput mereka pun tak mereka hiraukan.
Kedua tubuh kecil itu merangsek maju memeluk tubuh ibunya. Mereka rindu, serindu-rindunya dengan ibunya. Telapak tangan Naira ia letakkan di rambut hitam pekat mereka, mengusap-usapnya pelan dengan sayang.
Dibelakang sana asistennya itu tampak cemberut ditambah dengan dua beban koper kecil berisi pakaian dan perlengkapan milik Leon dan Lian.
Leon Raynar dan Lian Jevera. Tujuh tahun. Kembar identik. Mereka adalah putranya, dua orang yang kini hanya dimilikinya. Dan mereka miliknya seorang. Lahir dari rahimnya dengan rentang waktu sepuluh menit.
Leon yang lahir terlebih dahulu menjadikan posisinya kini sebagai kakak dari Lian. Orang yang tak dekat dengan mereka, mungkin berfikir pasti akan susah membedakan keduanya. Namun jika dilihat lebih teliti lagi, Mereka akan mudah dibedakan dengan menatap langsung bola mata mereka. Leon memiliki tatapan yang tajam dan berani sedangkan binar mata Lian lebih memancarkan perasaan tenang dan ceria.
"Mama ... kangen," Ucapan manja dan mendayu ini hanya akan terdengar dari si bungsu yang sudah terbiasa bermanja-manja dengan sang mama.
"Mama juga kangen kalian....." Balas Naira dengan lebih mengeratkan pelukan pada kedua anaknya.
"Lama amat bu direksi! Nggak inget apa? Punya dua anak yang seharusnya sudah sejam lalu mereka harusnya pulang ke rumahnya sendiri?" Sindir Lala, asistennya.
Naira cuma nyengir. Tak serius juga menanggapi sindiran Lala.
"Lupa ya ... kalau asisten mu ini juga banyak kerjaan. Ck ... lewat deh makan enak di kantor," Lala terus saja menggerutu.
"Hahaha ... Kamu lapar ya La? Yuk, kutraktir. Maaf ya ... para pencari berita itu tak membuatku mudah meninggalkan lokasi."
Naira sungguh menyesal membuat Lala asisten yang sekaligus sahabatnya itu menggantikan untuk menjemput anak-anaknya.
"Ayuk ... hehehe. Beneran laper ini gue. Sepagian tadi sibuk urusin persiapan Foxy," terang Lala menggebu-gebu, sudah lupa dengan wajah ngambeknya.
"Bukannya tante tadi sudah habisin dua burger?" Celetukan bernada sindiran terucap dari bibir Leon.
Lala melotot tak terima, karena Leon membocorkan apa yang dilakukannya sembari menunggu kedatangan Naira dan dibalas pelototan juga oleh Leon. "Burger tidak akan membuat perut tante kenyang, Leon sayang ... yang membuat perut tante kenyang hanya dengan makan nasi," Lala mencoba memberikan penjelasan pada Leon dengan muka dibuat semanis mungkin.
Leon melengos tak percaya dan tak tertarik dengan alasan-alasan yang dibuat Lala.
"Ya sudah, ayo kita cari makan. Kalian juga belum makan kan? Mau kalian yang pilih tempatnya?" Tanya Naira pada kedua putranya.
Dua kata 'Bakso' dan 'terserah' keluar bersamaan dari kedua mulut mereka.
Jadi sudah diputuskan, siang itu menu makan mereka mengikuti keinginan Lian, yaitu Bakso. Yang sangat jarang bisa mereka makan ketika mereka tinggal diluar negeri kecuali mama mereka mau membuatkannya sendiri.
"Yuk, sini mama gandeng ... ramai soalnya. Kita cari bakso. Ada itu bakso paling enak deket sini," ajak Naira sambil menggandeng tangan anaknya.
-***-
KAMU SEDANG MEMBACA
Chance & Regret
RomanceKini, NAIRA memandang cinta itu seperti penyakit. Jika tak diobati, ia akan membunuhmu secara perlahan. Namun, anehnya ia tak merasa harus diobati ketika merasakannya. Cukup dirasakan, walaupun saat penyakit itu sudah tak ada obatnya. Bagi KEI, cint...